Tidak henti-hentinya Giana menggerutu dalam hatinya, rasanya sedikit bisa mengobati rasa kesalnya ketika memaki Guna dalam hati. Ya, walaupun ia sadar Guna tidak akan memdengar tapi senggak-ngganya ia sudah memaki laki-laki itu.
Malam semakin larut, dua anak manusia itu masih berkutat dengan kegiantannya masing-masing. Sesekali Giana meregangkan ototnya karena memang banyak sekali data yang harus ia imput manual.
'Dasar manusia kulkas, gara-gara dia, aku memunda menikmati indah dan nyamannya pulau kapuk,' rutuk Giana dalam hati.
Guna melirik Giana sesaat, ia sangat paham jika perempuan yang tengah tekun mengimput data itu sedang kesal.
"Sudah ngantuk?" tanya Guna basa basi.
"Ngga!" jawab Giana singkat.
"Tapi matamu sudah kelihatan merah, pasti sudah mgantuk."
'Sudah nanya, dasar beruang kutub tidak tahu diri,' geram Giana dalam hati.
Giana tidak menjawab apa yang dikataka Guna, ia lebih memilih fokus dengan kerjaannya agar cepat selesai dan cepat-cepat hengkang dari hadapan manusia kulkas yang aneh bin ajaib itu.
Hening ...
Mereka kembali tidak ada yang bersuara, hanya suara hewan malam mengiringi keheningan yang mereka ciptakan.
Setelah beberapa saat berkutat dengan kertas-kertas tersebut, akhirnya selesai. Giana meregangkan otot-ototnya yang kelelahan, ia merasa lega karena tugasnya sudah selesai.
'Huuff! Akhirnya selesai juga,' gumam Giana yang masih di dengar oleh Guna.
"Semua sudah selesai," ucap Giana sambil menyerahkan kerjaannya ke Guna.
Guna mendongak, "Benarkah?"
"Makanya punya mata itu dipake untuk melihat, biar itu mulut tidak bertanya melulu!" umpat Giana. Ia sengaja mengembalikan kata-kata Guna sebelumnya.
'Hm! Cekatan juga nih perempuan!' batin Guna.
"Berhubung sudah selesai, saya masuk dulu. Sudah larut!" ucap Giana dan hendak beranjak.
"Tunggu!"
"Apa lagi?" tanya Giana tanpa menoleh.
"Maaf!" lirih Guna.
"Untuk?"
"Untuk yang di restaurant tadi."
Giana megernyitkan dahinya, "Tidak ada yang perlu dimaafkan."
Giana melanjutkan langkahnya, matanya benar-benar sudah nggak bisa diajak kompromi, saat melewati dapur ia berpapasan dengan Anita.
Anita menatap heran ke arah perempuan yang sedang berjalan menuju dirinya tersebut.
"Belum tidur Giana?"
"Be-belum, Tante."
"Sudah jam berapa ini, dari mana kamu?"
"I-itu, Tan ..... "
Belum selesai Giana menjawab, tiba-tiba Guna muncul dari belakang.
'Akh mampus! Alamat semakin sulit untuk menolak perjodohan ini,' batin Giana.
Sedangkan Anita bersorak dalam hatinya, ia sudah tahu bahwa dua anak manusia itu baru saja dari taman belakang. Tapi Anita sengaja berpura-pura heran.
"Guna."
"I-iya, Ma. Mama belum tidur?"
"Mama haus, makanya kebangun."
"Ya sudah, Guna mau istirahat dulu. Besok ada meeting penting!" jawab Guna berusaha menghindari tatapan intimidasi sang mama.
"Dari mana kalian?"
Guna dan Giana hanya terdiam, mereka kompak tidak mau membuka mulut. Senyum iseng Anita tersungging dibibirnya, perempuan itu ingin lebih lama mengerjai dua anak manusia tersebut, namun otak normalnya berpikir lagi bahwa ini sudah tengah malam. Maka ia akan menggunakan hari esok untuk merealisasikan otak usilnya tersebut.
"Ya sudah sana! Kalian pergi tidur, sudah malam!" ucap Anita.
"Makasih, Tante. Giana masuk dulu," tanpa menunggu jawaban Anita, Giana melangkahkan kakinya dengan cepat agar bisa cepat sampai di kamarnya.
'Hufff! Semua ini gara-gara si beruang kutub itu, kalau saja dia tidak ...... , aarrgghhhh," batin Giana menahan kesal yang menumpuk dalam otaknya.
Sementara di dapur Guna masih berdiri melihat mamanya yang tengah menuang air minum.
"Tumben, Mama minum malam-malam."
"Mama habis olahraga sama papamu!"
Guna mengangkat alisnya sebelah dengan berpikir keras, "Kok olahraga tengah malam, emang nggak ada hari esok apa?"
"Lebih afdol kalau malam, apa lagi olahraga bikin adek buat kamu. Makanya nikah biar tahu olahraga malam, menyenangkan, loh!" ucap Anita sambil berlalu dengan suara tawa yang menggem karena berhasil mengusili anaknya.
Guna yang baru saja sadar apa yang diucapkan mamanya kesal.
"Mama!"
'Sudah tua pada nggak ingat umur, heran!' sungut Guna, ia mau marah percuma karena objek kemarahannya sudah menghilang dibalik pintu kamarnya tanpa peduli kekesalan sang anak.
Guna pun naik ke atas, ia ingin sekali meluapkan kemarahannya. Akan tetapi sudah tengah malam, mau luapin ke siapa ia nggak tahu.
'Akh! Mending aku tidur, dari pada mikirin dua orangtua mesum yang tidak ingat umur itu,' gumam Guna lalu merebahkan tubuhnya.
Sementara di kamar Anita masih belum selesai ketawanya sehingga sang suami yang masih terjaga pun heran kenapa istrinya ketawa-ketawa dari tadi.
"Kenapa sih, Ma. Ketawa-ketawa terus, Mama kesambet hantu dapur ya?"
Anita menoleh ke arah sang suami, "Tadi di dapur mama ketemu hal yang sangat menyenangkan, Pa."
"Apa, itu?"
"Mama ketemu Guna dan Giana."
"Apa yang mereka lakukan tengah malam begini di dapur?"
"Mereka baru dari taman belakang, Pa. Awalnya mama hanya melihat Giana, mama kira seorang diri namun beberapa saat kemudian Guna juga muncul, ditanya malah kagok."
"Terus?"
"Mama nyuruh mereka istirahat, Giana sih langsung ngacir dengan wajah merah menahan malu. Namun Guna masih berdiri sampai mama selesai minum. Anak itu bertanya temben mama minum tengah malam."
"Lalu, Mama jawab apa?"
"Mama jawab aja habis olahraga buatin adik buat dia."
"Tahu nggak, dia teriak menahan kesal yang sudah sampai ubun-ubun tuh kayaknya, Pa." ucap Anita sambil ketawa membayangkan kekesalan sang anak.
"Akh, Mama. Suka sekali isengin anak, nanti Guna benaran marah bagaimana, Ma?"
Anita melambaikan tangan, "Mana ada dalam kamusnya Guna untuk marah ke mama, Pa?"
"Hm! Iya juga, sih. Ya sudah, sini kita lanjutkan tidur. Papa sudah sangat ngantuk."
Mereka pun tertidur dengan nyaman agar bisa menyambut hari esok dengan sejuta ketenangan dan kebahagiaan.
Suara adzan menggema, pertanda seruan untuk umat muslin untuk menjalankan dua rakaat.
Sejenak Giana manggeliat, lalu bangun untuk melaksanakan kewajibannya sebagai muslim.
Setelah menjalankan dua rakaat sabagai kewajibannya, ia keluar untuk membantu Si Mbok untuk menyiapkan sarapan sepertu biasa.
Hari ini ia ingin masak nasih goreng seafood kesukaan om dan tantenya. Dengan penuh semangat ia memotong bahan-bahan yang akan ia gunakan.
Sedangkan Guna, kebiasaanya sehari-hari, ia selalu menjalankan dua rakaatnya di musholah yang letaknya tak jauh dari rumahnya.
Setelah pulang dari musholah, Guna hendak ke kamarnya untuk tidur sejenak seperti kebiasaannya, tidur setelah sholat. Akan tetapi kakinya ketika kakinya hendak menaiiki undakan tangga pertama, indera penciumannya mencium wangi nasi yang lain dari biasanya.
'Wangi nasi goreng seafood, siapa yang memasak makanan itu? Apa Mama, karena Mama sangat menyukai masakan seafood,' batin Guna.
Untuk mengilangkan rasa keingintahuannya, Guna mengalihkan kakinya menuju dapur. Ketika ia hendak memanggil sang mama namun yang ia lihat bukan mamanya namun perempuan berhijab yang tengah memaikan spatulanya dengan serius tanpa menyadari bahwa di belakangnya ada Guna yang berdiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
likeku singgah lagi
2021-01-29
2
TAUFIQ H.
17 like mendarat sempurna Thor... next gue mampir lagi. smngtt nulisnya dan jaga kesehatan selalu. Salam dari RANSA
2021-01-15
2