Reinald yang baru keluar dari kamar mandi tidak sengaja mendengar apa yang dibicarakan Tuan dan Nyonya James. Ia sangat terkejut bahwa Sola memang sengaja di buang sejak kecil. Tuan James terlihat begitu membenci Sola.
Ia segera pergi, dan kembali ke depan, ia selalu memandangi Sola, lalu Cera. Kehidupan mereka sungguh berbeda sejak kecil. Dan bahkan di keluarganya perlakuan mereka juga begitu berbeda.
Ia terus berpikir, bagaimana ia bisa membantu Sola. Jika ia berbicara pada keluarga mereka juga kurang pantas karena dia hanya orang luar. Ia menatap Cera, apakah mungkin Cera akan membantunya?.
Namun hingga acara selesai, Reinald tak mengungkapkan apa yang diinginkannya. Dan ia masih diam, bahkan saat mengendarai mobil untuk pulang, sesekali.ia melirik Sola yang terlihat sibuk dengan ponselnya.
Entah kenapa terbesit dàlam hatinya untuk melindungi wanita itu. Mungkin karena ia mirip Cera, orang yang menjadi cinta pertamanya.
...****************...
"Sola, ayo kita menikah" ucapan Reinald masih terngiang di kepala Sola yang kini tengah berbaring di ranjang Cindy. Hari ini Cindy tidak pulang, karena ada beberapa tugas kuliah jadi dia menginap di rumah temannya.
"Haih, kenapa aku memikirkannya? Mungkin Rein hanya sedikit mabuk saja" gumamnya, lalu melirik kearah nakas, ia belum mengambil air minum, ia pun bangun dan hendak mengambilnya.
Reinald berdiri di depan lemari es menatap siluet dirinya di pintu yang mengkilap itu. Ia menghela nafas beberapa kali lalu meneguk air yang di bawanya. "Haih, kenapa aku mengatakannya seperti itu" sesalnya
"Aih, sudahlah.. aaah, ya ampun" Ia terkaget dan hampir menjatuhkan gelasnya karena tiba-tiba Sola ada di sampingnya.
"Kau kenapa?" tanya Sola yang juga sempat kaget.
"Ah, haha. Tidak ada. Aku... aku hanya mengambil air tadi" ujar Reinald dengan gagap dan menunjukkan gelasnya yang kini sudah hampir kosong.
Sola mengangguk, dan gantian mengambil air, lalu ia duduk di kursi. Reinald mengikutinya dan duduk di hadapannya.
"Sola, tentang yang tadi..."
"Aku tahu, kau hanya bercanda saja" Sola tersenyum singkat lalu meneguk airnya.
Reinald menundukkan kepalanya, "Bagaimana... bagaimana jika itu sungguhan?" ucapnya dengan nada sedikit berat.
"Rein? Aku tahu perasaanmu pada Cera tidak bisa terungkap, tapi bukan berarti kau harus menyukaiku karena wajah kami mirip, bukan?"
"Jadi, menurutmu aku mengatakan itu, maksudku, aku menyukaimu karena wajahmu yang mirip dengannya?"
"Ya, mungkin itu hanya perasaanmu sesaat saja"
"Sola. Aku tahu, sulit bagimu untuk mempercayai seseorang, tapi, apakah aku tidak punya kualifikasi menjadi orang kepercayaanmu?"
Sola menatap Reinald, kata-kata itu sangat menohok hatinya, selama ini ia selalu menahan hatinya dan selalu berhati-hati setiap melakukan sesuatu hal. "Itu..."
"Bukannya aku tidak bisa mempercayaimu, aku hanya mencoba untuk tidak menyakiti orang lain. Aku, aku selalu menjadi pembawa sial. Jadi aku memilih untuk tidak menjalin hubungan, tapi aku tetap tidak bisa"
"Sola, apakah kau pernah menyukaiku?"
"Aku tidak tahu, Rein. Aku hanya merasa nyaman setiap kali berbicara padamu"
"Begitupun aku. Aku sudah memikirkannya sejak lama, awalnya aku berpikir bahwa aku menyukaimu karena wajahmu, tapi tidak. Aku menyadarinya saat pertama kali bertemu Cera, aku merasa senang untuk sesaat, namun setelahnya, aku merasa asing. Aku sudah melakukannya beberapa kali hanya untuk memastikan, tapi tetap saja sama. Kurasa memang itu bukan perasaan suka, tapi hanya mengaguminya. Itu sangat berbeda dengan apa yang kurasakan padamu" ujar Reinald.
"Rein? Aku..."
"Tidak masalah. Aku tidak akan memaksamu, kau memiliki hak menolak. Tapi kuharap kita tetap berteman seperti biasa" Reinald beranjak meninggalkan Sola. Sola semakin merasa bersalah, ia termenung memandangi gelasnya. Ia hanya tidak yakin bahwa Reinald akan serius.
...----------------...
Pagi sekali, Sola sudah bangun dan membuat sarapan. Ia ada rapat mendadak nanti, jadi, dia hanya membuat sarapan roti sederhana untuknya dan Reinald.
Tak berapa lama, Reinald turun dengan wajah segarnya, ia mungkin akan libur hari ini, dan ingin pergi mengunjungi orang tuanya.
"Maaf aku hanya membuat sarapan sederhana ini, aku ada rapat pagi ini" kata Sola penuh penyesalan.
"Hm, tidak masalah. Justru aku yang tidak enak harus merepotkanmu" kata Reinald mulai memakan sarapannya.
"Kau ini, seperti menganggapku orang asing" Sola terkekeh dan duduk di kursinya. Reinald menghentikan kegiatannya lalu menatap Sola dengan serius. "Kau memakai warna lipstik yang berbeda hari ini?" ucapnya.
"Eh? Ah ini punya Cindy, punyaku tertinggal di kantor. Apakah kurang cocok? Aku merasa begitu tadi. Apakah sangat aneh?"
"Tidak. Itu cantik"
Seketika wajah Sola merona, ia merasa salah tingkah dengan ucapan singkat itu.
"Aku sedang libur hari ini, aku akan mengantarmu ke kantor"
"Eh? Tidak perlu, aku bisa berangkat sendiri"
Reinald menyelesaikan sarapannya begitu pun Sola. Ia mengambil piring Sola dan mencucinya, sedang Sola tengah memakai jas dan sepatunya.
"Sudah siap?"
"Rein? Aku tidak ingin merepotkanmu"
"Sudahlah, mumpung aku lagi baik"
Dengan ragu, akhirnya Sola tetap mengikuti Reinald. Memang perlakuan Reinald seperti ini adalah hal yang sudah biasa, tapi setelah kemarin, semuanya jadi terasa aneh.
Selama perjalanan mereka berdua hanya diam, Sola menyibukkan diri dengan ponselnya, dan Reinald fokus mengemudi. Sesampainya di depan kantor, mereka berdua turun.
"Terima kasih" kata Sola. Ia hendak beranjak, namun Reinald menghentikannya. Sola termenung saat pria itu melepas kuncir rambutnya dan merapikannya. "Untuk warna lipstikmu saat ini, kau lebih cocok dengan rambut di gerai. Itu sempurna" ujar Reinald dengan senyumnya.
"Aa, o-oke. Terima kasih" gagap Sola. Ia pun segera pergi karena takut salah tingkah di depan Reinald.
"Sola!" Panggil Reinald, ia sebenarnya tak ingin berhenti, tapi justru nanti akan aneh jika ia tak menghiraukannya. Ia pun berbalik dan mendapati Reinald berlari kecil kearahnya.
Ia memegang bahu Sola dan mengatur nafasnya. "Aku sudah memikirkannya. Jika kau masih belum bisa menerima lamaranku, maka aku bertekad akan membuatmu jatuh cinta padaku" ujarnya yakin, ia menangkup wajah Sola dan mencium bibirnya. Membuat Sola membulatkan matanya. Ia tak punya kesempatan menolak. Setelah beberapa detik, Reinald melepas ciumannya dan tersenyum lebar. "Semangat. Nanti akan kujemput" ucapnya lalu pergi meninggalkan Sola yang masih diam mematung, otaknya masih loading cukup lama untuk mencerna semua itu. Ia memegangi bibirnya, dengan perasaan yang aneh.
"Hai Senior Sola!" teriakan seseorang menyadarkannya. Namun matanya masih menatap jalanan, dimana mobil Reinald melaju menjauh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments