"Senior Sola! Kau tidak apa-apa?" tanya Mark, salah seorang kru di devisinya. Sola mengangguk.
"Eh? Lipstikmu itu, apakah kau? Oh? Waahhh, Senior? Kau punya pacar?" antusias Mark. Sola segera mengambil cermin, dan merapikan lipstiknya, lalu menatap sengit pria itu, "Jangan berpikir yang aneh-aneh" ucapnya lalu pergi.
"Wah, wajahmu terlihat merah. Aku tahu kalau kau jatuh cinta. Waahhh, ini berita besar"
"Diamlah Mark. Jika kau menyebarkan berita itu, maka aku akan memindahkanmu ke devisi keamanan"
"Ah, jangan seperti itu. Lagipula ini kan berita bahagia. Kenapa kau malah mengancamku?"
"Karena mulutmu itu adalah ancaman besar bagimu" Sola masuk ke dalam lift yang baru saja terbuka, diikuti Mark yang memegangi bibirnya sambil berpikir, apakah benar mulutnya itu adalah ancamannya. "Aku sungguh tidak paham" gumamnya. Sola meliriknya lagi.
"Ah baiklah. Aku akan diam" kata Mark sambil menunjukkan isyarat meresleting mulutnya.
"Sudahlah. Apakah Produser Chris sudah datang?" tanya Sola.
"Sepertinya belum. Tadi aku di hubungi agar menyiapkan data yang akan di gunakan rapat, semua ada di dalam tasku, eheh"
"Baguslah" Sola mengangguk, hingga sebuah pesan masuk. Ia mengernyitkan kening, dan membalas pesan itu.
...****************...
"Cera. Mau ayah antar ke kedai?" Tuan James yang baru selesai merapikan bajunya di kamar, melirik putrinya yang tengah menghabiskan sarapannya.
"Hm, ayah tidak ke pasar hari ini?" tanya Cera. Tuan James keluar kamar dan tersenyum, "Sudah ada Juan yang menggantikan pekerjaanku, jadi aku sedikit santai" ujarnya.
"Baiklah. Aku siap-siap dulu" Cera begitu bersemangat, ia memasukkan sisa rotinya ke dalam mulut, dan bergegas mengambil jaket dan tasnya. Tuan James kembali tersenyum dengan sifat putrinya yang satu itu.
Nyonya James yang sedang memilah pakaian untuk dicuci, menatap suaminya dengan kesal. Bagaimana bisa ia begitu tidak adil pada kedua putrinya, terlebih putrinya Sola sudah mengalami kehidupan yang jauh dari keluarganya.
"Ibu! Aku berangkat" teriak Cera.
"Hati-hati!" ucap Nyonya James. Tuan James melirik istrinya, yang langsung memalingkan wajah, pura-pura fokus dengan pekerjaannya. Ia menyadari bahwa istrinya itu pasti marah dengan sikapnya, tapi ia pun tak punya pilihan lain. Ia mengikuti Cera.
"Ayah. Kenapa kemarin ayah tidak ikut makan bersama, padahal ayah begitu semangat awalnya? Apa ayah sakit?" tanya Cera yang penasaran sejak kemarin. "Bahkan ayah tidak bertemu Sola" tambahnya.
Tuan James terdiam sejenak, "Jadi, bagaimana menurutmu tentang wanita itu?" tanyanya.
"Wanita itu? Hei Ayah, dia itu juga putri Ayah, dia saudara kembarku, kenapa ayah memanggilnya wanita itu?" Cera tak percaya dengan sikap ayahnya itu.
"Baiklah, bagaimana menurutmu tentang Sola?" Tuan James memperbaiki ucapannya.
"Sola, dia itu hebat sekali, dia seorang pembuat lagu yang sukses, namanya cukup terkenal di internet, tapi ia tak pernah memposting wajahnya. Itu sangat keren bukan? Dia sangat baik, sopan dan pokoknya keren sekali. Aku bahkan sangat bahagia bisa memiliki seorang saudara yang luar biasa" kata Cera penuh semangat. Tuan James hanya memasang wajah datarnya.
"Jadi, Ayah harus bertemu Sola. Aku akan menelponnya sekarang, kita makan siang bersama di kedai" Cera segera mengambil ponselnya.
"Ah, maafkan Ayah, Cera. Sepertinya ayah melupakan sesuatu di pasar. Dan Juan tidak bisa menanganinya" kata Tuan James, sangat jelas sekali jika ia ingin menghindari bertemu Sola. Cera menatap ayahnya dengan penuh tanya. "Ah, baiklah" ucapnya sedikit sedih.
Tak berapa lama, mereka sampai di kedai Cera, dan Cera pun turun. Ia melambaikan tangan kepada Ayahnya hingga mobil itu menghilang di tikungan.
"Hah, Sebenarnya kenapa ayah selalu menghindari Sola. Aneh sekali" gumamnya.
"Kak Cera! Kenapa kau melamun?" kejut David yang datang dengan sekeranjang buah.
"Kau mengagetkanku saja" kesal Cera.
"Maaf. Maaf. Lagian kau bengong di pinggir jalan seperti orang gila"
"Kau yang gila. Ayo masuklah" kata Cera. David terkikik dan mengikuti wanita itu. David segera meletakkan buah-buahan yang dibawanya kedalam kulkas. Sedangkan Cera terlihat menyirami tanaman yang ada di dekat etalase.
"Bukankah itu tanaman tomat?" tanya David.
"Kau benar, kurasa ini tomat ceri" ucap Cera.
'BRAAKKK'
Tiba-tiba ada suara di ruang belakang kedai. Cera dan David segera masuk dan melihatnya.
"Astaga!" Pekik Cera yang tak percaya dengan apa yang di lihatnya. David pun menganga dengan pemandangan itu.
Bella dan Simon tidur berpelukan di kasur lantai, dan beberapa kaleng kosong serta sampah lainnya berserakan di sana.
"Bella!" teriak Cera.
"Woi! Simon!" teriak David.
Keduanya mengerjap beberapa kali, mencoba mengumpulkan nyawa. "Kak Cera? David?" gumam Bella.
"Kenapa kalian disini?" gumam Simon yang belum sadar sepenuhnya.
Bella terbelalak kaget melihat Cera dan David. Ia memukul Simon dengan keras, dan segera memperbaiki posisi duduknya, begitu pun Simon.
Kembali ke kejadian kemarin malam.
Bella menutup kedai jus Cera, karena Cera pulang lebih dulu akan ada acara di rumahnya. Hal ini memang sudah biasa, karena Bella sudah sangat di percaya oleh Cera.
"Astaga, ponselku" menyadari ada yang tertinggal, Bella kembali masuk dan mengambil barangnya. Dan saat ia kembali ke depan ia terkejut karena seorang pria duduk di depan pintu kedai, ia tergeletak saat Bella membuka pintunya.
"Simon?" gumamnya, mengenali siapa pria itu. "Hei! Kenapa kau tidur disini! Bangun!" teriak Bella sambil memukuli pundak Simon.
"Diamlah, aku ingin menjemput pacarku. Kau tahu dia itu sangat cantik. Kalian pasti akan iri denganku" teriak Simon, sepertinya dia mabuk.
"Haih, terserah siapa pacarmu! Bangun dan pulanglah, aku harus menutup kedai" kesal Bella.
"Tidak. Aku mau mengadu ke Cera dulu. Aku akan menunggunya disini"
"Oh? Kalau begitu tidurlah di dalam jangan disini seperti orang gila!"
"Hei! Kau siapa menyebutku gila?"
Bella mulai kesal, ia menyeret tubuh Simon kedalam tempat istirahat, "Berat sekali kau!" kesalnya.
"Hei! Siapa kau?"
"Aku Bella. Siapa lagi? Sudahlah diam saja. Kau ini menyebalkan sekali"
"Bella? Kau benar Bella Dann?" Simon tiba-tiba duduk dan menatap Bella, wajah mereka cukup dekat sehingga bisa merasakan nafas masing-masing.
"Ahh, benar, ini kau Bella Dann" Simon langsung memeluk Bella erat. "Simon kau gila"
"Bell, lain kali jangan menangis sendirian, kau bisa mencariku, memakiku atau memukulku. Tapi jangan menyakiti atau melukai dirimu sendiri. Dan itu sangat menyebalkan saat aku tahu kau terluka seperti itu aku hanya bisa mengawasimu dari jauh, aku tak ingin kau malu" racau Simon.
Bella terdiam, apa maksud Simon. Memang benar beberapa hari belakangan ia banyak menangis karena beberapa masalah, ia tidak menyangka akan ada orang yang tahu, dan terlebih lagi itu adalah Simon.
"K-kau tahu apa tentangku?" tanya Bella penuh selidik.
"Aku? Tahu apapun tentangmu. Apapun" yakin Simon, lalu ia terkikik, "Itu karena aku sangat menyukaimu sejak... ehm sejak kapan ya? Ah, iya, sejak SMA. Berarti...." Simon mulai meracau lagi. Sejujurnya Bella sendiri tak sepenuhnya percaya karena Simon sejak dulu terkenal sebagai seorang playboy.
"Aihh, ini menyebalkan" Bella mendorong tubuh Simon hingga terbaring lagi, dan ia membuka kaleng bir di sebelahnya, dan meneguknya beberapa karena frustasi.
Bella dan Simon terduduk dengan malu. Sementara David dan Cera mencoba menahan tawa tentang kisah dua sejoli itu.
"Sudahlah. Selesaikan urusan kalian, jangan lupa di bersihkan dulu" kata Cera.
"Baiklah maafkan kami, Cera"
"Ya maafkan aku kak Cera"
"Hwah, akhirnya kalian bersama juga" bisik David pada Simon, dan hanya ditanggapi dengan senyum tipis darinya.
Ponsel Cera berdering, ada sebuah telepon masuk, ia segera mengangkatnya.
"Oh? Jam makan siang? Baiklah aku akan menunggumu. Sampai jumpa" Cera tersenyum sambil menatap ponselnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments