...♨♨♨...
Sebenarnya Anggi sudah sangat pulih bahkan saat ayahnya sudah selesai menelepon. Namun, Anggi menolak ketika Oma mengajak Anggi untuk mengobrol di ruang depan bersama tante Helen. Katanya masih suka pusing, padahal tidak. Dia hanya ingin menghindari percakapan yang menyangkut soal Bass. Dia tidak suka.
Kalau karma berjalan mengelilingi Anggi, pasti gadis itu sudah sakit beneran jadinya. Tapi untunglah dia tidak apa-apa, toh hanya untuk sekali. Nanti dia juga akan jujur kalau dia sudah baik-baik saja demi membuat Oma tenang. Ya berarti kalau malaikat mencatat dosa, semoga saja yang dicatat itu nama Bass. Kan dia alasan dari semua ini.
Pukul setengah satu saat Anggi berjalan menuju jendela, dia memandang tembok rumah yang ada di samping, jaraknya hanya lima meteran. Rumah itu tidak memiliki jendela samping, sehingga Anggi tidak perlu takut kalau saja ada orang yang tinggal di rumah itu mengintipnya.
Di desa yang tenang ini, Anggi sudah berjalan-jalan malam kemarin. Sebenarnya dia juga disuruh Oma mengantar oleh-oleh yang dibawa oleh Endy untuk Pak RT. Sejauh itu,masih Bass orang yang membuatnya kesal di desa kecil ini. Walaupun Cleo juga ikut, tapi Anggi maklum karena mungkin gadis itu ingin berteman saja.
Sedikit soal desa ini menurut pandangan Anggi, baginya tempat ini damai. Hijau dan asri, tempat dimana dia masih bisa mendengar suara kicauan burung secara nyata. Bukan lewat youtube atau televisi. Apalagi musim hujan mungkin sudah menyapa, artinya dingin akan menusuk kulit kapan saja. Untungnya siang ini masih cerah, matahari tersenyum dan memungkinkan anak-anak di depan berlarian mengelilingi tempat ini.
Desa itu berbeda jauh saat terakhir kali Anggi datang. Dulu warung yang paling terkenal milik Mbok Laila masih ada di ujung gang ini, namun sekarang sudah pindah ke samping rumah Pak RT. Kata Oma, alasannya karena tanah yang di ujung gang sebenarnya bukan milik si Mbok, dan pemilik tanah pun meminta hak dan mengusir Mbok Laila.
Anggi ingat kalau dulu di ujung jalan utama juga ada warung nasi yang gerobaknya ada dua, tapi sekarang warung nasi itu sudah tidak ada. Namun muncul lagi banyak warung makan di lain tempat, seperti di depan rumah Pak RT. Bidan desa juga ada di samping kiri rumah Pak RT.
Ada satu tempat yang paling disukai Anggi kalau berkumpul sama sepupu-sepupunya dulu, yaitu sungai yang jalurnya harus melewati jalan kecil. Ada jembatan, kemudian membelok ke arah Utara dan sampai. Sungai itu jernih dan batu-batuan yang ada di dalam air tampak segar. Di tepian ada dua kursi panjang, tapi sekarang Anggi belum tahu. Dia belum sempat kesana.
Atau mungkin tidak akan kesana karena si Bass masih berkeliaran di desa ini, hmm.
Jenuh. sebenarnya itu yang dirasakan oleh Anggi sekarang. Ingin rasanya pergi keliling desa lagi, tapi dia ingat Bass lagi. Lupa lagi, ingin pergi lagi, ingat Bass lagi. Dan kalau pun Bass tetap disini sampai liburan selesai. maka satu hal yang akan dilakukan Anggi adalah diam di rumah Oma dan menghindari kontak mata dengan Bass.
Tidak ada kamar mandi pribadi di kamar Anggi yang sekarang, jadi dia harus rela pergi ke kamar mandi yang ada di dekat dapur. Gadis itu membuka pintu dan keluar dari kamar, menuju dapur dan sampai ke kamar mandi.
Sesudah itu dia berjalan menyusuri lorong, namun sengaja dia tidak langsung masuk kamar karena mendengar percakapan tang tamoaknya sangat serius dari Oma dan Tante Helen. Mereka membicarakan soal Bass, dan walaupun Anggi kesal, sepertinya dia harus menyimak dulu.
"Jadi bukan guru yang suruh?" tanya Oma heran.
"Engga, Oma. Kan Bagas orangnya gitu kalau mendidik anak, harus keras." jawab Helen.
Oma mendengus, "Kasian Bass. Ya kalau dia tidak suka tinggal di desa, kenapa si Bagas maksa?"
"Makanya Oma, kadang kasian juga lihat Bass ga punya temen. Apalagi harus nunggu siap liburan biar bisa pulang ke kota."
"Ya tapi mau bilang apalagi? Biar aja Bass disini, nanti dia sadar kok kalau di desa ini ga seburuk itu." lanjut Oma.
Anggi terkesiap, dia mengerutkan dahi dan memikirkan apa yang baru diceritakan oleh Oma dan Helen secara bergantian. Ketika Anggi menyimak lagi, ternyata kedua orangtua itu sudah mengganti topik. Cepat sekali bergantinya.
Gadis itu masuk kamar dan bersandar di pintu yang sudah ditutupnya tadi. Pikirannya melayang ke Bass dan mungkin benar apa yang dia pikirkan. Maksudnya begini, yang dipikirkan oleh Anggi ialah kalau Bass memang benar pindah karena dihukum oleh Bagas.. Dari obrolan itu, Anggi tahu kalau Bagas adalah ayahnya Bass.
Jadi, Bass dihukum ayahnya? Makanya pindah kemari? Jadi Bass tidak benar-benar ingin meneror Anggi? Yang benar saja kalau ini sebuah kebetulan belaka.
Oh iya, Anggi jadi ingat lagi kejadian hari Senin kemarin. Saat Anggi dan Glad memberi surat pada orangtua Bass dan lari, sembunyi di balik pigura gerbang mereka yang mewah. Terdengar Bagas marah, menggelegar sampai istrinya harus menepuk pundak suaminya itu. Itu adalah kali pertama Anggi melihat seorang ayah menampar anaknya secara langsung. Sungguh ironis dan malang.
Tapi Anggi tidak jadi kasihannya, karena dia ingat kalau Glad bilang itu sudah pantas buat manusia semacam Bass.
Bagaimana ya menyimpulkannya?
Baiklah, Anggi sudah simpulkan. Tidak ada salahnya untuk ikhlas, maksudnya bertanya-tanya pada Tante Helen soal Bass. Anggi melaju menuju ruang tamu, saat itu Oma dan Helen langsung saja menoleh gadis itu bersamaan. Mereka tersenyum melihat Anggi sudah pulih dan ada mendecak senyum di wajahnya.
"Syukur kamu udah pulih, ayo duduk!" Oma mempersilahkan Anggi duduk di sampingnya.
Anggi mengambil tempat, dan dekat sekali dengan Oma. "Hai Tante!"
"Iya sayang!" balasnya lembut.
Sebenarnya Anggi tidak tahu harus mulai dari mana untuk bertanya. Lagian takut nanti dikatain suka sama Bass padahal nyatanya ogah. Dia hanya ingin bertanya, tidak lebih. Karena hanya dengan cara yang satu ini agar Anggi bisa tenang untuk bangun besok dan seterusnya, sampai tiga minggu.
Iya, tiga minggu. Mengingat kalau libur semester kali ini berlangsung panjang, mulai penyambutan hari raya natal dan tahun baru. . Hari libur yang begitu lama seharusnya membuat Anggi bahagia, tapi tidak jadi. Takut kepada Bass, tukang bully yang entah mengapa bisa terjebak dengannya di desa kecil ini.
"Kamu mau minum apa sayang?" tamya Oma, mungkin karen adia masih was-was sama Anggi.
"Ehmmm.." Anggi bergumam. Mungkin benar kalau dia membuat Oma pergi ke dapur sebentar, jadi dia bisa bertanya tanpa ketahuan Oma. "Gimana kalau kopi susu racikan Oma? Udah kangen.."
"Oh ya? Oke, Oma buatin."
Anggi memperhatikan Oma yang jalannya cukup cepat. Sejenak dia bertanya pada Helen mau memesan minuman apa, tapi Helen bilang tidak perlu, karena dia mau pamit pulang sebentar lagi.
"Tante!" panggil Anggi, secepatnya sebelum Oma kembali.
"Iya?"
"Bass kenapa ada disini?" tanya gadis itu tanpa basa-basi.
Sejenak ada kerutan di dahi wanita itu, Anggi khawatir. Ya untunglah kerutan itu langsung hilang dan dia menjawab, "Oh itu, dia kan cukup bandel sayang. Jadi Papanya hukum dia buat liburan disini."
Anggi menarik napas lega, "Untunglah!"
"Untung apa?" tanya Helen heran.
"Eh engga! Maksudnya ya heran aja Tante, kenapa kebetulan ketemu sama Anggi." jawab Anggi ngasal, diikuti oleh tawa.
"Anggi temenan ga sama Bass?"
Anggi mengerutkan dahi memikirkan jawaban apa yang tepat untuk pertanyaan yang satu itu. "Temenan sih engga, soalnya dia itu kan..."
"Dia kenapa?" Helen ingin tahu lanjutan perkataan Anggi.
Sedang gadis itu sadar kalau dia tidak boleh seenaknya menguakkan apa yang dilakukan oleh Bass di sekolah. "Oh, maksud Anggi dia itu punya sahabat yang akrab banget, tiga orang. Mungkin udah nyaman, jadi susah dia buat temenan sama yang lain."
"Iya, makanya dia stress kalau dipisahin sama sahabatnya. Dia juga bilang kalau sahabatnya itu dunia dia yang kedua. Ga tau deh kenapa sampai segitunya.."
Anggi mengangguk paham, "Kalau Bass itu sebenarnya gimana orangnya kalau di rumah Tante?"
Helen menerawang ke atas, "Bass kalau di rumah itu baik. Bahkan Tante ga percaya kalau Papanya hukum dia karna nakal."
"Baik?"
"Iya, kenapa?"
"Engga Tante, ga papa." ujar gadis itu.
Keduanya diam. Hening. Tidak ada topik setelah Anggi mengakhiri kalimatnya dan memilih tidak berkutik. Lagian dia belum kepikiran untuk mencari topik lain, walaupun Helen menatapnya seolah mereka sudah lama kenal.
Anggi tidak begitu terbuka pada orang yang baru dikenal, seperti Tante yang satu ini. Bilang saja kalau dia berusaha sok dekat hanya untuk meraih informasi soal keberadaan Bass disini. Setidaknya ketika Helen menjawab begitu, Anggi bisa menarik napas lega. Hatinya bersorak mengucap syukur karena apa yang dia pikirkan ternyata salah.
Syukurlah.
Makasihhhhh dunia yang baik.
Semoga waktu cepat berputar jadi si Bass bisa langsung out dari hidup gue.
"Gimana kalau besok main ke rumah Tante?"
Apa??
Anggi membulatkan matanya dengan spontan, menghujam tatapan tajam ke arah Helen. Tentu dia tidak mau. Kalau Anggi ke rumah Helen dan ketemu Bass, bisa-bisa rasa jahil di otak lelaki itu menjalar ke seluruh tubuhnya. Lebay? Ya memang, karena Anggi takut. Tidak akan mau.
"Ide bagus!" jawab seorang wanita tua, Oma.
Waduh! Gumam Anggi.
Oma datang setelah siap membuatkan kopi susu kesukaan Anggi. Padahal sebenarnya Anggi sedang tidak ingin minum kopi, hanya alasan saja tadi. Si Tante pakai acara bertanya waktu Oma datang lagi. Ini gawat bagi Anggi.
"Ide bagus kan Oma?" kata Helen.
"Iya, sekalian belajar masak sama Tante Helen. Biar kalau mau masak Anggi ga bingung lagi. Maklumlah Helen, kan dulu dia ga ada yang ajarin masak." Oma menepuk bahu Anggi.
Gadis itu gugup, tidak tahu mau jawab apa lagi. Kalau jawab iya pasti akan menambah masalah, kalau jawab tidak nanti ditanya kenapa. Sungguh ini pilihan yang berat untuk Anggi. Yang ada hanya otaknya bekerja untuk cari jawaban selain kedua kata itu. Apa ya? Apa ya?
"Oh iya Oma, Papa bakal kirimin aku sepeda." Anggi mengalihkan topik.
"Bagus dong, daripada bawa mobil? Kan jalanan disini belum aspal semua." Oma mendukung alibi dari cucunya itu.
Helen juga mendukung, dia tersenyum melihat Anggi yang tersenyum juga ke arahnya. Kalau Anggi sih sudah kenal lama dengan Tante Helen, tapi baru kali ini dia bicara. Baru kali ini dia kenal betul siapa itu Helen. Dulu, Tante Helen masih lebih muda. Ya memang, mana mungkin lebih tua dari sekarang. Dia ingat kalau Anggi pernah kenalan dengan anak Tante yang sekarang sudah pergi untuk kuliah.
"Kalau gitu, Helen pamit dulu Oma!" ucap Helen pada Oma.
Anggi menarik napas lega karena beruntung Helen tidak melanjutkan percakapan mereka soal belajar masak. Lagian sekarang sudah zaman canggih, Anggi bisa belajar sendiri lewat youtube. Walaupun memang dia ingin diajari, tapi karena Si Bass, ya tidak jadi.
"Iya!" kata Oma.
Oma dan Anggi mengantar wanita itu sampai depan pintu, sebelum akhirnya dia hilang di perempatan jalan. Buru-buru Anggi masuk, begitu juga dengan Oma yang sedikit lebih santai. Mereka kembali duduk di ruang tamu, berdua.
"Kalau belajar masak sama Helen, kamu pasti bisa langsung paham. Dia itu jago masak, masakannya enak."
"Iya Oma." jawab gadis itu singkat.
"Oma juga anjurin dia buka usaha warung makan, tapi katanya dia belum mau."
"Suaminya Tante Helen emang kemana Oma?"
"Pelayaran." jawab Oma. "Uangnya banyak, tapi percuma kalau tidurnya ga bareng sama istri."
Anggi terkekeh pelan. Dia ingat kalau Oma sangat sayang pada Kakeknya. Kakek itu kerjanya sebagai seorang pengusaha toko dulu. Tokonya banyak dan semua ada di kota sana. Diurus oleh anak buahnya sedang dia hanya tenang-tenang bersama Oma di kampung. Kakek hanya pergi ke kota sekali dua minggu, selebihnya hanya di desa.
Setelah Kakek meninggal, toko-toko itu diambil alih oleh Endy, kemudian dijual. Uangnya disimpan sebagai simpanan Oma, walaupun Oma tidak akan menggunakannya karena kehidupan Oma ditanggung oleh Endy sendiri. Begitulah sebabnya Oma sendiri di desa ini. Katanya banyak kenangan di rumah yang sudah direnovasi sebelum kakek meninggal itu.
Anggi jadi membayangkan betapa Oma kehilangan karena sudah kehilangan suaminya. Sekarang Anggi jadi paham kenapa dia harus menjadi sosok yang kuat untuk menemani dan ditemani Oma. Dia tidak boleh menyusahkan karena dia bukan anak kecil lagi.
"Anaknya cuma satu?" tanya Anggi lagi.
"Iya, lagi kuliah."
"Kalau Cleo itu kenapa tinggal disini?"
"Ya sama kaya Bass. Nakal, jadi dihukum. Bedanya, Cleo sekolah di desa ini. Bukan cuma liburan."
Anggi terbelalak. Dia sudah yakin sebelumnya dari raut wajah Cleo kalau gadis itu nyaris sama kelakuannya dari Bass. Sama-sama nakal dan sama-sama lagi berada di lingkar hukuman. Anggi jadi penasaran soal keluarga Bass yang kepikiran untuk membuat hukuman sejenis itu. Beda hal dengan Anggi yang tidak pernah dihukum okeh orangtuanya. Ya iyalah, gimana mau menghukum? Di rumah saja jarang.
...♨♨♨...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments