"Bantuin Guna, ngomong ke si cempreng malam ini keluar dengan Guna. Jalan-jalan!" ulang Guna.
Anita tersenyum smirk, terlintas dibenaknya untuk menggoda anak bujangnya tersebut.
"Lagi sariawan, Kamu?"
"Nggak."
"Terus, sejak kapan tuh mulut takut dipake ngomong?"
"Bukan takut, Ma."
"Terus, apa namanya?"
Sejenak Guna terdiam, memikirkan alasan yang tepat agar sang mama mau membantunya ngomong ke perempuan itu.
'Hufff, gimana cara ngomongnya, ini? Padahal sebentar lagi sudah mau jam 7' gumam Guna dalam hati.
"Ayolah, Ma. Ngomong ke perempuan itu. Guna mau mandi dan bersiap-siap."
"Ngomong sendiri! Mama, lagi sibuk."
"Katanya pengen cucu, masa minta tolong gitu aja nggak mau bantu, Ma!" ucap Guna namun beberapa saat kemudian ia sadar akan ucapannya. Guna menyadari bahwa omongannya sudah terlalu jauh.
Berbeda dengan Anita, perempuan yang bergelar mamanya Guna itu, sangat bahagia mendengar ucapan spontan dari sang anak.
"Oke, deh. Mama akan bantu ngomong kalau memang upahnya cucu," ucap Anita sambil mengerlingkan matanya ke arah anaknya.
Guna berlalu tanpa kata, ia segera membersihkan diri dan bersiap-siap.
Anita kembali ke dalam dengan tersenyum lebar.
"Ada apa, Ma?" tanya Angga ketika melihat sang istri senyum-senyum.
"Kayaknya sebentar lagi, makhluk yang bernama cucu itu akan segera menghiasi hari-hari kita, Pa," jawab Anita sambil membuka lemarinya.
"Terus?"
Anita menoleh ke arah sang suami, "Guna."
"Lalu?"
"Akh! Papa terlalu banyak lalu dan terus, mending diam dan sebentar lagi pasti akan mengerti," ucap Anita yang sudah menyelesaikan ritual pakai bajunya.
"Semasih belum ada undang-undang untuk melarang bertanya, 'kan nggak apa-apa, Ma."
Anita tidak menjawab lagi ucapan sang suami, ia beranjak lalu menarik tangan suami untuk ikut dengannya ke kamar Giana.
Angga pun mengikutinya tanpa bertanya lagi, mereka berjalan menuju kamar Giana untuk membujuk perempuan itu agar mau ikut Guna keluar jalan-jalan.
Tok tok tok ..
Beberapa saat Anita mengetuk pintu, muncul sosok gadis manis yang mereka cari, otomatis Giana kaget melihat Angga dan Anita yang berdiri di depan pintu sambil memamerkan deretan gigi putih rapi mereka.
'Kenapa dua orang ini, berdiri di sini. Sambil senyum-senyum lagi,' gumam Giana dalam hati.
"Boleh, Om Tante masuk, Giana?"
"Oh! Boleh-boleh, Om Tante."
Setelah mereka berada di dalam, Anita yang duduk deket Giana dengan bibir yang masih stand by dengan senyumannya.
"Gi! Tante boleh minta tolong sesuatu sama kamu?"
Giana menatap Anita yang masih tersenyum menatapnya, "Boleh, Tante. Kalau Giana boleh bantu, Giana akan bantu Tante."
"Hm! Begini, Tante mau minta tolong. Giana temanin Guna jalan ..... "
Belum selesai Anita ngomong, Giana langsung menjawab.
"Giana nggak mau, Tante."
Anita tidak kehabisan akal untuk membujuk gadis yang ada di depannya saat ini, ia harus berhasil membuatnya mau keluar dengan sang anak.
Sesaat kemudian, Anita menatap Giana dengan mata yang sudah berair dan sedikit terisak sehingga Giana bingung dengan sikap perempuan di depannya saat ini.
Melihat Anita yang diam dengan isakan dustanya membuat Giana merubah pikirannya, ia memang tidak bisa melihat orang-orang terdekatnya mengeluarkan air mata kesedihan.
"Iya, Tante. Giana mau ikut."
Tanpa pikir panjang, Anita langsung memeluk Giana yang sudah merubah pikirannya sambil mengerlingkan matanya ke arah sang suami yang masih kelihatan bingung dengat drama yang ia mainkan.
"Makasih, ya sayang. Sudah mau ikutin maunya, Tante!" dalam hati Anita bersorak, ia nggak tahu jika Giana akan merubah pikirannya ketika melihat air mata kesedihan yang ia buat-buat.
"Iya, Tante! Maafin Giana juga, ya. Sudah bikin tante sedih," ucap Giana tulus.
Giana sama sekali nggak menyadari kalau itu air mata buaya yang susah payah Anita keluarkan.
"Ya sudah, Sayang. Sekarang kamu siap-siap, ya. Tante kaluar dulu dan baju yang akan kamu pake sebentar lagi akan ada orang yang mengantarnya."
"Baju? Giana punya Tante, nggak usah beli."
"Nggak apa-apa, itung-itung sebagai tanda terima kasih karena kamu mau ikut kemauan, Tante."
Giana mengangguk, ia tidak membantah lagi apa yang Anita katakan.
Anita pun beranjak dan menarik keluar tangan sang suami yang hanya terduduk diam dari pertama masuk tadi, Angga hanya jadi penonton drama antara istri dan calon menantunya.
Di tengah jalan Anita berhenti, melihat ke arah sang suami, "Papa sudah mengerti 'kan?"
"Mengerti dari mananya? Tambah bingung, iya!" jawab Angga.
Anita mendengus, "Ah, Papa. Makanya pikirannya dibawa pulang ke rumah jangan ditenggalin di kantor, biar nggak lola kalau Mama ajak ngomong.
"Ya, gini-gini suami paling keceh, loh."
Anita pun terkekeh mendengar jawaban sang suami, itulah suaminya walaupun sering iya keceplosan ngomong absurd namun tidak pernah marah.
"Ya sudah. Nanti mama cerita, Pa. Sekarang kita ke kamarnya Guna dulu."
Mereka berjalan beriringan ke kamar anak bujangnya.
Ketika Guna baru keluar dari toilet terdengar ketukan yang seakan tidak sabar untuk menunggu itu pintu dibuka.
Tok tok tok tok ...
'Ya Allah, ini orang ngetok pintu kok sabaran banget, sih,' batin Guna.
Kriekkk ...
Begitu pintu terbuka yang ngetok pintu langsung merangsek masuk tanpa disuruh masuk, siapa lagi kalau bukan sang mama.
"Ma!"
Anita menoleh, "Ya, ada apa?"
"Astagfirullah, Mama. Sudah ketok pintu kayak ada yang ngejar, eh, malah main masuk saja tanpa disuruh," sungut Guna.
"Mama bawa berita penting, jadi harus cepat-cepat."
Guna membuang nafas sopan, "Berita apa, sih, Ma?"
"Yang tadilah."
Sejenak Guna terdiam, ia lupa bahwa tadi ia meminta tolong mamanya untuk ngomong dengan Giana agara mau ikut dengannya keluar.
"Kenapa? Lupa?"
Akhirnya Guna cengengesan, "I-iya, Ma."
"Huh! Baru kepala tiga, sudah miara penyakit lupa. Makannya nikah biar itu penyakit itu."
Guna mendelik, "Sejak kapan, tuh. Penyakit lupa dan nikah ada kaitannya, Ma?"
"Sejak Indonesia-Belanda perang!" jawab Anita asal.
Guna mancebik mendengar ucapan sang mama.
"Sudah-sudah, kamu siap-siap tapi kalau baju tunggu sebentar. Nanti ada orang yang bawakan baju buat kamu."
"Kok, pakai pesan baju segala, Ma. 'Kan Guna cuma minta tolong bujukin si cempreng saja."
Anita tidak menjawab, perempuan itu langsung beranjak dan keluar sambil menarik tangan suaminya.
Anita sudah memesan baju couple khusus buat mereka di butik langganannya yang sebentar lagi akan sampai, ia sengaja memesan couple tersebut sebagai acara kencan perdana mereka. Padahal Anita tidak tahu saja kalau Guna hanya ingin memanfaatkan Giana untuk mengusir Sindhy agar tidak mengganggunya lagi.
Beberapa saat kemudian couple yang dipesan Anita telah sampai dan sudah dikasihkan ke dua orang yang sedang mereka tunggu-tunggu.
"Mama, nggak sabar, Pa. Tungguin mereka keluar," ucap Anita kepada suaminya saat mereka tengah duduk menunggu orang yang sedang bersiap-siap di dalam sana.
"Sabar, kita tunggu saja. Oh iya, kok mama bisa tahu ukurannya Giana?"
"Ya tahulah, Pa. Semoga Giana suka warnanya."
"Kapan mama mesannya, kok papa nggak ngelihat."
"Tadi."
Setelah itu Angga terdiam, ia juga merasa senang terhadap istrinya. Cekatan, selalu cepat dan tepat dalam melakukan sesuatu dari dulu selalu bisa diandalkan di mana pun.
"Mama memang the best."
Di dalam kamar sana Giana tengah tertegun menatap gamis casual modern yang berwarna hijau tosca yang belikan oleh Anita.
'Pasti harganya mahal,' batin Giana.
Setelah itu Giana memakai gamis tersebut, kembali terkaget karena gamisnya pas dengannya. Sedangkan ia ingat-ingat sang tante nggak pernah menanyakan berapa ukurannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
YonhiarCY (Hiatus)
idaman sekali mertua nya mau dong😂
2021-01-27
1
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
yuhuuu.. jejak lagi
2021-01-25
1
Newdania Safana
pengen dong punya mertua kyak gitu,.
2020-12-29
1