Giana menahan malu, ia menenggalamkan wajahnya sedalam mungkin agar tidak ada yang melihat wajah merah karena menahan malu.
"Giana."
"Iya, Tante. Itu ... anu, tan."
"Kalian, itu. Memang berjodoh, ya!"
Setelah mengatakan hal itu, Anita beranjak dari tempat duduknya.
'Sudah cukup untuk hari ini buat mereka terpojok,' batin Anita.
"Mama!" Guna memanggil mamanya, namun perempuan itu tak menoleh sedikit pun.
"Eh! Cempreng kerempeng! Gara-gara kamu, hidupku nggak tenang begini," ucap Guna sengit.
"Dasar, kulkas. Sok nyalahin orang, adanya aku yang ketiban sial ketemu dengan kamu!" balas Giana tak mau kalah.
"Kalau, kamu nggak datang. Semuanya nggak akan terjadi cempreng!" tukas Guna.
"Mana aku tahu, aku mau dijodohkan dengan kulkas macam kamu. Tante Anita nggak ada ngomong apa-apa!" ucap Giana kesal. Lalu beranjak dari tempat duduknya meninggalkan Guna yang masih geram.
"Heh! Cempreng! Aku belum selesai ngomong!"
Sejenak Giana membalikkan badannya dan berucap, "Ngomong sama tembok, sana!"
Giana pun benar-benar berlalu, ia sangat kesal dengan sikap soknya Guna. Rasanya ia ingin sskali mengumpat lebih kasar lagi kepada laki-laki itu jika tidak mengingat nilai kesopanan.
'Dasar kulkas! Sukanya memojokkan orang lain,' rutuk Giana.
Guna yang masih berada di tempatnya, masih merutuki keadaannya. Ia masih mencari celah agar terhindar dari perjodohan ini.
'Harus bisa membatalkan semua ini,' batinnya.
Trrrddddd ... ttrrdddd ....
Ketika Guna masih frustasi memikirkan cara untuk membtalkan perjodohonnya, tiba-tiba benda pipihnya bergetar.
Seteah melihatnya ternyata nomor baru, ia enggan untuk mengangkat telepon tersebut karena memang ia tidak suka mengangkat jika ada nomor baru yang masuk.
Namun, semakin diabaikan, nomor tersebut tetap menelpon, Guna ingin menonaktifkan handphonenya namun di nomor itu, ia sedang menunggu telepon laporan sang sekertaris tentang hasil meeting yang ia bisa hadiri tadi.
Drrrttttt .... drrrttttt .....
'Siapa yang punya nomor, nih," batin Guna.
Akhirnya Guna mengangkat telepon tersebut dengan malas.
[Hah! Akhirnya diangkat juga]
'Sindy! Perempuan lucknut. Tahu dari mana dia nomorku?' batin Guna.
Suara di seberang membuat Guna diam seaaat, ia sangat mengenal suara tersebut. Suara yang pernah mengisi hari-harinya dimasa lalu sekaligus suara yang sangat ia ia hindari agar ia tak mendengarnya lagi.
[Halo, Gun. Kau kah, itu?]
Guna masih terdiam.
[Guna]
[Iya]
[Masih mengenal suaraku?]
[Ada urusan apa?]
[Aku mau ketemu, kamu]
[Nggak bisa, say lagi sibuk]
[Kalau kamu nggak mau, aku akan ke rumahmu sekarang]
'Dasar, perempuan lucknut. Mau apa lagi dia?' batin Guna.
[Kamu, dimana?]
[Gitu, dong. Aku tunggu di tempat biasa sayang]
Tutttt.
Guna langsung memutuskan sambungan telepon tanpa menjawab lagi, mata elang itu berkilat tajam ketika mengingat apa yang telah perempuan lucknut itu lakukan dimasa lalu.
Sejenak Guna terdiam untuk meredam emosi yang bergejolak, ia membawa otaknya travelling untuk mencari ide agar perempuan itu tidak kegeeran ketika aku masih ingin menemuinya.
Kemudian terlintas dipikirannya untuk menelpon Widhya, sang sekertaris. Namun setelah tersambung malah yang angkat Ryo sang sahabat sekaligus tunangan Widya.
[Widhya, mana?]
[Hey! Tahu sopan, dong. Kalau nelpon orang]
[Heh! Ampas tahu, cepat kasihkan ke Widhya teleponnya!]
[Widhya, lagi mandi. Ada apa, bilang saja biar nanti aku sampaikan]
[Nggak jadi!]
[Dasar, orang aneh. Sudah ganggu orang, giliran ditanya kenapa malah bilang nggak jadi]
[Kamu yang aneh, dasar ampas tahu]
Tuuttt.
Guna langsung memutuskan sambungan telepon tersebut, jika ia bilang ke sahabatnya itu apa yang ia inginkan bukannya bantuan yang ia dapat tapi ejekan. Guna sudah tahu pasti tentang gimana sifat sahabatnya itu.
'Hah! Siapa yang mesti aku ajak untuk menemui perempuan lucknut itu' rutuknya dalam hati.
Beberapa saat Guna berpikir keras, siapa yang akan ia ajak. Tiba-tiba terlintas wajah Giana.
"Ah! Gk mau, masa iya aku ngajak si cempreng."
"Tapi, ini 'kan lagi darurat. Nggak kali ya aku minta tolong dia."
"Tapi, nggak mau, ah. Nanti dia kegeeran, lagi."
"Terus, aku mau ngajak siapa?"
Apa yang Guna lakukan tidak luput dari perhatian si mbok. Sebenarnya ia ingin mengambil gelas-gelas bekas minum tadi namun secara tidaj sengaja melihat sang tuan sedang ngomong sendiri dideket tangga.
'Itu, tuan kenapa ngomong sendiri?' batin si mbok
Si mbok perlahan berjalan mendekat, ia ingin memastikan pendengaran dan penglihatannya apa masih normal atau sudah nggak normal.
Beberapa langkah dari belakang Guna, si mbok berdiri. Ternyata benar bahwa Guna benar-benar sedang sibuk ngomong sendiri.
"Tuan."
Guna yang tengah serius dengan apa yang ia lakukan, sontak membalikkan badannya. Guna benar-benar tidak menyadari bahwa dibelakangnya ada si mbok.
"Mbok! Sejak kapan mbok berdiri di situ?" tanya Guna.
"Sejak Pak Ir. Soekarno membacakan Proklamasi, Tuan." jawab si mbok tanpa dosa.
Guna mendelik ke arah perempuan paruh baya tersebut, "Hah! Si mbok selalu begitu."
"Tuan, masih normal 'kan?"
"Maksudnya, Mbok?"
Si Mbok terkikik, "Nggak apa-apa, Tuan."
Guna meringis, antara malu dan kesal terhadap diri sendiri, "Oh! Kirain sudah lama, Mbok."
"Nggak, Tuan. Permisi mbok mau ngambil gelas dulu."
Guna mengangguk, "Oh iya, Mbok. Mama mana?"
"Tadi mbok lihat masuk kamarnya, Tuan."
"Oke, Mbok. Makasih ya."
Tanpa menunggu jawaban si mbok, Guna berlalu untu mencari mamanya.
'Tuan kenapa, ya' batin si mbok.
Setelah sampai di depan kamar mamanya, Guna sempat ragu untuk mengetuknya namun ia sudah mengambil keputusan untuk meminta tolong sang mama agar membantunya ngomong ke Giana. Walaupun ia sudah tahu resikonya bahwa akan dibully oleh perempuan awal enam puluhan itu.
Tok tok tok ..
Anita yang baru selesai mandi bertanya ke sang suami siapa yang ngetok pintu.
"Ada yang ngetok pintu, Pa."
Angga mendongak, "Siapa?"
"Kok, malah nanya ke mama, kan mama baru keluar toilet, Pa."
Angga hanya tersenyum lebar menyadari perntanyaan konyolnya barusan.
"Ya sudah. Mama buka pintunya sana!"
Anita melangkah untuk membuka pintu.
Kriieekk ..
Pintu terbuka ia melihat sang anak berdiri menjulang di depannya dengan wajah melas.
'Hum pasti mau minta tolong, nih,' batin Anita.
"Mama, ngapain, sih. Lama banget bukain pintunya," ujar Guna.
Anita berdecak, "Mama papa lagi bikin adik buat kamu," ucap Anita sembarang. "Kamu, 'kan nggak mau menikah dan punya anak ya sudah mama papa punya inisiatif bikinin kamu adik lagi."
Guna mencebik, "Ingat umur, Bu."
"Ya sudah. Kamu mau ngomong apa? Cepetan ngomong."
Guna menggaruk tengkuknya yang nggak gatal, ia bingung sekaligus ragu untuk ngomong, akan tetapi setelah beberapa saat berperang dengan pikirannya sendiri akhirnya Guna ngomong.
"Ma, Guna mau dijodohkan sama si cempreng itu. Tapi nanti malam bujuk dia dong biar mau keluar dengan Guna," ucap Guna. Dia sengaja tidak ngasih tahu kalau mau ketemu Sindy bair sang mama nggak ngamuk.
Anita menilik sang anak dari atas sampai bawah terus dari bawah sampai atas kemudian ia menelengkan kepalanya kalau yang berdiri di depannya ini benar-benar anaknya bukan hantu.
Guna melambaikan tangannya di depan wajah mamanya karena ia tidak melihat bahwa perempuan yang ada di depannya sekarang tidak merespon apa yang ia sampaikan barusan.
"Mama!"
"I-iya, Sayang. Tadi ngomong apa?" tanya Anita gelagapan sambil cengengesan, sebenarnya ia sudah mendengar dengan jelas apa yang anaknya ucapkan tadi akan tetapi otak usilnya bangun untuk melakukan sesuatu.
"Bantuin Guna, ngomong ke si cempreng malam ini keluar dengan Guna. Jalan-jalan!" ulang Guna.
Dalam hati Anita bersorak, ini akan menjadi sebuah rencanya yang sudah ia pikirkan dalam otak kanan kirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Syamira Sulistyo
seruuuu bacanya ...ngakakkkk 😆😆😆😆
2021-03-04
0
YonhiarCY (Hiatus)
aduh ngakak nih sama keluarga satu nih😂😂
2021-01-27
1
Nanik Karima
keluarga kolpak🤣🤣🤣🤣🤣
2021-01-25
1