source : pinterest ( SOLA ANASTASIA )
Desa Natsu, Musim Panas, tahun 2000
'PRAAANNG'
Semua gelas dan piring berserakan dilantai. Seorang gadis kecil bersimpuh dilantai sambil sesenggukan, rambutnya terlihat berantakan dan lengan bajunya pun sobek.
Seorang wanita paruh baya berdiri dihadapannya dengan sebilah rotan, matanya merah dan keringat menetes di pelipisnya.
"Kurang ajar kau. Memangnya kau punya uang? Kenapa kau masuk ketempat les mahal itu? Kau mau mempermalukan ku, huh? Kau lihat ayahmu itu hanya seorang buruh angkut dan kerjanya hanya mabuk-mabukan. Bisa-bisanya kau berlagak seperti orang kaya, huh" maki orang itu.
"Hiks. Hiks. Aku diajak Malvin. Aku hanya ikut-ikut saja. Hiks hiks, maafkan aku. Bu" tangis gadis itu.
"Dasar kau. Rasakan ini" Wanita itu terus memukuli betis gadis itu hingga menimbulkan garis-garis merah memar. Gadis itu terus menangis dan memohon ampun pada ibunya.
Tapi apalah daya. Tak ada siapapun di dunia ini yang mendengar jeritan gadis kecil itu.
"Sola! Kau kenapa?!" tanya Malvin. Sola mempercepat langkahnya dan mengabaikan Malvin. Ia takut oleh ancaman ibunya kemarin.
"Sola!" teriak Malvin bingung.
"Woi. Malvin! Kenapa kau masih mau berteman dengan anak perusuh itu?" teriak seorang teman sekelas Sola. Sola mengepalkan kuat tangannya.
"Hahaha. Benar sekali. Anak miskin seperti dia tak pantas sekolah disini" teriak yang lain.
"Ya. Terima ini." seorang melempari Sola batu-batu kecil. Sola pun langsung lari. Malvin menatapnya iba. "Hei kalian. Hentikan." teriak Malvin.
"Oh Malvin ternyata pacar Sola. Makanya dia selalu membelanya."
"Hahahaha. Malvin pacar Sola. Malvin pacar siMiskin Hahaha" sorak yang lain.
Malvin mengumpat kesal dan berlari meninggalkan mereka.
"Sola. Kenapa kau menghindariku?" keras Malvin. Sola berhenti dan berbalik.
"Jangan ganggu aku lagi. Aku bukan temanmu, Malvin" teriak Sola.
"Tapi, kenapa?"
"Karena aku berteman denganmu aku jadi semakin menderita. Lagipula aku ini sudah dicap sebagai anak Perusuh jadi aku tidak pantas punya teman"
"Jangan berfikir seperti itu. Jangan dengarkan mereka. Mereka bisanya hanya melihat dan mengolok. Aku mau menjadi temanmu sampai aku mati. Aku janji itu"
Sola menangis. Selama ini ia tak pernah mendapat ucapan tulus dari seseorang, mengingat latar belakang keluarganya yang sangat berantakan. Tapi, Malvin adalah orang berbeda, ia selalu mengejar Sola untuk menjadi temannya, tak peduli ia ikut dibully atau apapun.
Dan ini justru membuat Sola takut, ia lebih takut jika Malvin akan terluka karenanya.
"Apa aku bisa percaya padamu?!" tanyanya.
"Tentu saja. Aku selalu memegang ucapanku" yakin Malvin.
"Maafkan aku, tapi aku tidak mau punya teman sepertimu" Sola menghapus air matanya dan pergi.
"Sola!" teriak Malvin, mengejar Sola.
"Sudah kubilang aku tidak mau menjadi temanmu" teriak Sola sambil mendorong Malvin hingga Malvin terjatuh. Malvin menatapnya sedih, dan tiba-tiba ada darah keluar dari hidungnya, membuat Sola jadi panik. Apalagi saat Malvin tiba-tiba pingsan.
Teman-temannya mulai berkerumun melihat Malvin, tak lama kemudian, beberapa guru datang dan membawa Malvin kerumah sakit.
Dua hari kemudian...
Suasana berkabung dirumah keluarga Malvin. Ayah dan Ibu Malvin terlihat menangis disamping altar. Banyak orang datang untuk turut berduka cita.
Sola dan Ibunya pun datang.
"Eh Itu Sola" teriak salah seorang teman almarhum.
Sola meremas tali pinggang gaunnya saat ini. Ayah dan Ibu Malvin menatap kearah mereka dan langsung menghampiri Sola.
"Kenapa kau melakukannya? Kenapa putraku? Kenapa?" teriak Ibu Malvin sambil mencengkeram pundak Sola dengan air mata berurai. Semua mata pun tertuju pada mereka.
"Cepat kembalikan putraku! Cepat! Dia adalah anak yang baik. Dia tidak pernah salah!"
"Apa yang Nyonya katakan Sola tidak melakukan apa-apa. Putra nyonya saja yang terus mengejarnya" bela Ibu Sola. Sola hanya menangis.
"Tidak jika putrimu yang terkenal sebagai pembawa sial itu tidak menggodanya"
"Putriku bukan orang seperti itu"
"Sudah Bu, ayo pergi" Sola menarik-tarik tangan Ibunya.
"Sebaiknya kalian pergi dari sini" usir Ayah Malvin.
"Tentu saja aku akan pergi. Tapi ingat, putriku bukanlah pembunuh" emosi Ibu Sola yang langsung menarik tangan Sola.
"Jangan pedulikan mereka. Mereka hanya lalat yang terus berdengung tak berguna"
Sola masih sempat melihat foto Malvin didepan altar dengan sedih dan penuh rasa bersalah.
...----------------...
"Pergi kau Pembunuh! Kau tak berguna! Pergi Kau!" semua orang seakan mengecam Sola. Bahkan Sola harus membiarkan rambut panjangnya tergerai menutupi seluruh wajahnya. Ia takut dengan mereka semua.
Terkadang ia tak kuat untuk menjalani hidupnya yang seperti ini. Ia ingin bunuh diri. Tapi setiap kali mengingat Malvin ia pasti akan takut melakukannya. Ia takut jika disana ia akan bertemu Malvin dan Malvin akan marah padanya.
Hingga akhirnya, ia dan keluarganya pun pindah dari kota itu.
Namun, bukannya kehidupannya lebih baik, tapi malah keluarganya semakin terpuruk. Ayahnya semakin sering mabuk-mabukan dan memukuli ibunya. Padahal ibunya sudah sangat lelah bekerja seharian untuk makan keluarganya. Belum lagi kakaknya yang sudah lulus sekolah itu sering kali dikejar polisi karena ketahuan mencuri.
Disekolah barunya ia pun tetap dikenal sebagai anak keluarga berandalan. Membuatnya semakin tertutup dan tak memiliki teman.
"Sola" panggil Ibunya. Sola hanya diam dan menghampirinya. Ibunya melihat beberapa memar ditubuh anaknya itu. "Apakah masih sakit?" ucapnya sambil memegang memar itu. Sola kaget dan mendesis menahan sakit.
"Kenapa kau tidak melawan mereka jika mereka memperlakukanmu seperti ini?" tanya Ibunya. Sola tetap diam. "Bagaimana kau akan menjalani hidupmu dengan baik jika kau takut dengan mereka?" tambahnya.
"Tunggu sebentar" Ibunya masuk kedalam kamar, dan keluar lagi membawa sebuah kotak. Sola hanya menatapnya.
"Ini baju bayimu, dan sebuah surat yang ditinggalkan orang tuamu" Ibunya menunjukkan isi kotak itu. Sola melihatnya lalu menatap Ibunya seolah bertanya apa maksudnya.
"Iya. Kau bukan putriku. Aku menemukanmu di dekat jembatan saat aku pulang bekerja dulu. Karena kasihan aku merawat mu" ujar Ibunya sambil memandang ke arah lain.
Sola meneteskan air matanya. Kenyataan apa lagi ini.
"Aku tahu, aku tidak bisa merawatmu dengan baik, dan kau sangat kesusahan sampai sekarang. Tapi aku senang bisa memiliki putri seperti dirimu"
Ibu Sola menahan air matanya.
"Aku tidak tahu kenapa orang tua kandungmu tega meninggalkanmu disana, tapi jangan pernah menyalahkan mereka atau bahkan menyalahkan dirimu sendiri. Kau berhak hidup, kau berhak memiliki kisah yang bahagia. Tapi maaf aku tidak bisa memberikan itu"
Sola menggenggam erat baju bayi dalam kotak itu dan menatap Ibunya.
"Nanti, paman Dean akan menjemputmu, kau akan ikut bersamanya ke tempat yang lebih baik" ucap Ibunya lalu pergi meninggalkan Sola. Tepat saat itu Paman Dean sudah datang dan menghampiri Sola.
"T-tidak Bu, aku tidak ingin pergi" teriak Sola. Paman Dean menarik tangannya, "Patuh Sola, kamu akan mendapat kehidupan yang lebih baik" ucap Paman Dean. Sola masih memberontak, namun tubuh kecilnya tak berdaya melawan Paman Dean. Ia pun berhasil dibawa masuk kedalam mobil.
"Ibu! Jangan membuangku Ibu! Aku akan patuh!" teriaknya diantara tangisnya.
'Hiks. Semua orang ingin membuangku. Bahkan orang tuaku sendiri'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments