Cera agak terkejut dengan ekspresi Reinald tadi, tapi ia tak ingin berpikir apapun. Ia melihat Sola dan Reinald pergi meninggalkan kedai dengan buru-buru.
"Eh? Jadi, Sola tadi ingin membicarakan tentang hal apa?" gumam Cera. Daniel menatapnya sambil mengedikkan bahunya, "Mungkin dia ingin memperjelas kesalah pahaman tadi, haih, ternyata kau punya saudara kembar yang cukup baik ya" kata Daniel.
"Hm, Sola memang baik dan memiliki karir yang cerah. Tapi banyak hal yang ingin kuketahui darinya"
"Kau juga tak kalah cerah, sudah ayo kita menyiapkan outfit untuk double date nanti. Kita nggak boleh kalah dengan mereka" Daniel menggandeng tangan Cera dan membawanya pergi ke pusat perbelanjaan. Sedangkan kedainya di serahkan pada Bella.
****************
Di rumah Reinald. Sola sudah menyelesaikan masakannya dan menyajikannya di depan pria itu.
"Wah, kali ini masakanmu terlihat spesial" kata Reinald dengan mata berbinar saat melihat asap mengepul di atas masakan Sola. Tanpa banyak bicara lagi, ia langsung memakan hidangan itu dengan lahap.
"Pelan-pelan, masih banyak kok" ucap Sola sambil membersihkan dapurnya, lalu duduk di hadapan Reinald, dan menunggunya menyelesaikan makanannya.
"Ah. Ini nikmat sekali" Reinald meletakkan piringnya yang sudah bersih tak tersisa. "Aku sangat kenyang. Terima kasih"
"Dengan senang hati" Sola mengambil piring kotor dan hendak mencucinya namun Reinald mengambilnya kembali, "Aku yang akan mencucinya" ucapnya. Sola tersenyum, dan membiarkan Reinald melakukan keinginannya.
"Jadi, Sola"
"Ya?"
"Aku minta maaf soal tadi, aku tidak bermaksud begitu"
Sola tersenyum lagi, "Tidak masalah. Aku mengerti kok" ucapnya. "Hm, tapi kenapa penyelidikanmu tidak lengkap, maksudku, kau tidak tahu kalau Cera sudah memiliki kekasih".
Reinald meneguk airnya, lalu menunduk, "Bukan aku tidak tahu, tapi, aku kira dia hanya teman dekatnya, karena sifat Cera sejak dulu sangat mudah berteman. Tapi, ini bukan hal mustahil juga sih, aku saja yang terlalu berharap" ujarnya.
"Haih, kau ini. Jadi ini kelemahanmu?" Sola terkikik.
"Kau mengejekku?" kesal Reinald.
Kini mereka duduk di sofa, dan menonton televisi. "Sola, sejujurnya, kau adalah wanita pertama yang cukup dekat denganku" kata Reinald.
"Hm, sejujurnya juga, kau adalah pria pertama yang sangat baik padaku" kata Sola dengan senyum santai.
"Bagus. Kau bisa menjadi sahabatku"
"Tentu saja"
"Jadi, boleh pinjam bahumu?"
"Hehh? Jangan bercanda, kau ingin aku tidak punya bahu" canda Sola dengan nada serius.
"Kau yang bercanda" Reinald mendekatkan kepalanya dan bersandar di bahu Sola. "Ah, ini cukup nyaman"
"Cih. Dasar kau. Jangan lama-lama ya, nanti aku pegal"
Mungkin juga ini kali pertama Sola di perlakukan sangat baik oleh orang. Reinald selalu kuat selama ini, dia tak pernah menunjukkan perasaan sedih, tapi hari ini ia melihat ekspresi itu. Dan entah kenapa ada perasaan berdesir menggelitiki hatinya.
"Sola"
"Hm?"
"Adakah orang yang kau sukai?"
"Sejujurnya tidak ada yang benar-benar ku sukai, ah, mungkin dosenku saat di universitas dulu, tapi itu hanya sekedar mengagumi saja sih"
"Wah, kau serius? Seumur hidupmu tidak ada orang yang benar-benar kau sukai" Reinald agak takjub.
Sola terdiam, ia mengingat beberapa kenangan yang kurang baik, tentang dirinya. Sehingga ia memilih menutup dan menahan diri untuk tidak menyukai seseorang.
"Apakah itu hal aneh?" gumam Sola sambil meminum sodanya.
"Bukan aneh, hanya keren saja. Eh, ngomong-ngomong ini pertama kalinya kita berbicara begitu banyak, biasanya kau sangat sibuk. Apa tidak ada pekerjaan hari ini?" tanya Reinald, menegakkan tubuhnya kembali.
"Eh? Kau benar. Aku minta pulang lebih awal hari ini. Aku berniat menemui Cera untuk membicarakan... Hehh??? Tuh kan aku lupa berbicara padanya tadi, haih" Sola menepuk jidatnya karena lupa tujuannya bertemu Cera karena kejadian tadi.
"Eh? Karenaku ya, maafkan aku"
"Bukan salahmu juga sih. Lagipula nanti aku akan bertemu dengannya di double da...te..." Sola dan Reinald saling menatap.
"Astaga, apakah aku tadi mengiyakan?" gelagap Reinald, kini ia mulai panik. Sola yang sudah terbiasa dengan adegan seperti itu hanya tenang saja, sambil memukul bahu Reinald.
"Rein. Tenanglah. Kau tidak perlu pergi, aku saja nanti yang menyampaikan kalau kau ada keperluan penting yang mendadak jadi kau tidak bisa datang. Oke?"
Reinald terdiam sesaat, "Sepertinya tidak perlu, aku akan datang" katanya yakin, lalu menatap Sola dengan tatapan memohon. "Aku sangat membutuhkan bantuanmu, kau mau membantuku bukan?" ucapnya.
"Baiklah. Lagipula aku juga harus ketemu Cera" Sola meletakkan remote tv yang sejak tadi di genggamnya keatas meja. "Aku akan mandi dulu" ucapnya. Reinald mengangguk dan mengikuti pergerakan punggung wanita itu, hingga hilang di pintu kamarnya.
Ia merebahkan tubuhnya lagi di sofa dan menatap langit-langit. Rasanya begitu sia-sia ia mencari Cera selama ini. Padahal ia sendiri tahu, bukan kuasanya untuk memaksakan perasaannya pada cinta masa kecilnya itu.
Ditengah pergulatan pikirannya, ponsel Sola berdering, ada sebuah telepon masuk, ternyata itu dari Cera, dengan ragu ia pun mengangkatnya.
"Ya? Halo?"
"Oh? Rein, kau sedang bersama Sola?" ucap Cera diseberang telepon.
"Oh, te-tentu saja" Reinald tergagap, "Ada sesuatu untuk Sola?"
"Ah. Iya. Acara double date kita sepertinya harus ditunda, Ayah dan Ibuku mengundang kalian untuk makan malam di rumah hari ini"
Reinald tercekat, ia terbengong, tak tahu harus menganggapi apa.
"Hei. Rein. Kau masih disana, kan?"
"Ah, iya. Nanti akan kusampaikan. Terima kasih"
Reinald meletakkan ponsel itu dan masih menatapnya bengong.
"Rein, kau lihat ponselku?" tanya Sola yang keluar kamar sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk dan melihat Reinald yang terbengong. "Rein" panggilnya lagi.
"Sola? Apa yang harus kulakukan?" Tanya Reinald tanpa mengubah ekspresi bengongnya.
"Kenapa lagi?"
Reinald memegang tangan Sola, "Bagaimana kalau kita benar-benar menikah saja?"
"Ha?" Sola ternganga, mencoba mencerna ucapan Reinald. "Se-sebenarnya ada àpa?" tanyanya lagi.
"Orang tuamu mengundang kita ke rumahnya hari ini"
”Ya, lalu?"
"Kau tidak khawatir mereka akan menanyakan apa hubungan kita? Lalu reputasimu jadi hancur karena kau selama ini tinggal bersamaku?"
"Rein, ayolah. kenapa kau jadi mudah gugup sekarang? Aku yakin itu hanya pertemuan biasa, makan malam dan berbincang. Bukankah kau sudah mengenal kedua orang tuaku sejak kecil? Kenapa kau gugup. Dan soal hubungan kita, nanti mereka juga akan memahaminya"
Sola menepuk bahu Reinald agar tenang, ya, baru kali ini ia melihat sifat kekanakan pria itu. "Tenanglah. Sebaiknya kau mandi dan segarkan pikiranmu, aku akan memasak sedikit untuk di bawa ke rumah nanti" ujarnya. Reinald mengangguk, ia cukup penurut saat ini.
...****************...
"Sola. Aku sungguh serius, menikahlah denganku"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments