Sinar mentari pagi mulai memaksa masuk. Tuan Louis duduk diranjang Marinka menunggu putrinya bangun. Tak berapa lama Marinka pun mulai menggeliat. Begitu
membuka maka dirinya terkejut mendapati papanya dikamarnya.
"Papa... ".
"Selamat pagi sayang.. Bagaimana tidurmu?". Tanya Tuan Louis lirih. Marinka tersenyum haru. Airmatanya tak terasa menetes.
"nyenyak papa.... Aku hanya merindukanmu ".
Tuan Louis langsung memeluk putri semata wayangnya itu.
" Maafkan papa... Maafkan.... Papa telah menyakitimu ". Tuan Louis memeluk erat putrinya. Dia pun ikut menangis. Marinka hanya mampu mengangguk.
" Bersiaplah Marvin menunggumu di depan. Kau harus segera kedokter. Bibi elly akan membantu". Katanya seraya mendaratkan kecupan dikening putrinya. Marinka tersenyum. Namun senyumnya sirna saat ayahnya meninggalkan kamar itu.
Sejujurnya dia masih marah pada Marvin. Tapi mau bagaimana lagi. Marvin memaksa mengantarkannya kedokter.
"menyebalkan......... ".
*****
Akhirnya mereka tiba diklinik. Bertemu dokter briyan sahabatnya.
" Astaga Marinka, kenapa baru kesini sekarang. Apa semalam kau bisa tidur? Aku tak yakin kau bisa tidur ". Kata Briyan sambil terus merawat luka di kaki Marinka. Marvin hanya terdiam menatap kedua sahabatnya itu. Karna memang sejak berangkat Marinka tak mau bicara padanya.
" Kau tidak lihat mataku. Semalaman aku menangis. Rasanya seperti mau patah. Seluruh tubuhnya rasanya lepas dari persendiannya". Kata Marinka menggerutu. Briyan hanya tersenyum kemudian melirik Marvin sekilas.
"Baiklah ini akan terasa sakit, bisakah kau menahannya. Berpeganglah pada sisi ranjang". Ucap Briyan menatap Marinka menunggunya bersiap.
"Briyan..... Kau bercanda?. Aku lelah menangis dari semalam". Wajahnya berubah pias. Marvin lalu mendekat menggenggam tangan Marinka yang mana membuat Marinka terkejut.
"Lakukan Briyan,... ". Ucap Marvin yakin.
" Tentu.. Harusnya semalam dia kesini. Ini mungkin akan sedikit menyakitkan ". Briyan menatap Marvin penuh arti. Marvin mengangguk setuju. Dan.....
Kregggggh.....
" auchhh..... " Marinka reflek menggenggam kuat kedua lengan Marvin. Marvin lantas membawanya kepelukannya. Sedangkan Dokter Briyan masih terus merawat kaki Marinka. Cengkraman Marinka semakin kuat menandakan dia amat kesakitan. Beberapa saat kemudian..Marinka terus mendesak kesakitan.
" Selesai..... ". Ucap Briyan sambil membereskan peralatannya. Marinka melepaskan dirinya. Matanya merah menahan tangis. Marvin lantas merapikan rambut Marinka di belakang telinga.
Kini mereka berdua terlihat kikuk setelah kejadian semalam.
Marinka turun dari ranjang dibantu Marvin. Kemudian duduk didepan dokter Briyan.
"Apa aku melewatkan sesuatu? ". Tanya Briyan sambil menahan senyumannya melihat kedua sahabatnya bergantian yang sepertinya saling menahan diri.
Biasanya mereka akan mencela satu sama lain. Marvin dan Marinka yang paham maksud pertanyaan itu lalu melotot kearah Briyan.
" Tidak.... ". Jawab mereka bersamaan. Membuat Briyan semakin terkekeh geli.
Marvin kemudian menatap kesembarang arah agar tidak bersitatap dengan Briyan. Sementara Marinka mendengus kesal.
"Hahahaha.... Baiklah... Baiklah aku mengerti. Aku resepkan obat untukmu. Sekalian untuk memar dan luka ditubuhmu ". Dokter tampan itu mulai meresepkan obat. Kemudian mendengus.
" Lakukanlah visum dan bawa lelaki brengsek itu kepenjara. Dia merusak wajah cantikmu, tubuhmu juga kakimu ".
" Tidak akan bisa, kau tau siapa keluarganya, yang ada aku hanya akan mempermalukan diriku sendiri. Lagi pula yang melukai wajahku dan kakiku adalah lelaki yang ber... Be.. Da.. ". Ucap Marinka penuh penekanan. Membuat Marvin salah tingkah.
Briyan melihat itu kemudian terkekeh. Menangkap cepat maksud ucapan Marinka
" ah iya... Aku mengerti.. Ternyata yang melukai kakimu lebih bertanggung jawab ". Ucapnya sambil melirik kearah Marvin dengan senyumnya yang menggoda.
" Cepatlah.. Aku ada meeting siang ini. Aku heran kenapa kau bisa jadi dokter. Kau dokter yang menyebalkan ". Gerutu Marvin lalu membawa Marinka yang juga menahan kesal pada Briyan yang terus menggodanya dari tadi. Briyan malah tertawa terbahak-bahak.
***
Setelah memasangkan sabuk pengamanan pada Marinka, Marvin bersiap mengemudikan mobilnya.
Tringgg....
Pesan masuk dari Briyan membuat Marvin berdecak dan menggerutu. Namun Marinka tak dapat mendengar apa yang diucapkan Marvin.
" Kau cocok bila menikah dengannya.. ". Tulis Briyan dengan emoticon love dibelakangnya.
" tunggu seminggu lagi, kau akan dapatkan undangannya ". Balas Marvin kesal dan melempar ponselnya ke atas dasboard.
Marinka hanya melirik sekilas. Tak mengerti dengan Marvin. Saat hendak menyalakan mesin mobilnya ponselnya kembali berdering.
Marvin berdecak lagi. Kemudian mengambil ponselnya.
" Aku serius.. Kalian saling membutuhkan dan saling bergantung satu sama lain hanya saja kalian tidak menyadari ".
" terserah kau saja.....!!! ". Balas Marvin langsung menjalankan mobilnya.
Mobil melaju cepat karna Marvin memang terburu-buru mengejar waktu meeting. Agar dia masih bisa beristirahat sebentar.
Hening.....
Hening....
Hening....
" Apa kau butuh sesuatu....? ". Tanya Marvin memecah keheningan. Marinka menggeleng.
" Kau tadi belum sempat sarapan bukan? Mau kubelikan sesuatu? ". Tawar Marvin.
" Tidak trimakasih ". Jawab Marinka singkat.
Drrrttttt..... Drrrttttt.....
Getaran ponsel Marvin memaksanya meminggirkan mobilnya.
"Ya Dania..... Aku sedang menyetir....".
"Apa kau dekat dengan jalan sekitar apartemenku?".
" Kenapa memangnya? ".
" Aku memasakkanmu sup ayam pedas kesukaanmu Mampirlah. Kau sendiri atau bersama siapa? Apa Leo bersamamu ".
" Aku.. Mmmm dengan temanku yang lain. Aku tidak bisa makan disana. Lain kali saja Dania ". Tolaknya halus.
Seketika Marinka tersenyum getir. Setakut itulah Marvin sampai dia berbohong.
Marvin menangkap aura ketidaksukaan dari wajah Marinka karna kebohongannya.
Marvin memijat pelipisnya. Kenapa hal yang biasanya mudah sekarang begitu sulit. Biasanya Dania tidak akan secerewet itu.
Dan biasanya Marinka adalah orang yang masa bodoh dan tidak sensitif. Apakah orang yang gagal menikah akan sesensitif itu...
Ah.. Entahlah... Dia benar-benar pusing memikirkannya.
" Ayolah Marvin... Aku sudah memasaknya untukmu ".
Marvin menghembuskan nafas kasar.
" Begini saja.. Simpan dalam kotak makan siang. Aku akan mengambilnya. 2 jam lagi aku meeting. Bagaimana? ".
" Baiklah aku menunggumu.... ".
Tut... Tut... Tut*...
" Apa kau keberatan jika kita ke apartemen Dania? ".
" Jangan lama ". Jawab Marinka singkat dan dingin. Marvin menghembuskan nafasnya berat. Sampai kapan Marinka akan mendiamkannya.
Mobil pun melaju menyusuri jalanan kearah apartemen Dania. Lima belas menit kemudian mereka sampai.
" Tunggulah sebentar.. Aku akan menyuruhnya turun. Agar kau tak perlu lama menunggu ".
" hmmm... ". Jawaban Marinka membuat Marvin kesal. Dia kemudian turun dan berjalan memasuki area apartemen Dania.
Sampai dilobby Marvin hendak menelepon namun dia terlebih dahulu menerima panggilan dari kekasihnya itu.
" Naiklah Marvin.. Aku malas turun. Cepatlah aku menunggumu".
Panggilan dari Dania membuat Marvin berdecak kesal.
****
Dania langsung berhambur memeluk Marvin. Marvin tersenyum kemudian mrndaratkan kecupan dikening Dania.
" Mana kotak makan siangnya?".
" Apa kau begitu sibuk hingga tak mau menemaniku makan? ". Kata Dania mencebikkan bibirnya.
" Bukan begitu Dania, dua jam lagi aku ada meeting. Aku tak mau terlambat. Ini meeting penting sayang ". Kata Marvin menjelaskan.
" Apa jangan - jangan kamu tadi bersama Marinka?". Tanya Dania curiga.
"Bagaimana kau bisa berfikir begitu. Astaga Dania ". Marvin kesal setengah mati. Marinka, Dania kenapa wanita-wanita ini menyebalkan.
" Kalau begitu temani aku 15 menit saja". Bujuk Dania.
"Aku harus siap-siap Dania. Aku tidak boleh terlambat ".
" Hanya 15 menit saja ".
" Baiklah 15 menit.... ". Kata Marvin setuju.
" mungkin Marinka juga tak keberatan. Toh ini hanya 15 menit". Batinnya.
Akhirnya Marvin pun tinggal. Mereka mengobrol sambil membuka foto lama mereka ketika berkunjung ke beberapa tempat, sambil memakan kudapan hingga membuat Marvin kenyang. Tak terasa 30 menit pun berlalu.
"Astaga... Ini sudah lebih dari 15 menit ". Marvin menatap arlojinya hendak beranjak pergi. Dania mulai menatap tak rela.
" Marvin aku masih merindukanmu. Dari aku datang kita belum meluangkan waktu bersama".
"Aku tau Dania, tapi aku tidak bisa menunda meeting hari ini ". Kata Marvin sambil mengusap kepala Dania.
" Apa nanti malam kau akan berkunjung? ". Kata Dania sambil memeluk Marvin.
" Aku rasa tidak, ada banyak hal yang harus aku lakukan ".
" Dasar Tuan sok sibuk. Baiklah hari ini kau kumaafkan. Tapi beri aku satu ciuman ". Katanya sambil berjinjit berbisik ditelinga Marvin. Marvin tampak berfikir.
" Baiklah... ". Jawab Marvin. Dania terkejut tak percaya. Biasanya Marvin akan menolak. Dania mulai mendekatkan bibirnya. Kemudian....
Cup.....
Marvin berubah fikiran lalu mencium puncak kepala Dania. Dania memasang muka kecewa sekaligus kesal...
"Selalu saja..... ".
" Tidak saat ini Dania.. Nanti ada waktunya ". Kata Marvin tersenyum sambil mengacak rambut panjang Dania. Dania memutar bola matanya jengah.
" huhhhh.. kau hidup dijaman apa Marvin". Gerutunya sambil melepaskan pelukannya.
"Zaman batu... ". Ucap Marvin terkekeh kemudian memeluk Dania.
" Aku takut tidak bisa menahan diri".
" Baiklah.. Baiklah.. Jangan lupa hubungi aku nanti ". Marvin melepas pelukannya kemudian tersenyum lalu buru-buru pergi.
Marvin teringat Marinka yang pasti sudah bosan menunggunya. Kenapa dia bisa lupa. Pasti setelah ini dia akan lebih marah lagi. Bahkan Marinka juga belum makan apa pun dari pagi selain beberapa teguk susu. Astaga kenapa dia bisa lupa. Marvin pun setengah berlari.
Begitu sampai di mobil Marvin terkejut.
" Marinka..... ".
**TBC
Minggu, 12 juli 2020**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Junaedi
poin u
2021-07-07
0
Ida
kabur ya 🏃🏃🏃
2020-08-25
0