17.

...♨♨♨...

Anggi menarik napas untuk menangkan dirinya yang memang tidak bisa tenang. Dia mencoba untuk tetap stabil, alias jangan sampai teriak, jangan sampai pingsan. Itu bahaya bagi dirinya, bagi Bass, dan bagi Oma, kalau perlu bagi satu kampung yang belum dia kenal satu per satu.

"Lo ngapain disini?"

"Ngapain?" tanya Bass memastikan pertanyaan Anggi. "Ya ini rumah Oma, bukan rumah lo."

"Ya, sekarang lo bisa pulang daripada gue teriak lagi."

"Engga dong! Gue tadi sengaja sembunyi di balik pohon jambu." Bass menunjuk ke arah pohon jambu yang sudah lama ada di halaman rumah Oma.

Sebentar mengenai pohon jambu, bagi Anggi pohon itu sudah kena kutukan cinta dan kasih sayang semenjak tumbuh kecil berukuran satu cm. Pasalnya, kata kakek pohon itu tumbuh tidak disengaja waktu kakek masih muda dulu. Kenapa Anggi bilang dikutuk cinta dan kasih sayang? Karena buahnya selalu manis dan lezat lah pokoknya.

"Kenapa dibilang jambu monyet ya Anggi? Padahal yang tanam pasti bukan monyet, yang punya rumah juga bukan monyet." lanjut Bass dengan candaannya yang tidak lucu di telinga Anggi.

"Lo yang monyet!" Anggi menyahut dengan gugup. Namun dia tiba-tiba ingat dengan siapa dia bicara saat ini. Bukan dengan Gladys, melainkan Bass si setan yang nyaris membuatnya terancam mati terkejut tadi pagi.

"Gue? Monyet?"

"Bukan!" lanjut Anggi. "Maksud gue, eh itu ga tau."

"Ga tau apa?" Bass mengernyit.

"Ya ga tau." dengus Anggi. "Gue masuk ke rumah dulu."

"Tunggu!" cegah Bass saat Anggi akan melajukan langkah untuk kembali. "Gue kan belum selesai ngobrol. Gue ini tamu loh!"

Tamu kepala lo! Anggi benar-benar kesal dan kalau saja yang berdiri di depannya itu bukan Bass, pasti sudah dia hantam dari tadi. Sayangnya itu tidak mungkin dia lakukan kalau masih mau hidup aman dan nyaman tiga minggu kedepannya. Rasanya hidup gadis itu akan bergantung pada mood Bass. Walaupun dia sudah tahu kalau Bass ada disini bukan untuk balas dendam atau sejenisnya.

"Ngobrol apa ya?" tanya Anggi ragu-ragu. Dia melirik kiri kanan, rumah yang terang benderang namun semua penduduknya sudah ada di dalam tempat masing-masing. Sepinya gang itu membuat Anggi tidak bisa berpikir panjang.

"Gue tau lo takut sama gue, tapi gue ga seburuk apa yang lo pikirin." kata Bass.

Bass mencoba mengingat tips pertama dari apa yang dikatakan oleh Dio tadi pagi. Tips pertama yaitu: Dekati aja dulu, ajak damai. Ntar kalau dia udah nyaman, pasti gue kasih tau tips kedua.

Lelaki itu mengernyit sejenak. Dia pikir kalau tips itu sudah mewakili untuk semua yang akan dia lakukan. Pasalnya dia hanya akan membuat Anggi nyaman dan berteman dengannya, bukan mau ngajak pacaran. Tidak perlu jadian kalau Bass hanya ingin meminta mengerjakan tugas bersama. Aneh-aneh saja Dio.

Sedang Anggi mencoba tenang dan berpikiran positif. Dia tidak ingin terlihat seperti orang takut yang siap ditindas, "Gue tau. Setiap orang punya sisi baik dari hatinya."

"Untung lo tau!" ujar Bass.

"Untung kenapa?" Anggi menaikkan alisnya sebelah.

"Setidaknya lo paham kalau gue itu baik, terus ga sejahat kaya yang lo bilangin ke Gladys." lanjut lelaki itu.

Anggi ingat soal ceritnya yang berlebihan ke Gladys kala Bass datang memergokinya hari Senin. Benar-benar itu di luar kendali otaknya. Kalau saja dia menyangka Bass datang ke belakangnya, pasti dia tidak akan mengatakan itu. Yang menjadi pertanyaan bagi Anggi ialah, kenapa Bass datang ke belakangnya? Apa takdir mengatakan kalau Anggi harus terlibat masalah itu?

"Soal itu gue minta maaf, soal gue yang datang ke rumah lo ngasihin surat juga. Udah kan?"

"Ga kenapa-napa." sahut Bass. "Gue baik kan? Mau maafin lo. Nah, kalau lo mau maafin gue ga?"

"Maafin soal apa?" tanya Anggi heran.

"Kan gue udah bikin lo pingsan tadi pagi. Gue minta maaf."

"Iya!" balas Anggi dengan cepat. Dia ingin sekali menyudahi obrolan mereka sampai sini saja. Sudah cukup dan dia merasa tidak ada yang perlu dibicarakan lagi.

"Eh Anggi! Jangan masuk dong, gue masih ngobrol sama lo."

"Obrolin apa?" Anggi mulai mendecak kesal, mana mau dia berurusan lagi dengan manusia yang satu itu.

Selain kata 'jangan', ada juga kata 'idih!' di hati Anggi, tapi tidak dia katakan secara langsung. Parah memang, tapi dia juga takut kalau Bass tidak seperti apa yang dia kira, alias Bass tidak punya sisi baik. Bilang saja dia katakan begitu karena dia ingin menyelesaikan masalah dengan Bass.

"Lo tau ga perbedaan bidadari sama lo?" Bass mendekat pada Anggi.

Gadis itu mengerutkan dahi, apa maksud Bass adalah menggombal? Sebenarnya Anggi ingin sekali tertawa di depan Bass, tapi dia tidak mau cari masalah. Anggap saja setelah ini tidak ada lagi yang menjadi beban di hati Anggi.

"Ga tau." jawabnya.

"Ga ada bedanya." Bass tertawa kuat.

Anggi tersenyum paksa, benar-benar kesal dengan tawa Bass yang sudah seperti orang baru menonton acara komedi. Kalau saja Anggi berani membalas 'kalau lo tau apa bedanya lo sama monyet?' dan Bass bilang dia tidak tahu, maka Anggi akan menjawab 'Ga ada bedanya.'

"Lucu banget." Anggi membalas seolah dia terhibur, nyatanya sih tidak sama sekali.

"Oh iya, lo tau persamaan desa ini sama lo?" tanya Bass lagi, masih dengan nada jenaka.

"Ehm." Anggi pura-pura berpikir seperti dia tertarik pada gombalan itu. "Ga tau."

"Sama-sama cantik, gue suka."

Anggi memutar bola matanya kesal, dia tidak paham maksud dari gombalan garing Bass yang sama sekali tidak masuk ke akal sehatnya. "Cantik? Lo suka?"

"Iya. Gue suka tinggal di desa ini, karna cantik. Sama kaya lo, gue suka sama lo kar—"

"Wait wait!" ujar gadis itu dengan cepat memotong perkataan Bass yang tampaknya mulai keluar fakta. "Sejak kapan lo suka tinggal di desa?"

"Ha?" Bass mengernyit tidak mengerti. "Maksud lo apa?"

"Gini ya Bass, lo itu ga pernah dan mungkin ga bakal pernah suka tinggal disini. Jangan boong cuma buat gombal."

Bastian paham, tapi dia tidak mengerti kenapa Anggi tahu dia benci tinggal di desa. "Lo tau dari siapa?"

"Kayanya itu ga penting dibahas. Di luar dingin, kepala gue masih sakit karna kejadian tadi pagi. Paham ya? Gue masuk dulu." Anggi berjalan melalui Bass yang masih terpaku di depannya.

Lelaki itu masih tidak menyangka kalau Anggi susah untuk diajak sedikit lebih berteman. Apalagi dia tahu kalau Bass benci tinggal di tempat itu. Sebenarnya dia tidak bilang kalau dia ingin bohong soal menyukai tempat ini, namun itukan salah saru cara mendekati Anggi. Susah sekali meluluhkan hati gadis itu dengan gombalan.

"Tapi gue ga bohong soal suka sama lo!" tiba-tiba Bass teriak. Tidak ada hal khusus kenapa dia teriak begitu, mungkin karena merasa sial kalau gagal mendekati Anggi.

Gadis itu berbalik ketika sampai di depan teras sambil menatap Bass dengan tajam. Bagi Anggi, kalau pun Bass menyatakan gal itu, sama saja tidak akan masuk ke selaput hatinya dan membuat gadis itu jatuh hati. Malah membuatnya menghindar lebih lagi.

"Masalahnya buat gue?" balas gadis itu.

"Lo tau? Walaupun gue benci ada di tempat ini, tapi gue bersyukur karna kita ketemu disini." seru Bass.

Bastian benar-benar tidak tahu harus bilang apa lagi selain membuat Anggi percaya kalau dia berniat untuk lebih dekat pada gadis itu. Walau hanya bercanda. Ya, Bass bilang saja semua asalkan Anggi percaya, toh dia akan pergi setelah selesai urusan dengan Anggi.

"Gue juga bersyukur karna di tempat ini ketemunya hanya sama lo, ga ikut sama Dio, Jhon, apalagi Fariz. Tapi intinya, gue semakin makin bahagia kalau lo pergi aja dari kampung ini." teriaknya setengah menahan, takut kalau orang-orang keluar dan ingin tahu apa yang terjadi.

Bass diam saat Anggi memilih masuk dengan membanting pintu, untung tidak rusak. Dia kesal harus ngomong apalagi kalau besok Anggi masih belum bisa menerima pendekatan dari Bass.

"Kalau bisa pergi dari kampung ini, gue udah ngelakuin dari dulu kali! Kan masalahnya ada disitu. Lagian siapa sih yang ngasih tau si Anggi soal gue benci sama desa ini?"

Bass keluar dari halaman rumah Anggi dan kembali pada sepedanya yang menganggur di depan. Dengan sedikit decakan pada mulutnya, dia mengayuh dengan cepat menuju rumahnya. Dia yakin kalau Helen yang memberitahu soal ini pada Anggi. Sebenarnya tidak ada hubungan kalau Anggi tahu dia benci dengan kehidupan desa atau tidak, yang penting ialah bagaimana caranya agar Anggi mau mendekat padanya.

"Tante!" pekiknya saat sampai di teras, kemudian membuka pintu.

Di ruang tengah yang terang, tampak Cleo dan Helen sedang duduk manis menonton acara talk show yang sedang mengundang beberapa selebriti terkenal. Keduanya sama-sama menoleh karena kaget bercampur kepo, kenapa Bass tiba-tiba memekik begitu.

"Apa?" tanya Cleo dengan menyernyit.

"Gue ga mau ngobrol sama lo, Cleo. Gue manggil Tante."

"Yaudah!" Cleo kembali menonton, sedang Helen masih menatap oada Bass.

"Tante! Kok ngasih tau sama Anggi kalau Bass benci tinggal disini sih?"

Helen mengerutkan dahi, "Anggi? Emang kenapa kalau tante ngobrol sama Anggi soal kamu?"

Cleo mendengar perkataan itu dengan teliti, dan karena rasa penasaran dia menoleh untuk menyimak obrolan yang mungkin akan lebih seru daripada sekedar acara tanya-tanya ini.

"Anggi kok tau kalau Bass benci tinggal disini? Kan Bass malu, tante!" desis Bass tidak terima.

"Kan kamu ga pernah bilang kalau kamu ga mau diobrolin sama orang." balas Helen santai.

"Iya!" Cleo ikut menyahut, sambil tertawa.

"Diem lo, Cleo!" kesalnya. "Tante bilang lagi ke Anggi ya, bilang kalau Bass suka kok tinggal disini. Bilang aja—"

"Bilang aja kalau Bass jadi suka karna tau ada Anggi disini!" Cleo lagi-lagi menyahut tanpa izin dan malah menjengkelkan sepupunya itu.

Bass mengerutkan dahi sampai alisnya menyatu. "Cleo ngaco. Gue malu aja."

"Yaudah! Nanti Tante bilangin sama Anggi kalau kamu sebenernya suka tinggal disini,"

"Iya!" jawab lelaki itu kuat.

"Suka karna ada Anggi." lanjut Helen.

"Bukannnnn!" elak Bass.

Di dalam hatinya dia menukik ke arah Helen: Ayolah Tante paham! Paham! Paham!

...***...

Anggi merubuhkan diri saat melihat tempat tidurnya yang empuk itu seakan menanti untuk berpelukan. Sebenarnya belum waktu untuk tidur, namun Anggi bosan. Oma masuk kamar, katanya ada kerjaan. Mungkin merajut syal yang belum selesai tadi. Kalau Anggi menonton televisi sendirian, rasanya janggal karena dia jarang menonton waktu masih tinggal di kota.

"Bass?"

Tiba-tiba Anggi teringat pada lelaki menyebalkan dengan senyum khas yang dilebarkan padanya. Sungguh membuatnya merasa ada di neraka, walaupun sebenarnya bukan. Hanya saja Anggi tahu kalau berteman dengan Bass tidak aman, walaupun ditemani dengan gombalan super biasa begitu.

Apa yang membuat Bass tiba-tiba mendatangi dirinya? Masuk dalam kehidupan Anggi yang semrawut dan berantakan karena perceraian kedua orangtuanya. Mungkin senyum manis Bass bisa membuatnya sedikit kagum, tapi rasanya jangan sampai. Senyum mungkin manis, tapi otak dan pikiran mana Anggi tahu. Bisa saja Bass hanya bercanda tadi.

Tapi jujur hal itu membuat Anggi sedikit tersenyum ketika mengingat kata-kata Bass soal perbedaan Anggi dengan bidadari. Katanya tidak ada beda. Anggi menggeleng, itu hanya joke dari si Bass.

"Peduli apa gue? Gue ga bakal terhenyak sama godaan Bass. Tapi, ngapain dia godain gue? Apa dia suka?"

Anggi kembali hanyut dalam oikurannya soal perkataan Cleo tadi pagi, dia bilang kalau Bass menyukai dan Anggi malah menyuruhnya pergi dari kamar. Baiklah, memang itu terdengar ngawur dan tidak mengenakkan di hati Anggi, namun entah kenapa Anggi malah memilih untuk memikirkan soal Bass saat ini.

"Apa bener yang Cleo bilang?" tanyanya lagi pada diri sendiri. "Tapi ngapain gue jadi mikirin itu?"

Anggi menggelengkan kepalanya dengan cepat sesaat setelah dia duduk. Jangan pernah memikirkan soal Bass, itu adalah prinsipnya malam ini. Gombalan serta perkataan dari Bass itu hanya candaan, begitu juga dengan kata-kata Cleo tadi. Itu hanya sebuah candaan, kalau menurut Anggi.

Anggi bukan orang yang mudah bawa perasaan apalagi kalau soal hal manis yang satu ini. Selain takut kecewa, jawaban terbesarnya juga 'GUE KAN GA SUKA SAMA BASTIAN.'

"Gue ga suka Bass! Gue benci malah! Jangan baper Anggi, lo ga boleh baper karna lo bukan tipe orang yang kaya gitu!" pekik Anggi pada hatinya sendiri.

Anggi mencoba tidak memikirkan Bass, namun dia termakan omongan sendiri lagi. Apa yang hatinya mau? Tadi pagi dia takut pada Bass, sekarang dia malah memikirkan soal lelaki itu.

Gue ga suka sama cowo itu! Yang suka sama dia mungkin ada, banyak! Tapi gue ga! Kalau pun dia suka sama gue, gue engga! Bodoamat!

Anggi berhembus malam itu, tapi tidak akan melewati celah dari jendela Anggi yang tertutup rapat. Hanyut dalam pikirannya soal Bass. Di balik mulut dan hatinya yang enggan mengakui kalau dia penasaran soal rasa, ada pikiran yang terpaut pada Bass.

Kalau Bass, sekarang memikirkan apa?

...♨♨♨...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!