Sola merapikan bajunya dan bersiap masuk kedalam rumah keluarga James. Ya, hari ini ia akan menjadi Cera, untuk seminggu kedepan.
Ia menatap pantulan dirinya di kaca mobil, penampilannya saat ini sudah sangat mirip dengan Cera, namun tetap saja ia akan gugup karena ini kali pertamanya ia harus berpura-pura menjadi orang lain.
"Cera!" suara Thera di belakangnya membuatnya kaget.
"K-kak Thera?" gugupnya.
"Kau baru pulang? Aku berniat menjemputmu di kedai tadi, ternyata sudah tutup" ujar Thera lalu berjalan duluan, "Ah, aku lelah sekali, aku juga sangat lapar. IBUU... berikan aku banyak makanan, aku sangat lapar" cerocos Thera. Sola terkikik, dan mengikuti Thera masuk.
Dan ternyata di dalam sudah ada ayah dan ibunya sedang duduk di kursi makan. "Cera, Thera, ayo duduk dan makan" kata nyonya James.
Sola mengangguk. Akhirnya ia bisa merasakan bagaimana rasanya kehangatan keluarga, terutama seorang ayah. Ia melihat ekspresi tuan James sangat berbeda dibanding saat berbicara dengannya kemarin. Ada sedikit perasaan sedih disana, tapi ia mencoba menepisnya dan memilih menikmati setiap momen berharga ini.
Setelah selesai makan malam, Sola masuk ke kamar Cera dan melihat banyak sekali foto-foto yang terpajang di dinding, ia tersenyum senang.
Tak lama kemudian ponselnya bergetar, ia segera melihatnya, ternyata pesan dari Reinald.
"Sola, aku pergi keluar sebentar. Kau istirahatlah dengan baik. Jangan merindukanku" gumam Sola. Ia tersenyum senang, lalu merebahkan tubuhnya.
Ia teringat ucapan Reinald dan semua perilakunya beberapa hari ini. Memang ini adalah pertama kalinya ia merasakan hal seperti itu, meski kadang ia sendiri takut akan menyakiti Reinald, dan membawa nasib buruk padanya.
"Oh?" ia terkaget saat ponselnya berdering, ternyata itu Reinald. Ia segera mengangkatnya.
"Ya?" ucap Sola.
"Bisakah kau membalas pesanku? Kenapa hanya membacanya saja? Dasar kau"
Sola menatap ponselnya dengan tatapan sulit dipercaya, bahkan pesan yang dikirimnya belum ada 5 menit. "Kenapa kau begitu marah? Pesan itu belum ada 5 menit masuk ke ponselku" jawab Sola.
"Ya, karena aku sedang menunggu balasanmu? Apa kau sangat sibuk?"
"Sebenarnya tidak juga" Sola duduk di kursi rias Cera dan menatap kearah jendela.
"Aih, padahal aku sendiri yang bilang ingin keluar dan melarang kau merindukanku. Tapi sekarang aku sendiri yang sudah sangat merindukanmu" Reinald berdiri di atap sebuah gedung dan menatap kearah langit.
Sola tersenyum geli mendengar ungkapan itu. "Jangan pulang terlalu malam, istirahatlah dengan baik. Sampai jumpa. Selamat malam" kata Sola segera menutup teleponnya.
"Wah, dia langsung menutup begitu saja? Seharusnya dia bilang kalau juga merindukanku, bukan? Haih" umpat Reinald. Ia masih berdiri di tempatnya beberapa menit lalu pergi dari sana.
Sola menutup jendelanya dan mencoba tidur disana.
...****************...
4 hari berlalu, Sola bertukar posisi dengan Cera. Setiap makan jam makan siang mereka akan bertemu di kedai Cera dan menceritakan apa yang terjadi di tempat masing-masing.
"Jadi, maksudmu, kau tinggal di rumah Reinald?" tanya Sola agak kaget, saat Cera menceritakan betapa romantisnya Reinald.
"Ah, iya. Aku tidur di tempat Cindy. Tapi sungguh aku tak melakukan apapun dengan Reinald. Kau harus percaya padaku" kata Cera dengan nada sedikit menggoda.
Sola hanya terkekeh, "Ya, kurasa memang sangat menyenangkan tinggal di rumahmu, melihat ayah dan ibu tersenyum, lalu sesekali di jahili dengan kak Thera" gumamnya.
"Haih, Sola, itu kan juga keluargamu" Cera menggenggam tangan Sola mencoba meyakinkan. Namun sejujurnya ia sendiri masih memiliki perasaan kurang senang, karena ia hanya menjadi Cera disana, bukan dirinya sendiri sebagai Sola. Sola hanya akan selalu menjadi bayangan Cera.
"Lalu bagaimana Reinald? apakah dia tidak curiga?" tanya Sola mulai berganti topik, pasalnya saat ini, Reinald sudah masuk sebagai orang terpenting dalam hatinya.
"Dia? Tentu saja tidak, aku memiliki akting yang bagus jadi dia percaya kalau aku adalah dirimu" Cera tersenyum bangga. Sola tersenyum datar, lalu melihat ponselnya, ia sudah harus kembali ke kantor.
"Sepertinya aku harus kembali. Terima kasih makanannya" pamit Sola, yang langsung menyambar tasnya dan pergi. Sedang Cera hanya melambaikan tangannya dari dalam kedai.
Sola masuk ke dalam bus yang baru saja berhenti. Mungkin tak salah jika Reinald tidak mengenali Cera tapi entah kenapa hal itu justru sedikit menyakitkan baginya. Karena Cera adalah cinta pertama Reinald. Dan apa yang bisa dilakukannya sekarang adalah tidak perlu terlalu berharap seperti biasanya, ia hanya harus membangun kembali tembok yang selama ini menjaganya, ya, itu saja.
"Kak Sola!" teriak Mark, wajahnya sangat panik saat ini. Sola yang baru masuk kedalam kantor hanya menatapnya dengan tatapan bingung, "Ada apa?" tanyanya.
"Ada seseorang mencarimu" ucap Mark, Sola masih merasa bingung, namun ia tetap pergi menemui orang itu, orang yang membuat juniornya itu sampai panik.
Produser Chris tidak ada di tempatnya, namun ia melihat seorang pria berdiri membelakanginya.
"Permisi" kata Sola. "Apakah anda mencari saya?" tanyanya. Orang itu masih diam, menunggu Sola berjalan lebih dekat kearahnya.
"Rein?" gumam Sola karena menyadari siapa pria itu. Memang jika dilihat dari penampilannya yang memakai setelan jas, tidak akan menyadari hal itu, namun dari tahi lalat di belakang telinga kanannya, ia tahu itu Reinald.
Pria itu berbalik dan menarik tubuh Sola ke pelukannya. "R-rein?" kaget Sola.
Reinald memeluk erat Sola, seolah tak ingin melepaskan pelukan itu. "K-kau kenapa?" Sola mencoba melepaskan pelukan itu. Namun Reinald justru semakin mengeratkannya. "Rein aku tidak bisa bernafas".
Mendengar itu Reinald segera melepasnya dan memegangi bahu Sola agar menatapnya. "Kau baik-baik saja, kan? Tidak ada yang terluka, kan?"
"Memangnya aku baru ikut tawuran? Lagipula, ada apa kau kesini?"
"Ini hal yang sangat menyebalkan, entah kenapa aku semakin mencintaimu? Bahkan sehari pun aku tidak bisa jika tidak melihatmu" Reinald mendengus sebal, Sola terkikik. "Kau baru melihatku tadi pagi, bukan?"
"Ya, tapi aku tidak merasa itu dirimu" Gumam Reinald sambil menggandeng tangan Sola dan menyuruhnya duduk di kursi, sedang Reinald menyandarkan tubuhnya di meja. Sola tersentak, apa mungkin Reinald menyadari penyamaran Cera.
"Jadi, apa kau sudah sedikit menyukaiku?"
"Ayolah Rein, kau..."
"Ya, baiklah. Aku tahu, aku hanya harus berusaha lebih keras lagi" Reinald membuang muka.
"Rein, menurutmu, apakah ada yang aneh denganku beberapa hari ini?" Sola menatap Reinald seolah menunggu jawabannya. "Tentu saja aneh, kau membingungkanku, saat siang aku disini kau seperti menghindariku, tapi... Ah, tunggu,.... " ucapan Reinald terhenti dan menatap Sola dengan mata berbinar.
"Ah, kenapa aku harus mempertanyakan hal itu? Aku mengerti, baiklah aku sangat paham, aku janji tidak akan banyak menggodamu saat diluar" ucapnya lagi, membuat Sola bingung.
"Rein?"
"Aku mengerti, kau tenang saja, aku hanya akan melakukannya saat kita dirumah"
Sola merasa sedikit kesal karena tak mendapat jawaban yang tepat, ia berdiri, hendak pergi, namun ia menahan langkahnya. "Mungkin juga kau tidak tahu bahwa yang dirumahmu bukanlah Sola yang disini" ketus Sola, lalu benar-benar pergi.
"Eh? Sola? K-k..." Reinald tak melanjutkannya, ia terdiam menatap kepergian Sola. "Tentu saja aku tahu" ia tersenyum miris, Ia mengetik pesan, diponselnya, lalu pergi.
Sola sudah kembali ke mejanya, dan melihat sebuah pesan masuk, "Yang kucintai adalah Sola yang disini" pesan itu dari Reinald. Entah kenapa ia tersenyum, merasa sangat lega, membaca pesan itu. Sepertinya memang ia harus mengakhiri hal ini, Sola tetaplah Sola, tidak akan pernah bisa menjadi Cera. Ia hanya harus menghadapi kenyataan sebagai Sola, dan mendapat pengakuan ayahnya juga sebagai Sola.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments