...♨♨♨...
Setelah mengetuk pintu rumah oma beberapa kali, Cleo mendengar suara langkah kaki menuju ambang pintu. Seketika pintu terbuka dan Cleo berpapasan dengan seorang gadis yang lumayan tinggi. Cantik, ada poni di dahinya. Cleo lebih tinggi sedikit.
Anggi menatap gadis itu heran. Dia bingung kenapa yang datang malah terdiam, bukannya mengatakan apa maksud kedatangannya. Anggi mencoba menerka apa yang dipikirkan oleh Cleo, namun dengan cepat Cleo tersenyum kemudian menjulurkan tangannya. Niatnya ingin bersalaman dengan Anggi.
"Nama gue Cleo!" katanya.
Anggi membalas senyuman dan jabatan tangan itu dengan cepat. "Anggi! Difa Anggita!"
"Ooh! Jadi lo cucu Oma yang kemarin diceritain itu ya?"
"Diceritain?" Anggi menaikkan sedikit alisnya. "Oma ceritain gue ke lo?"
Cleoe mengangguk semangat. "Oma dimana?"
"Di ruang makan, kami lagi sarapan." jawab Anggi.
Cleo tersenyum lebar dan menerobos masuk seperti sudah terbiasa dengan rumah itu. Anggi heran awalnya, namun dia ingat kalau Oma pernah bilang soal Cleo. Keponakan Tante Helen selain Bass. Tunggu! Cleo itu sepupu Bass?
Anggi segera menutup pintu dan mengikuti Cleo yang berjingkat-jingkat di depannya. Seperti anak kecil yang ingin membeli permen dari warung. Dia melompat layaknya dia sangat ringan. Sedang Anggi hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah Cleo.
"Oma!" sapa Cleo dengan ramah.
"Cleo? Ada apa sayang?" tanya Oma sembari mempersilahkan Cleo duduk.
"Cleo cuma mau kesini aja, sekalian ketemu cucu Oma." ujarnya sembari menoleh pada Anggi.
Anggi hanya bisa tersenyum kecil sekali lagi dan duduk di samping Cleo. Dia melanjutkan acara makannya yang terpotong karena datangnya gadis itu. Sedang Cleo menatap Anggi dengan seksama, seperti mengintimidasi seorang ******* yang akan meledakkan bom saja.
"Oma! Anggi ini cantik ya!" kata Cleo, membuat Anggi mengerutkan dahi bingung.
Oma tertawa kuat. "Cucu Oma mana ada yang jelek."
"Oh iya! Lo itu satu sekolah sama Bass kan?" tanya Cleo tiba-tiba.
Anggi menghentikan gerakan garpu dan sendoknya kemudian menatap Cleo heran. Darimana gadis itu tahu sedangkan Bass dan Anggi baru bertemu tadi. Belum ada selang dua puluh menit. Rasa-rasanya mana mungkin Bass langsung membeberkan ini pada sepupunya.
"Bass sama Anggi satu sekolah?" tanya Oma pada Anggi.
"Eh- iya Oma! Tapi ga akrab kok, ngobrol juga ga pernah." jawab Anggi.
"Kok ga bilang?" kata Oma.
Anggi terdiam, sedang Cleo melihat ke arahnya. Dia jadi risih akan kehadiran Cleo yang membuat Oma tahu semua ini. Dia takut kalau saja Bass benar-benar balas dendam dan malah ikut mengganggu Oma. Ini tidak benar dan harus ditindaklanjuti. Kalau tidak, bisa berabe urusan Bass ada disini.
"Lo emang mau apa kesini? Lo emang udah makan? Udah mandi?" Anggi mengalihkan pembicaraan dan mengarah pada Cleo.
"Emang datang ke rumah Oma harus udah mandi ya?" jawab Cleo santai.
"Kok kamu nanyanya begitu Anggi?" Oma melirik pada cucunya itu.
Anggi menarik napas untuk menenangkan diri. "Anggi ke kamar dulu ya Oma!"
Gadis itu segera meneguk air putih dan melesat ke kamar, meninggalkan Oma dan Cleo. Mendadak pikirannya jadi kacau setelah tahu kalau Bass ada di desa ini. Bisa-bisa dia tidak akan keluar rumah selama liburan ini untuk menghindari Bass. Apalagi sepupunya itu, Cleo. Tampaknya sifat mereka tak jauh berbeda. Intinya sama-sama menyebalkan.
"Gue ga bisa biarin kalau emang Bass datang ke kampung ini buat ngincer gue." desis Anggi. "Mana ada peraturan dari sekolah kalau kena skorsing malah harus ke desa gini!"
Anggi meraih handphone dari saku celananya. Dengan cepat dia mencari kontak Gladys untuk mengabari hal buruk ini. Tentu hal buruk. Atas nama Bastian, mana ada hal baik. Mungkin saja kejadian di kelas kemarin hanya akal-akalan lelaki itu saja. Siapa yang tahu rencana lelaki itu.
Apalagi ketika Anggi bertanya kenapa Bass ada disini?
"Buat ketemu sama lo"
Oh bung, apa yang dia pikirkan. Haruskah balas dendam berujung keji seperti ini?
"Gladyssss!" pekik Anggi dengan cepat ketika sahabatnya itu menyahut dari seberang.
"Apaan?"
"Gawat! GAWAT! Ini gawat bener-bener, gue harus apa???" tanyanya.
"Lo kenapa? Calm dong!"
"Bass! Si Bass itu kurang kerjaan banget!!"
"Kurang kerjaan gimana? Lo ditelpon sama dia?"
"Bukan!" celutuk Anggi cepat. "Dia ada di sini gue sampe kesini."
"Apa?" pekik Glad kuat.
"Iya! Demi Neptunus! Gue ngerasa digentayangin. Dia itu keponakan tetangga Oma gue!"
"Anggi!" panggil Glad. "Lo tenang dulu! Lo ga lagi becanda kan?"
"Engga Glad! Gue serius. Malah sepupunya seolah ikut neror gue juga!" Anggi memekik.
"Teror gimana?" tanya seseorang, bukan suara Gladys.
Anggi terdiam. Dia menghiraukan Gladys yang memanggil-manggil dari seberang sana. Sumber suara berasal dari arah jendela yang ada di belakangnya. Dia yakin akan suatu hal, itu suara Sebastian Prananda. Suara horror yang kemarin memanggilnya di lorong ruang kepala sekolah.
Suara itu tepat di belakangnya.
Masalah apa lagi ini?
Anggi berbalik dan melirik ke arah jendelanya yang terbuka lebar. Seketika jantungnya berhenti berdetak dan napas gadis itu seakan tertarik ke atas dan disekat di hidung. Ada Bass disana, dengan senyum miring yang biasa menaninya di sekolah. Matanya menatap ke arah Anggi dengan dalam, sangat dalam. Menakutkan.
"Hai, Difa!"
"Aaahhhhkkkkkkkkkk!" teriak Anggi kuat. Lebih kuat dari klakson bus pariwisata yang lewat di jalanan, percayalah.
Mendadak Bass melongok kaget. Sedang Anggi menutup telinga dan matanya karena ketakutan. Seperti melihat hantu saja. Padahal kalau dipikir-pikir, mana ada hantu tampan seperti Bass.
Seketika pintu kamar terbuka lebar dan Oma muncul bersama Cleo. Oma khawatir setengah mati dan segera merangkul cucunya itu.
"Ada apa sayang?"
"Oma!" Anggi memeluk neneknya itu.
Cleo mengerutkan dahi heran, kemudian menoleh ke arah jendela. Mendapati Bass yang masih melongok heran. Dengan cepat lelaki itu berlari menuju pintu depan dan masuk ke rumah. Menuju lorong dan masuk ke kamar Anggi yang masih ramai karena kejadian barusan.
Anggi menenangkan dirinya sendiri. Dia mendongak dan melihat lekat-lekat ke arah jendela. Kosong. Tunggu! Apa dia hanya berhalusinasi karena terlalu memikirkan Bass tadi?
Ya mungkin, tadi tadi suaranya begitu jelas dan bukan khayalan.
"Oma!" Anggi menarik napas. "Tadi Anggi lihat hantu di jendela."
"Hantu?" Oma keheranana.
"Maksud lo itu gue?" tiba-tiba, seorang Bass sudah berdiri di ambang pintu, tersenyum ke arah tiga wanita itu.
Anggi membulatkan mata. Seketika dia melihat Bass, ia masih dengan senyuman dan tatapan yang sama. Membuat sirkulasi udara di paru-paru Anggi serasa tersumbat. Akibatnya gadis itu begitu lemah bahkan untuk sekedar berdiri.
Dia terjatuh, pingsan.
...***...
Cleo dan Bass berdiri di ambang pintu bersama-sama. Sedang Anggi terbaring belum sadarkan diri di atas ranjang. Ada Tante Helen, Pak RT, dan seorang dokter di kamar itu untuk mendengar tentang apa yang sebenernya terjadi. Oma hanya bisa menjelaskan secara garis besar karena memang tidak bisa mencerna apa yang sebenarnya terjadi.
"Mungkin dia kecapean Oma!" simpul dokter akhirnya, sebab tidak ada yang salah dari tubuhnya. "Obat yang tadi saya kasih itu suruh aja diminum. Saya pamit dulu!"
"Saya juga pamit, Oma!" ujar Pak RT kemudian.
Keduanya diantar oleh Oma menuju teras, sedang Bass dan Anggi masih bertahan di ambang pintu. Helen masih sbuk memijit kaki Anggi yang belum sadarkan diri.
Bass mau terdiam di ruangan hening itu. Yang terdengar hanya suara getar handphone milik Anggi yanh sudah dipindahkan ke meja. Drt drt drt.. Bass bisa melihat kalau nama pemanggil adalah Gladys, sahabat Anggi. Sudah beberapa kali begitu.
"Kenapa dia bilang lo hantu?" tanya Cleo heran.
"Mana gue tau. Mungkin dia kaget liat cowo seganteng gue buat pertama kalinya."
"Pertama kalinya?" Cleo menaikkan alisnya sebelah. "Jangan ngaco! Lo itu satu sekolah sama Anggi. Gue denger kok lo bicarain apa sama temen lo di telepon tadi."
Bass menggidikkan bahunya. "Ya ga masalah juga kalau lo tau."
"Serius? Lo cerita dong sama gue! Kenapa dia histeris liat lo?" tanya Cleo lagi.
"Kayanya dia takut lihat gue." jawab Bass.
"Takut?"
"Iya."
"Ngapain takut sama bekicot kaya lo?"
"Hey Cleo!" desis Bass kesal. "Lo emang ga bakal paham seberapa berpengaruhnya gue di sekolahan."
Cleo mencibir, "Masa?"
"Lo ga yakin? Mau buktinya?" tanya Bass.
Cleo tersenyum lebar. "Boleh banget."
Bass meraih handphone Anggi dari meja dan melihat sekali lagi nama pemanggil itu dengan jelas, memastikan kalau yang menelepon benar-benar Gladys. Dia menggeser tombol hijau untuk menerima panggil. Kemudian menempelkan hp di telinganya.
"Halo Anggi!?"
"Halo" balas Bass. "Gue Bass. Sebastian Prananda."
Tiba-tiba sambungan telepon terputus. Dimatikan oleh Glad secepat kilat. Dengan angkuh Bass menunjukan layar itu ke arah Cleo. Cleo mengerutkan dahi dengan heran apa maksudnya.
"Hanya nyebut nama gue aja yang nelpon udah takut."
Cleo mengangguk paham. Namun masih ada yang menyumbat pikirannya, dia tidak yakin akan perkataan sepupunya itu. Sedang Bass tidak peduli, dia beralih ke ruang tamu dan duduk di sofa yang empuk milik Oma.
...***...
Anggi samar-samar bisa mendengar suara Oma berbicara dengan seorang wanita tepat di sampingnya. Seketika dia membuka mata dan mengernyit melihat Helen dan Oma. Keduanya tak kalah senang melihat Anggi bangun dari acara pingsan yang sudah membuat mereka khawatir. Pasalnya ini hal yang asing. Dia bilang kalau Bass itu hantu dan setelah itu dia tidak sadarkan diri.
"Oma? Tante?" Anggi memegang pelipisnya yang terasa nyeri.
"Syukur kamu udah bangun, Oma kamu nyaris ikut pingsan." ujar Helen.
Anggi ingat sekarang. Bass. Sebastian Prananda, lelaki itu dimana? Anggi menoleh kiri-kanan memastikan kalau tidak ada makhluk itu di sekitarnya. Dia cukup takut oleh pikiran yang menaungi soal balas dendam. Apa iya dia mengikutinya karena balas dendam?
"Mana Bass?" tanya Anggi.
Oma mengerutkan dahi. "Bass?"
"Iya Oma! Bass! Dia tadi yang ngagetin aku terus aku pingsan." pekik gadis itu.
Helen terkekeh pelan, kemudian membantu Anggi untuk duduk. Mereka bertiga saling berpandangan. "Kenapa kamu kaget sama Bass?"
"Tante, Bass itu monster dan dia itu bukan manusia. Buktinya kenapa dia ada di jendela kamar aku?" tanya bingung.
"Udahlah!" Oma melerai Anggi untuk berbicara lebih banyak. "Bass itu anak baik kok. Kamu juga pasti tau kalau dia baik, kan kalian satu sekolahan dulu disana!"
"Baik?" Anggi mendesis kuat.
Helen tertawa pelan, dia yakin kalau Bass bukanlah murid teladan di sekolah. Dia nakal dan ditakuti sampai-sampai Anggi harus terkejut kalau kelak itu ada di desa ini dengannya.
"Kalau kamu mau.." kata Helen. "Bass bisa baik. Itu tergantung sama siapa dia berinteraksi kok."
"Oh My God mana mungkin Anggi bisa berinteraksi sama dia. Jantung Anggi rasanya..."
"Kalian bicarain apa ini?" Oma heran. "Udah! Ayo Helen bantuin Oma masakin sup ayam buat Anggi. Anggi istirahat dulu!"
Oma berjalan keluar sedang Helen masih belum bisa menghentikan tawanya. Dia pikir ini lelucon? Nyaris kejadian tadi merenggut nyawa satu-satunya yang dimiliki Anggi. Lagian perkataan Helen yang bilang kalau Anggi 'berinteraksi'? Ayolah! Itu bukan hal yang cukup aman untuk dilakukan.
Oma menutup pintu kamarnya sedang Anggi menyandarkan tubuh di bantal yang menyangganya. Dia bisa berpikir jelas sekarang. Bass pindah ke desa, tinggal bersama Helen, mungkin dia berlibur kesini. Pertanyaannya; kenapa keluarga Bass itu harus Tante Helen. Dan kenapa Tante Helen harus tinggal di desa yang sama dengan desa Oma.
Ini sangat sinetron! Maksudnya, jalur cerita ini nyaris sama dengan sinetron. Suatu kebetulan yang nyaris membuat Anggi gila. Ya, Anggi sudah gila.
Di balik pintu, terdengar samar-samar suara. Suara Cleo, gadis itu lagi. Dia berteriak menanyakan apa Anggi sudah bangun atau tidak. Dan apakah dia BOLEH MASUK atau TIDAK. Jelas Anggi memeluk bantal guling seketika, dia berharap kalau pun Cleo masuk, semoga Bass tidak mengekor di belakang.
Tok tok tokk
Anggi menarik napas pasrah, "Masuk!"
Pintu terbuka perlahan dan kemudian muncullah Cleo dengan senyum mengembang di wajahnya. Ada rasa lega di hati Anggi ketika tahu kalau Bass tidak ikut masuk. Dia tidak tahu dimana lelaki itu berada dan mungkin tidak perlu untuk tahu. Pasalnya, kalau pun Bass ada di rumah Oma atau di medan perang, Anggi tidak peduli.
Melihat ke wajah Cleo membuat Anggi jadi ingat soal Bass. Mereka ada kemiripan. Walaupun sekedar sepupu, kan masih ada hubungan keluarga. Gadis itu membalas senyuman Cleo dan berharap kalau gadis itu tidak membuatnya jengkel. Dan satu lagi, semoga Cleo datang tidak bermaksud membahas soal Bass.
"Emang Bass kenapa?" tanyanya.
Anggi mendengus. Baru saja berharap, tiba-tiba langsung ditanyai begitu. Namun mau apa lagi? Anggi hanya bisa pasrah dan menjawab aja walau ngawur.
"Gue pikir dia setan." jawab Anggi.
Cleo terkekeh pelan, "Sebenernya bukan gitu kan?"
"Maksudnya?"
"Bass itu punya masa lalu sama lo kan?" Cleo menaikkan sebelah alisnya.
"Masa lalu apaan?" Anggi tidak paham, dia mengangkat tubuhnya agar bisa mendengar Cleo lebih jelas.
Cleo duduk di pinggiran kasur dan masih dalam kondisi tertawa pelan. "Mana mungkin lo pingsan karna mikir Bass itu setan. Lo aja kenal Bass udah lama, kalo kata Bass sih mulai dari SMP."
"Kalau ga percaya nih ya, mending nunggu diluar! Gue disuruh istirahat bukan ngobrol!" pekik Anggi menyindir.
"Tapi.." sela Cleo lagi. "Gue masih mau nanya satu hal ke lo!"
"Tanya aja sebelum gue tidur!" Anggi mempersilahkan Cleo untuk bicara.
"Bass suka sama lo?"
"Ngawur!" desis Anggi. "Udah pergi sana!"
Anggi mengusir gadis itu dengan enteng, terbawa kesal. Dia memiringkan tubuh dan mencoba menghilangkan beban pikirannya soal Bass. Baiklah, mungkin Bass pernah bersifat baik waktu di kelasnya kemarin. Tapi mana ada yang tau. Bisa saja iblis pergi sebentar dari otaknya. Begitu kata Gladys. Dia yakin begitu, makanya dia tidak mau minta maaf sama Bass.
Bodoamat soal Bass! gumam Anggi.
...♨♨♨...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments