Episode 1 : Cera

source : pinterest (CERA NATHALIE JAMES)

Desa Haru, Musim Semi, tahun 2000.

Pagi pertama musim semi. Jalanan masih terlihat basah akan sisa salju yang mencair. Suara binatang kebun bersenandung keras memenuhi angkasa.

Seorang gadis kecil terlihat berlarian kesana-kemari didalam rumahnya. Ibunya yang berada di dapur memandanginya bingung.

"Cera! Berhentilah berlarian, cepat makan sarapanmu!!" teriak ibunya.

Gadis kecil itu berhenti dan menatap ibunya.

"Aku kehilangan kaos kakiku, Bu! Aduh, dimana, ya?" ia kembali mondar-mandir.

"Bukankah kau menaruhnya didekat kamar mandi, kemarin?" kata Ibunya sembari meletakkan sup ayam dimeja makan. Gadis kecil itu mengingatnya, langsung mengambil kaos kakinya dan segera memakainya.

Tak lama kemudian ayahnya baru masuk dari pintu belakang dan langsung bergabung dengan mereka. "Cera, hari ini Ayah tidak bisa mengantarmu. Ayah akan ke kota mengantar beberapa sayuran" ucap Ayahnya.

"Hn, tidak apa-apa Yah, aku kan bisa berangkat dengan kak Thera!" ucap Cera

"Anak pintar" ayahnya mengusap kepala putrinya itu lembut.

"Ooo... aku telat. Ibu, aku ambil satu roti ya. Sampai jumpa" seru seorang anak lelaki yang bergerak cepat meraih sepotong roti dan langsung berlari keluar.

"Hei, Thera! Kau pergilah bersama adikmu! Ayahmu tidak bisa mengantarnya!" teriak Ibunya.

Cera langsung meraih tasnya dan mengikuti kakaknya. Thera berdecak kesal menaiki sepedanya.

"Beruang Manja! Ayo cepat!" buru Thera.

"Iya!" Cera langsung naik di boncengan kakaknya.

Mereka pun melaju cepat membuat Cera terus berteriak ketakutan. Akhirnya Thera menghentikan sepedanya.

"Aku harus cepat sampai disekolah. Jadi harus cepat" katanya.

"Hiks... tapi aku takut... hiks... hiks..." rengek Cera.

"Uh, ya sudah, jangan nangis lagi. Kau ini manja sekali. Nanti ku bawakan tomat ceri dari kebun paman Will, ya" bujuk Thera.

"Janji ya"

"Iya"

Setelahnya mereka kembali melaju dengan kecepatan normal. Dan mereka pun sampai disekolah Cera.

"Jangan lupa janji kakak, ya!" teriaknya. Thera hanya mengangguk dan meninggalkan adiknya itu.

Cera sudah senyum-senyum memikirkan ia akan mendapat tomat cherry paman Will yang terkenal sangat enak itu. Ia berjalan riang menuju kelasnya.

...

Jam olahraga.

Cera berjalan berendeng dengan teman-temannya menuju lapangan olahraga. Dan guru Anne memberi mereka tugas untuk menanam sayuran di halaman kebun sekolah.

Cera yang sangat suka dengan tanaman tentu sangat bersemangat. Ia bahkan lebih ahli dari yang lain soal menanam dan merawat tanaman. Ia juga tak segan mengajari teman-temannya. Karena Cera memang suka memiliki banyak teman.

"Ooh, kenapa kau membuang tanahnya kesana-kemari? Seharusnya kau menimbunnya, seperti ini." ucap Cera pada seorang lelaki yang sejak tadi hanya memainkan tanah saja. Lelaki itu memperhatikan cara Cera memberinya tutorial bertanam, tapi ia kembali mendengus.

"Itu merepotkan. Tidak menyenangkan!" ketus lelaki itu.

"Uh, kau harus mencobanya dulu. Baru bisa menilainya"

"Kenapa? Aku memang tidak suka dengan tanaman! Kau tanam saja sendiri!" lelaki itu langsung meninggalkan Cera.

"Hn, dia itu..." Cera hanya menghela nafas dan memperbaiki tanamannya.

...

Keesokan harinya. Ia dan kakaknya bersepeda bersama, mereka akan pergi kerumah paman Will untuk membantunya merawat tanaman.

"Paman Will! Kami datang!" seru Cera riang sembari berlari kecil memasuki kebun paman Will yang cukup luas. Ia langsung terpana memandang indahnya tanaman-tanaman di kebun itu. Terasa sangat menyegarkan.

"Kakak! Ayo!" semangat Cera. Thera mengikuti adiknya.

"Oh, Cera! Kau sudah datang?!" seru seorang pria dari jajaran tanaman tomat ceri favoritnya.

"Huwaaa... tomatnya sangat banyak dan merah!" mata Cera berbinar mengamati tomat-tomat kecil dihadapannya.

"Kau pasti kenyang memakan semua tomat ini, Cera." Thera terkikik.

"Kau benar Kak.Ini menyenangkan sekali." senang Cera.

"Hn, mau bantu memanennya?!" tanya paman Will. Cera berlari kecil mengambil keranjang di sudut rak. Dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

"Aku siap!" teriaknya.

Mereka berdua pun membantu paman Will memanen tomat ceri.

"Kau tahu Cera? Masa pertumbuhan tomat cherry ini kurang lebih 4 bulan sebelum benar-benar dipanen. 3 Minggu masa penyemaian dan 100 hari masa pertumbuhannya hingga siap panen" ujar paman Will disela aktivitasnya.

"Lama ya paman. Kalau aku ingin makan tomat ceri hasil tanamanku sendiri, aku harus menunggu selama itu" ucap Cera.

"Hm, kau kan bisa beli di supermarket atau toko sayuran. Aa, di pasar juga banyak" sahut Thera.

"Tapi, itu tidak menarik, Kak. Aku akan belajar menanam tomat ceri dari paman Will, ya Paman?"

"Tentu saja"

...

Hari beranjak sore.

Cera dan Thera memutuskan pulang. Mereka membawa sekantung tomat cherry dari paman Will.

"100 hari itu waktu yang lama ya Kak"

"Iya. Uh, aku tidak sabar memakan semua tomat itu"

"Mana bisa? Ini semua punyaku."

"Tapi kan aku juga membantu paman Will!"

"Baiklah. Kakak boleh memintanya tapi sedikit"

"Itu tidak adil. Aku tidak mau lagi punya adik sepertimu" sungut Thera.

"Ehh? Jangan Kak. Jangan. Aku tidak mau kehilangan kakak. Aku janji tidak nakal lagi, dan semua tomat ini untuk kakak."

Sungguh mudah membujuk Cera. Thera tersenyum, "Kita bagi dua ya." ucapnya.

"Baiklah." mereka berdua tertawa riang.

...

Seorang anak lelaki sejak tadi duduk di sofa tepi jendela, mengintip seseorang yang begitu sibuk dengan tanaman-tanaman tomat di kebun milik ayahnya. Dari awal hingga orang itu pergi bersama kakaknya.

"Rein. Kau tidak mau makan? Ibu membawa salad buah!" seru Ibunya. Anak itu hanya meliriknya dan enggan berpindah dari tempatnya.

"Sebenarnya apa yang kau perhatikan sejak tadi?" tanya Ibunya yang kini duduk disampingnya mencoba melihat objek apa yang membuat putra semata wayangnya itu enggan mengalihkan pandangannya.

"Hn. Itu Cera dan satunya itu kakaknya Thera. Mereka anak Tuan James, kepala bagian di pasar. Bukankah kau satu sekolah dengan Cera?" ujar ibunya. Reinald menoleh, ia tahu hal itu, tapi ia masih enggan membuka mulutnya. Ia mengambil gitarnya dan meninggalkan ibunya.

"Hei! Reinald! Kau mau kemana?!" panggil ibunya. "Hehh, anak itu kenapa dingin sekali, sih?" gumamnya.

Ya, Reinald sejak kecil tinggal di kota, dan sekarang ia harus pindah ke desa. Ia sudah terbiasa dengan teknologi dan sekarang ia harus hidup dikelilingi tanaman-tanaman yang merepotkan peninggalan kakeknya yang merupakan petani sayuran. Oleh karena itu ia menjadi pendiam.

Tapi, sejak masuk sekolah ia sedikit tertarik dengan Cera, gadis kecil itu selalu menyirami tanaman di depan kelas dan merawatnya dengan baik, tak jarang juga ia melihat gadis itu dan kakaknya datang ke kebun ayahnya untuk membantu merawat tanaman.

...

"Huwaa, bunga krisannya sudah mekar. Yuna. Lihat ini." teriak Cera pada temannya.

"Iya, Cera. Ini indah, kau merawatnya dengan baik" puji Yoona teman sekelas Cera.

"Hn. Aku akan memetiknya dan dijadikan hiasan dikelas!" ucap Cera mengambil beberapa bunga warna-warni dan membawanya ke kelas.

'BRRRUUUKK'

Seseorang menabrak Cera saat ia akan masuk kelas, membuat Cera terjatuh dan bunganya hancur. Orang itu hanya memandangi Cera.

"Cera!" teriak Yoona yang langsung membantu Cera berdiri.

"Uhh, bunganya hancur. Bagaimana ini? Bunganya hancur." mata Cera mulai hangat, dan ia pun menangis. "Bunganya hancur" racaunya menatap sedih serpihan kelopak bunganya.

"Cera"

Lelaki yang menabrak Cera tadi, malah pergi meninggalkan Cera yang masih menangis meratapi bunganya.

...----------------...

Saat pulang sekolah. Cera berjalan seorang diri. Ia sedikit kesal hari ini karena bunga yang selalu dirawatnya hancur. Padahal ia sudah menunggu bunga itu mekar sejak lama. Ya sudahlah, ia bisa menanamnya lagi.

"Huwaa" ia terkejut saat tiba-tiba ada seikat bunga krisan kuning muncul didepannya, lalu disusul pemandangan wajah lelaki yang baru dikenalnya sebulan yang lalu, ya Reinald.

"Ambil bunganya. Aku sudah menggantinya" ucapnya dingin. Cera terbengong mengambil bunga itu. Dan Reinald pun pergi.

"Eehh, tunggu dulu." teriak Cera mencoba membarengi langkah Reinald.

"Kau ternyata baik ya? Kukira kau tak pernah peduli dengan orang lain" ujar Cera.

"Aku memang tidak mau peduli. Sudah sana pergi! Hutangku sudah lunas." usir Reinald.

"Kenapa? Aku kan tidak pernah meminta kau menggantinya. Kenapa kau menganggapnya hutang?"

"Karena orang sepertimu suka mengungkit kesalahan orang sebagai bahan sindiran"

"Aku tidak seperti itu"

"Tapi menurutku seperti itu"

"Kau kan belum mengenalku. Jadi kau tak bisa menuduhku seperti itu."

"Aku tidak peduli."

"Kalau begitu... Maukah kau jadi temanku?"

Reinald berhenti dan menatap Cera dengan tatapan aneh. Cera tersenyum lebar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!