3

“Terima kasih sudah mengizinkanku untuk mengambil cuti selama tiga hari, Nona Saintess.”

“Tidak apa-apa, Luna.” Emily tersenyum. “Aku tau kau pasti bosan dengan pekerjaan yang selalu sama, jadi berisitirahatlah dan tenangkan pikiranmu. Soal Cristy, jangan memasukkan ucapannya dalam hati ya, dia memang orang yang suka curigaan. Dia itu sebenarnya pelayan Kardinal, makanya dia selalu curiga dengan orang-orang baru. Meski sebenarnya kau sudah tinggal di sini selama setahun lebih.”

Luna terkekeh kecil. “Saya mengerti dengan perasaan Kak Cristy, dia sangat menyayangi Nona dan ingin melindungi Nona dengan segenap jiwanya. Itu sebabnya dia bersikap begitu, saya sangat mengerti, jadi Nona tidak perlu tidak enakan begitu.”

“Terima kasih, aku senang bisa berteman dengan orang sebaik kau.”

“Anda terlalu berlebihan, Nona,” kata Luna tidak enak. “Ah, sepertinya sudah mulai siang. Saya akan pergi, saya akan segera kembali tiga hari lagi.”

“Iya, berhati-hatilah di jalan.” Emily melambaikan tangannya.

✯✯✧✯✯

“Selamat datang kembali, Nona Luna.”

Beberapa pelayan wanita dan pelayan pria membungkuk hormat di dalam mansion.

Luna tak mempedulikan mereka sama sekali, dia celingak-celinguk mencari seseorang. “Di mana Ayahanda?”

“Tuan besar sedang berada di ruang kerjanya, Nona.”

Luna hanya ber-oh ria, dia berjalan pergi menaiki tangga.

“Apa kami perlu membawakan sesuatu?” tanya seorang pelayan memberanikan diri.

“Siapkan makanan ringan untuk Phoe, dia sudah lama tidak mendapat makanan lezat dan aku membutuhkan darahnya. Jadi siapkan secepat mungkin.”

“Saya mengerti, saya akan menyiapkannya secepat mungkin.”

Luna berjalan menaiki tangga dengan acuh tak acuh. ‘Sudah 1 tahun.. untungnya tidak ada yang berubah dari kediaman ini, hanya saja...’ Dia menyeringai. ‘Sepertinya kedua saudaraku itu mulai mencari kesenangan sendiri, yah terserah saja sih. Asal mereka tidak menganggu makananku.’ Rautnya berubah datar. ‘Kalau kalian berani menyentuh makanan yang kuawetkan, maka kalian akan habis dengan tanganku sendiri!’ Luna tersenyum, dia meregangkan otot bahunya. “Ah~ melelahkan sekali.”

✯✯✧✯✯

“Maaf mengganggu Anda, Nona Luna. Tapi Tuan Besar ingin Anda segera menemuinya,” kata seorang Pelayan disertai ketukan pintu.

Luna yang tengah bermalas-malasan di atas kasurnya menoleh, dia berdecak dan berguling-guling. “Beritahu pada Ayahanda, aku sangat kelelahan dan sedang tertidur sekarang.”

“Tapi.. Tuan Besar ingin Anda bertemu dengan Tuan Muda Charles dan Tuan Muda Alester.”

Luna langsung bangun dari tidurnya, dia menatap ke arah pintu. “Kedua orang itu juga ada di ruangan Ayahanda?”

“Benar, Nona.”

Luna terdiam sesaat, dia tampak menimbang-nimbang keputusannya. Tidak berselang lama, seringai misterius terbit di wajahnya. “Aku akan segera menemui Ayahanda.”

✯✯✧✯✯

Pelayan yang berjalan beriringan dengan Luna mengetuk sebuah pintu besar dengan ukiran aneh, lorong di belakang keduanya tampak suram. “Tuan Besar, Nona Luna ada di sini.”

Awalnya, tidak ada balasan. Namun sedetik kemudian, terdengar suara dari dalam. “Bawa dia masuk.”

Pelayan itu membuka pintu dan mempersilahkan Luna masuk sebelum kembali menutup pintu.

Dengan ogah-ogahan, Luna melangkah maju dan menatap tiga pria tampan yang terlihat hampir seumuran. Dia berhenti di depan pria yang tengah duduk di balik meja dengan berkas menumpuk.

“Di mana sopan santunmu!” kata seorang pria merah maron dengan sedikit membentak, dia Charles Courn. Kakak kedua Luna.

“Hentikan, Charles. Kau tidak boleh membentak adikmu,” kata pria yang berada di balik meja, dia Ayah ketiga kakak-beradik itu. Alverd Courn(Pemimpin klan Vampir).

Sementara pria yang duduk di sebelah Charles hanya melirik sebentar sebelum kembali menutup mata sembari bersedekap dada, Alester Courn. Kakak tertua.

Charles tidak bisa membantah, dia hanya bisa berdecak sambil membuang muka ke arah lain.

“Ayahanda, ada apa memanggil Luna kemari?” tanya Luna dengan senyuman manis.

“Duduklah Luna.”

Luna duduk di sofa tunggal berhadapan langsung dengan kedua kakaknya.

“Ayah mengumpulkan kalian berdua kemari untuk memutuskan siapa yang akan menjadi penerus Ayah di masa depan.”

Alester membuka matanya, dia menatap sang Ayah sama seperti Charles. Sementara Luna, gadis itu tampak sibuk dengan dunianya sendiri.

“Ayahanda, bukankah Ayahanda sudah setuju untuk menjadikan Kak Alester sebagai pewaris?” tanya Charles kebingungan.

“Ya, aku memang menunjuk Alester sebagai calon pemimpin menggantikanku, tapi. Setelah aku berunding dengan para tertua klan Vampir. Mereka setuju untuk mengubah Calon pemimpin menjadi Luna.”

“Apa??” tanya Charles dan Alester bersamaan.

Luna pun tampak terkejut meski tak mengeluarkan sepatah katapun, dia menatap Alverd datar. ‘Kenapa Ayahanda tiba-tiba menjadikanku calon pemimpin? Dia tau kalau aku benci posisi itu.’ Luna memicingkan matanya. ‘Lalu kenapa Ayahanda--’

“Ini tidak adil Ayahanda!” Alester berdiri dari duduknya, dia menunjuk Luna. “Bagaimana bisa gadis tengik itu menggantikanku menjadi Calon pemimpin! Aku tidak terima ini!”

“Hey, aku juga tidak mau posisi ini,” kata Luna dengan raut dingin, dia berdiri dari duduknya dan menatap Alverd. “Maaf, Ayahanda. Tapi aku tidak bisa menerima posisi ini, Ayahanda tau aku benci posisi ini. Jadi maaf karena aku tidak bisa menerimanya.”

Alverd memijat pelipisnya. “Luna, Ayah tau apa maksudmu. Tapi ini keputusan dari pada Tetua, Ayah tidak bisa membantah dan kau pun sama.”

Luna menatap datar, dia berbalik dan berjalan keluar dengan kesal. Luna membuka pintu dan membantingnya dengan keras.

“Ayahanda, aku-”

“Cukup, Alester!!” sela Alverd tegas, dia memijat pelipisnya dan membuat suasana menjadi sunyi. Tidak sampai satu menit, Alverd menghela napas. “Kalian keluarlah.”

“Tapi--”

“Ayo kak, percuma memberitahu Ayahanda,” sela Charles sambil menarik tangan Alester.

Saat tersisa Alverd, pria itu tampak menghela napas. ‘Bagaimana aku harus menjelaskannya pada kalian??’ Dia mengusap wajahnya kasar. ‘Tahta pemimpin ini bukanlah milik Ayah, dan jika Ayah memberikan tahta ini pada kalian, maka Ayah akan berlaku tidak adil pada Luna. Karena sejak awal, tahta ini adalah milik Luna.’

✯✯✧✯✯

“Luna!”

Luna yang tengah meminum teh meletakkan cangkir di atas meja dan menoleh ke arah Alester yang berjalan ke arahnya dengan raut penuh amarah, dia tersenyum. “Ah, rupanya kakakku tersayang. Apa kau perlu sesuatu?”

Alester berdiri di sampingnya dan menatapnya penuh kebencian. “Beraninya kau mencoba mengambil identitasku sebagai pemimpin selanjutnya!”

“Ng? Mengambil identitasmu?” Luna tertawa kecil, dia menatap Alester penuh hina. “Sejak kapan aku menginginkannya? Bukankah itu keinginan Ayahanda dan para Tetua?” Dia berdiri dari duduknya dan menatap remeh Alester. “Coba tebak, kenapa aku yang dipilih sebagai calon pemimpin?? Itu karena aku lebih kuat darimu.” Luna mendekat dan berbisik. “Jika kau ingin mendapatkan identitas itu lagi, maka kalahkan aku.” Dia menjauh. “Ah, tapi.. mustahil untukmu mengalahkanku, jika bukan karena sihirku. Kau pasti tidak akan bisa berjalan keluar di sekitar kediaman, benar kan?” Luna menutup mulutnya dengan senyum miring. “Jika kau benar-benar ingin mengalahkanku, maka kau seharusnya bisa bertahan di bawah sinar matahari. Bo~doh.”

(✯✯✧✯✯)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!