16

“Ayahanda!!”

Luna seketika terkejut saat melihat Alverd ditusuk dengan pisau perak, dia yang baru saja sampai dan melihat kejadian tersebut membuat Luna diam membeku. Dia perlahan turun dan menapakkan kakinya ke tanah, Luna menghilangkan sayapnya dan berjalan ke arah Alverd yang tubuhnya mulai menguap. “Ayahanda,” gumamnya tak percaya.

“Luna.. kau, syukurlah kau baik-baik saja.”

Air mata mengalir begitu saya, Luna dengan tak percaya terus berjalan ke arah Alverd.

“Ah, Luna. Kau kembali? Aku tau kau sangat mencintaiku, setidaknya. Jangan pergi dalam keadaan lemah karena akan berbahaya bagimu,” kata Steward penuh percaya diri.

Luna menatap dingin Alverd yang telah berubah menjadi abu, mata merah darahnya tampak bergetar. Tangannya terkepal dengan sangat erat. “Siapa..” gumamnya.

“Apa? Ah, kau merindukanku ya? Tentu saja, aku ini sangat tampan. Jadi kemarilah dan peluk aku.” Steward merentangkan kedua tangannya dengan senyum manis.

Sedetik kemudian, sebuah kekuatan gelap yang membentuk tangan langsung mencekiknya dan menahannya di dinding. Steward kesusahan melepaskan dirinya, apalagi cekikan di lehernya semakin mengerat dan membuatnya merasakan sakit. Steward mungkin tidak akan mati meski kepalanya copot, tapi rasa sakit yang dialaminya akan melemahkan regenerasinya.

“Hei, apa semudah itu menghabisi orang lain?” tanya Luna pada Frenzy, pria itu tampak terkejut dengan kekuatan Luna yang pulih secara tiba-tiba.

“Kau.. bagaimana bisa kau--”

“Jawab!!” sela Luna dengan teriakan, dia menatap Frenzy penuh amarah. “Apa semudah itu bagimu untuk membunuh sesama Vampir?! Kenapa kau begitu keji pada sesama Vampir??”

“Luna, kau sama sekali tidak mengerti. Keluarga Arod dan keluarga Courn sudah memiliki dendam sejak lama dan sudah terjadi pembunuhan berkali-kali. Membunuh seorang Vampir lagi bukanlah masalah besar.”

“Bukan masalah besar?? Aku mengerti.” Luna menunduk, tangannya yang terangkat ke depan perlahan-lahan mengepal. Hal itu membuat cekikan di leher Steward semakin mengerat dan membuat pria itu semakin kesakitan, Luna kembali menatap Frenzy dengan tatapan dingin nan tajam. Dia menyeringai. “Menghabisi satu vampir lagi bukan masalah kan?” tanyanya dengan kepala memiring.

Frenzy menggertakkan giginya, tidak lama. Dia tersenyum. “Itu bukan masalah, jika kau menghabisi Steward. Itu artinya kita telah impas dan kita tidak perlu saling membunuh lagi.”

“Ayahanda, Anda..” Steward menatap tak percaya, teganya Ayahanda yang amat dia hormati mengorbankannya dengan mudah.

“Ini demi perdamaian kedua klan!” kata Frenzy dengan tegas.

“Heh, menarik.” Luna menyeringai. “Aku mengerti, aku akan menghabisi Steward agar kematian Ayahku tidak sia-sia.”

“Tentu, tentu. Setelah ini kita bisa menjalin persahabatan antara kedua klan,” kata Frenzy menjilat.

“Tentu saja.” Luna tersenyum manis, eskpresi wajahnya berubah datar saat menatap Steward. Dia mengepalkan tangannya sempurna, seketika kepala Steward terputus dari tubuhnya. Tubuh tanpa kepala itu tetap berdiri dan berusaha mencari kepalanya yang tergeletak di lantai. Luna mengarahkan tangannya ke Steward. “Phoe, telan dia!”

Seketika kekuatan merah padat keluar dari punggung Luna, kekuatan itu langsung menarik tubuh Steward masuk ke tubuh Luna. Begitu saja, kepala Steward yang belum tersambung mulai menguap dan menghilang. “Ah, sepertinya kematian yang kuberikan terlalu mudah. Sial, andaikan saja aku bisa membalikkan waktu!” gerutunya kesal.

“Jadi, perang di antara kita sudah selesai kan? Kita sekarang berdamai, kita berteman sekarang,” kata Frenzy yang tampak lega.

“Tentu saja, anggap ini sebagai hadiahku.” Luna lalu mengikat seluruh anggota keluarga Arod, semuanya kecuali Vivian. Dia menggunakan kekuatan gelapnya dan mengangkat mereka semua setinggi mungkin.

“Langit tampak indah dari atas, tapi kenapa kau tidak membawa Vivian??”

Luna tersenyum manis. “Lihatlah ke timur.”

Frenzy tampak kebingungan, namun dia tetap mengikuti ucapan Luna. Betapa kagetnya dia saat melihat matahari yang mulai muncul, Frenzy dan anggota Arod yang lain langsung meronta dan berusaha melepaskan kekuatan gelap yang mengikat pinggang mereka. Namun sia-sia, pada akhirnya. Mereka terbakar sinar matahari hingga tak tersisa sedikitpun.

Luna yang melihat hal itu menyeringai. “Aku baru sadar, teriakan kesakitan dan memohon dari mereka itu.. benar-benar berisik!” katanya kesal, dia mengorek telinganya. “Sial! Padahal aku ingin melihat mereka lebih tersiksa lagi! Tapi mereka malah hancur oleh cahaya matahari dengan mudah!” gerutunya.

“Kak Luna..”

Luna seketika tersadar, dia menoleh ke arah Vivian dengan raut penuh penyesalan. “Maaf, Vivian.” Kekuatan gelapnya mulai kembali masuk ke tubuhnya. “Aku tidak ingin menghabisi keluargamu, tapi mereka telah membunuh Ayahku. Dan bagiku, itu adalah dosa besar yang bahkan tidak bisa ditebus meski mereka mati berkali-kali.”

“Kak Luna, Vivian tidak mengkhawatirkan soal mereka.”

Luna yang amat sangat menyesal langsung tertegun, dia menatap Vivian yang tampak sangat khawatir.

“Vivian sangat khawatir pada Kakak, Vivian takut kakak memaksakan diri kakak saat tau Keluarga Courn menyerang Keluarga Arod. Justru seharusnya Vivian yang minta maaf.” Vivian menunduk. “Vivian minta maaf karena tidak bisa menghentikan Ayahanda dan membuat Tuan Courn terbunuh, maafkan Vivian.”

“Vivi, ini bukan salahmu.” Luna berjalan ke arah Vivian yang tampak terisak, dia memeluk gadis kecil itu. “Maaf, maaf karena aku tenggelam dalam amarah. Aku jadi melupakanmu, maafkan aku. Seandainya aku bisa mengontrol emosiku, aku tidak akan membunuh mereka. Maafkan aku, Vivian,” kata Luna dengan tulus, dia mengeluarkan kekuatan gelap yang memadat dan membentuk persegi empat di atas Vivian agar gadis itu tidak terkena cahaya matahari.

”Tidak, ini bukan salah kakak,” Vivian balas memeluk Luna dengan air mata mengalir tanpa bisa dihentikan. “Maaf, maaf karena Vivian Kak Luna jadi kehilangan seorang Ayah. Maaf..”

“Vivi, ini bukan kesalahanmu.”

“Maafkan aku, maafkan aku.. maafkan..”

Luna melirik Vivian yang tertidur dengan air mata yang masih mengalir, dia tersenyum tipis dan mengusap surai gadis itu. “Tidurlah yang nyenyak, Vivian.” Luna meringis kesakitan sambil memegang dadanya yang terasa nyeri.

“Nona Luna, apa Anda baik-baik saja??” tanya Seorang vampir dari keluarga Courn khawatir.

“Ya, aku baik-baik saja. Jangan keluar dari hutan karena matahari telah terbit!”

“Ba-ik, tapi bagaimana keadaan Anda?”

“Aku baik-baik saja! Aku hanya kehabisan energi, kembalilah ke kediaman Courn! Aku akan membawa Vivian ke sana.”

“Baik!” Mereka langsung berbalik dan berjalan pergi ke kediaman Courn, namun.

Alester masih diam di tempat dan menatap Luna yang tampak mengkhawatirkan Vivian, dia menatap datar. ‘Apa kau akan menjadi pemimpin selanjutnya??’

✯✯✧✯✯

“Nona Luna, apa Anda baik-baik saja? Saya dengar Anda diculik oleh keluarga Arod!” kata seorang gadis sebaya Luna, dia tampak sangat khawatir.

“Aku baik-baik saja, Almora. Bukankah kau seharusnya berada di samping Nona Saintess. Kenapa kau pulang?”

“Maafkan saya, Nona. Tapi saya sangat khawatir pada keselamatan Anda, itu sebabnya saya meminta izin untuk segera pulang.”

Luna berhenti melangkah dan membuat Almora ikut berhenti. “Aku tidak selemah itu, ini. Tolong rawat Vivian, aku akan mengurus soal siapa yang akan jadi pemimpin sementara menggantikan Ayahanda.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!