source : pinterest ( DAVID CLARK )
Reinald kembali ke kedai jus Cera, dan membawakan tomat ceri lagi. Ia mengingat kejadian kemarin, bahwa Cera tengah berpelukan dengan seorang pria. Ia memang tidak tahu hubungan mereka, tapi kelihatannya mereka cukup dekat. Ah, ia tahu tak ada gunanya mengira-ngira.
'TRING'
"Selamat datang" sapa Bella yang saat itu sedang menjaga kedai. Reinald hanya tersenyum dan meletakkan paper bag berisi tomat ceri yang di bawanya. Reinald melihat sekeliling mencari keberadaan Cera, namun nihil, mungkin dia sedang pergi. Malahan ia melihat sebuah post card yang ia gambari wajah Cera saat membeli buah di Sean dulu, tertempel di papan dekat kulkas. Ia tersenyum kembali
"Ada yang bisa dibantu?" tanya Bella yang mengikuti arah pandangan Reinald sejak tadi. Reinald yang baru sadar langsung duduk di kursi depan counter. "Avana Milkshake satu" ucapnya.
"Okay. Kakak suka manis tidak?" tanya Bella. "Uhm, sedikit saja cukup" jawab Reinald.
"Kenapa?" tanya Bella sedikit nada menggoda. Bagaimana tidak, ia sudah cukup jatuh hati pada pandangan pertama sejak Reinald masuk ke dalam kedai. Mau di bilang seorang petani pun wajahnya yang tampan patut berada di jajaran artis, atau boyband yang lagi marak di negeri ginseng.
Memahami kode Bella, Reinald terkekeh. "Sedikit saja cukup, toh di tambah lihat kamu juga akan semakin manis" ucapnya, tak lupa mengedipkan matanya. Pipi Bella langsung memerah, kalau boleh pingsan, mungkin ia akan langsung pingsan disana dan di tangkap oleh Reinald sebelum jatuh ke lantai.
"Ehem. Gulanya tumpah itu" interupsi Cera yang tiba-tiba muncul dari belakang. Menyadari kesalahannya Bella langsung mengelap meja, ia hanya meringis.
Reinald terkekeh, sudah lama ia tak menggunakan jurus pria tampannya. Ya, setidaknya ia cukup senang bisa melihat Cera saat ini.
"Bukankah kau? Pemasok buah di Sean?" tanya Cera.
"Ahahaha sebenarnya petani" jawab Reinald sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Eh? Bohong ya? Masa wajah setampan ini adalah seorang petani" sahut Bella tak percaya. Ia menyerahkan segelas minuman yang di pesan Reinald. "Nah, tidak terlalu manis" ucapnya.
"Hmn, benar juga ya, dengan modelan wajahmu itu bagaimana kau menjadi petani? Kenapa tidak jadi model saja?" gumam Cera. Bella mengangguk setuju.
"Okay. Makasih" ucap Reinald pada Bella. Ia terkekeh mendengar ucapan Cera. "Ya, mungkin kameranya akan terbakar kalau memotretku" candanya.
"Terbakar? Kalau kamera yang memotret wajahmu terbakar, apa jadinya kalau aku yang di potret? Meledak, begitu?" gerutu Bella yang tidak terima dengan ucapan Reinald itu. Cera dan Reinald tertawa mendengarnya. Reinald mengingat membawa tomat ceri untuk Cera, ia pun memberikannya. "Ah ya, ini untukmu"
"Eh? Ini?" Cera melihat kedalam kantong, "Tunggu . Berarti yang kemarin?" tanyanya. Reinald mengangguk.
"Lalu kenapa kau pergi begitu saja?" tanya Cera lagi. "Kau bahkan memberikan pot tanaman juga" tambahnya.
"Eh? Dia yang kak Daniel maksud fansmu? Berarti yang menggambar wajah kakak juga kakak ini?" tanya Bella bertubi. "Huwaaahhh" ia memandang takjub Reinald.
Reinald lagi-lagi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ahahah. aku tidak sehebat itu. Kebetulan saja" ucapnya. "Dan maaf kemarin aku buru-buru jadi tidak sempat memberikannya secara langsung. Ehehe"
"Duh. Ini sih paket komplit ya, sudah tampan, tinggi, baik hati, romantis, humoris juga, dan pekerja keras. Aku mau dong jadi istri kakak" Bella sepertinya sudah benar-benar jatuh cinta oleh pesona Reinald.
"Ehehe. Maaf, tapi hatiku sudah ada yang memiliki" jawab Reinald dengan senyum garing.
Cera menahan tawanya. Bella sepertinya telah putus harapan.
"Sudah. Sudah" ucap Cera. "Sebenarnya kamu kenapa memberi tomat ceri ini dan juga pot tanaman yang harus ku rawat?"
"Oh. Tidak ada alasan. Aku hanya tertarik denganmu sejak pertama kali bertemu. Dan tanaman itu, kurasa karena kau memang menyukai merawat tanaman jadi aku hanya ingin menghadiahkannya saja" ujar Reinald.
Cera merasa agak aneh, bagaimana Reinald begitu mengenalnya, ia merasa tidak pernah bertemu dengannya, meski ia merasa tidak asing dengan nama itu. "Bagaimana kau bisa begitu memahami kesukaanku? Jangan-jangan kau penguntit?" tebak Cera.
Reinald yang tengah meminum jusnya hampir tersedak. Penguntit? Apakah iya? Meski ini cukup lama sekitar 7 tahun mencari keberadaan Cera, tapi julukan penguntit sepertinya sedikit keterlaluan. "Eheh. Itu terlalu berlebihan, bukan?" ucapnya.
"Ahahha. Maaf. Aku tidak bermaksud seperti itu" Cera sedikit menyesali ucapannya.
"Aku memang agak kecewa mendengarnya. Dulu aku sedikit membenci tanaman, karena ayahku di desa selalu menyuruhku menabur pupuk yang baunya tidak enak. Tapi ada seseorang yang tiap hari memetik tomat ceri di ladang ayah. Aku jadi menyukai tanaman karenanya"
Cera merasa tidak asing dengan cerita Reinald. "Siapa nama ayahmu?" tanyanya.
"William Kleiner"
"Hoooo... Kau! Hidung Tomat Reinald itu" Cera menebak, dan takjub dengan apa yang di lihatnya. Reinald mengangguk, akhirnya Cera mengingatnya meski harus di pancing lebih dulu.
...----------------...
Thera masih mengikuti taxi yang membawa adiknya itu. Melihat sekeliling dan familiar dengan jalanan itu. "Tuh kan, dia tidak lupa jalan pulang. Waah aktingnya benar-benar patut di beri piala oscar" gumam Thera dan terkekeh setelahnya.
Dan benar saja, taxi yang membawa Sola berhenti di depan rumah Cera. Sola turun dan memandangi rumah di hadapannya. Melihat banyak tanaman hias yang indah sangat jelas pemilik rumah adalah orang yang terampil. Bahkan aura sebuah keluarga yang harmonis begitu terasa walau ia masih berada di luar pagar.
Thera yang juga sudah sampai langsung memasukkan mobilnya ke garasi, lewat jalan samping. Ia melihat adiknya masih berdiri di luar pagar seperti orang linglung.
"Cera! Kau serius amnesia?" teriak Thera yang membukakan pintu pagar dan menatap adiknya itu penuh tanya.
"Lhoh? Kok disini?" bingung Sola melihat pria yang sok kenal dengannya tadi sudah ada di rumah itu. 'Apa mungkin?' batinnya.
Dengan ragu ia melangkah masuk ke dalam rumah. Dan Thera merangkulnya, meski ia menolak. "Ayo masuk dulu" ajak Thera. Thera membuka pintu rumah, dan Sola memandang sekeliling begitu asing, namun ia merasa bahagia, ada banyak foto terpajang di dinding, foto seorang yang mirip sekali dengan dirinya, dan juga banyak foto pria di sampingnya, mungkin juga ia saudaranya.
"Lhoh, Cera kau sudah menutup kedaimu?" tanya seorang wanita yang baru datang dari arah dalam. Wanita yang terlihat begitu sabar dan penyayang dari sorot matanya. Ia benar-benar ingin menangis sekarang. "Ibu?" ucapnya pelan.
"Ehh. Ada apa denganmu? Penampilanmu juga berbeda" ucap Nyonya James yang menghampiri Cera. "Hmn dia agak aneh hari ini Bu" sahut Thera. Sola menggenggam erat tangan ibunya itu.
"Ibuu!!! Hari ini aku ingin makan sup i....ga" Cera yang baru datang ternganga dengan apa yang di lihatnya, begitu pun Thera dan Nyonya James.
"Kau?" Cera menunjuk Sola.
"Kau?" Sola pun menunjuk Cera.
"Bagaimana kalian bisa mirip sekali? Aku bahkan mengira tadi..." Thera masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Nyonya James langsung memeluk Sola erat, "Putriku" ia menangis bahagia. Cera dan Thera saling berpandangan.
"Ibu" ucap Sola yang kini sudah tidak bisa menahan air mata bahagianya.
"Dia adalah putriku, dia saudara kembar Cera. Putriku kau kembali" Nyonya James tak bisa menahan perasaannya.
"Hwah. Ini keajaiban. Aku punya adik baru"
"Aku punya saudara kembar. Wah ini seru sekali"
Cera dan Thera ikut bahagia. Mereka berempat berpelukan.
"Siapa namamu?"
"Sola. Sola Anastasia" ucap Sola diantara tangisnya.
"Selamat datang Sola"
Kekhawatiran Sola seakan runtuh. Mereka semua menanti kehadirannya. Apakah ia akan benar-benar merasakan kebahagiaan baru?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments