Bab 10 Ketahuan saling mengorek

Si Mbok sambil tergelak keras ketika melihat sikap malu-malu tuannya, karena itu kesempatan langka melihat manusia itu malu-malu jika menyinggung masalah kaum perempuan.

Wajah tampan Guna memerah, saat si mbok menggodanya, ia pun berlalu berjalan menuju ke sang mama berada.

Sebelum sampai di ruang tengah, samar-samar terdengar obroran sang mama dengan Giana, ia pun tidak langsung ke sana, ia lebih tertarik untuk mencuri dengar apa yang tengah dua orang beda generasi tersebut bicarakan.

Setelah beberapa saat menjadi pendengar gelap, Guna pun beranjak dari tempatnya.

"Dih, ada yang bertanya tentang saya, nih," ucapnya Guna menyindir.

Giana melengos mencoba mengabaikan ucapan manusia kulkas yang ada di depannya sekarang.

"Hm! Katanya nggak, mau. Tapi kok, nanya-nanya tentang saya, " sindir Guna lagi.

'Ikh, jadi laki, kok, lemes amat mulutnya. Sudah kayak banci kaleng rombeng,' gumam Giana yang masih didengar oleh orang sekitarnya.

Gumaman Giana, berhasil membuat Anita tertawa terbahak-bahak, perempuan awal enam puluhan itu mendengar apa yang Giana ucap seakan bukan ledekan tapi pujian sehingga ia bisa tertawa lepas kayak gitu.

"Mama!" seru Guna menghentikan tawa sang mama.

"Kenapa?"

"Ini, anaknya diledek, loh. Bukan dipuji, kenapa Mama malah ketawa bahagia begitu?" sela Guna yang tak terima.

"Gimana, Mama. Nggak ketawa, 'kan lucu," ucap Anita.

Guna membuang nafas kasar, "Ah, terserah, Mama."

Tatapan Guna beralih ke Giana yang tengah duduk dengan santainya, seakan barusan ia tidak berucap apa-apa.

"Eh, cempreng kerempeng, kenapa kamu tanya-tanya tentang saya?"

Setelah Guna bertanya, tiba-tiba ada suara dari belakang siapa lagi kalau bukan si mbok, yang ikut nimbrung.

"Bukannya, tadi juga tuan bertanya tentang bagaimana kesehariannya Nona kepada saya?"

Seandainya Guna mempunyai ilmu menghilang, ia akan segera menghilang dari tempat itu karena ia malu karena ketahuan menanyakan tentang keseharian Giana.

'Hadeh, aku salah tempat untuk menuang air, ternyata embernya bocor,' batin Guna.

Anita menatap anaknya yang tengah menahan malu, lalu tersenyum.

"Siapa yang nanyain si cempreng ini, sih, Mbok?" tanya Guna.

"Lah, tadi di belakang tuan tanya kepada saya gimana kesehariannya Nona Giana," ucap si mbok polos.

"Huh! Dasar kulkas, sudah nanya pake nggak ngaku segala," seru Giana.

"Kamu, juga kenapa nanya-nanya tentang saya sama Mama?"

"Sudah-sudah, jangan bertengkar terus. Kalian ini. Walaupun kalian bertengkar setiap detik, tidak akan mengubah keputusan kami para orangtua bahwa kalian tetap menikah," sela Anita.

Guna maupun Giana terdiam, mereka kehabisan akal untuk menolak perjodohan tersebut, dengan berbagai cara telah dilakukan namun tidak ada yang berhasil.

"Eh! Cempreng, kamu suka dengan saya, ya?" celetuk Guna.

"Ikh, amit-amit. Mending saya jomblo dari pada suka dengan kulkas berjalan." balas Giana sengit.

"Akh, bilang saja. Nggak dibayar pajak walaupun jujur."

Giana mencebik, "Orang ini sungguh PD sekali, Ya Allah."

"Owalah, Tuan. Kalau suka dengan Nona Giana, tinggal bilang. Bukan malah saling ngeledek kayak, gitu."

"Mama, tidak pernah meminta apa pun bukan? Kali ini aku meminta sesuatu tidak bisakah kamu penuhi anak mama?"

Ucapan Anita membuat Guna terdiam, dengan pikiran yang kacau dan permintaan sang mama membuatnya bingung. Untuk beberapa saat Guna masih terdiam tercabik antara menolak dan sikap berbakti.

Giana pun hanya bisa terdiam, ia juga teringat akan permintaan orangtuanya. Beberapa saat lalu mereka pernah berbicara akan hal ini bahwa ia akan dijodohkan dengan laki-laki dingin bak kulkas tersebut.

Sedangkan Anita merasa puas dengan apa yang dia lihat, ia tahu sang anak sebetulnya penurut namun kejadian beberapa tahu lalu yang membuatnya seperti sekarang ini, kisah di masa lalu yang meninggalkan bekas luka yang kayaknya belum sembuh sehingga membuat sang anak menutup diri dan hatinya dari yang namanya perempuan.

"Gimana, Guna?"

Guna melirik sang mama yang menatapnya, "Gimana apa, Ma?"

"Rasanya, Mama. Tidak perlu mengulang kata-kata Mama karena aku yakin kamu laki-laki cerdas."

Setelah manatap sang mama, Guna mengalihkan pandangannya ke arah Giana, perempuan yang dijodohkan dengannya.

"Dih, ada yang bertanya tentang saya, nih," ucapnya Guna menyindir.

Giana melengos mencoba mengabaikan ucapan manusia kulkas yang ada di depannya sekarang.

"Hm! Katanya nggak, mau. Tapi kok, nanya-nanya tentang saya, " sindir Guna lagi.

'Ikh, jadi laki, kok, lemes amat mulutnya. Sudah kayak banci kaleng rombeng,' gumam Giana yang masih didengar oleh orang sekitarnya.

Gumaman Giana, berhasil membuat Anita tertawa terbahak-bahak, perempuan awal enam puluhan itu mendengar apa yang Giana ucap seakan bukan ledekan tapi pujian sehingga ia bisa tertawa lepas kayak gitu.

"Mama!" seru Guna menghentikan tawa sang mama.

"Kenapa?"

"Ini, anaknya diledek, loh. Bukan dipuji, kenapa Mama malah ketawa bahagia begitu?" sela Guna yang tak terima.

"Gimana, Mama. Nggak ketawa, 'kan lucu," ucap Anita.

Guna membuang nafas kasar, "Ah, terserah, Mama."

Tatapan Guna beralih ke Giana yang tengah duduk dengan santainya, seakan barusan ia tidak berucap apa-apa.

"Eh, cempreng kerempeng, kenapa kamu tanya-tanya tentang saya?"

Setelah Guna bertanya, tiba-tiba ada suara dari belakang siapa lagi kalau bukan si mbok, yang ikut nimbrung.

"Bukannya, tadi juga tuan bertanya tentang bagaimana kesehariannya Nona kepada saya?"

Seandainya Guna mempunyai ilmu menghilang, ia akan segera menghilang dari tempat itu karena ia malu karena ketahuan menanyakan tentang keseharian Giana.

'Hadeh, aku salah tempat untuk menuang air, ternyata embernya bocor,' batin Guna.

Anita menatap anaknya yang tengah menahan malu, lalu tersenyum.

"Siapa yang nanyain si cempreng ini, sih, Mbok?" tanya Guna.

"Lah, tadi di belakang tuan tanya kepada saya gimana kesehariannya Nona Giana," ucap si mbok polos.

"Huh! Dasar kulkas, sudah nanya pake nggak ngaku segala," seru Giana.

"Kamu, juga kenapa nanya-nanya tentang saya sama Mama?"

"Sudah-sudah, jangan bertengkar terus. Kalian ini. Walaupun kalian bertengkar setiap detik, tidak akan mengubah keputusan kami para orangtua bahwa kalian tetap menikah," sela Anita.

Guna maupun Giana terdiam, mereka kehabisan akal untuk menolak perjodohan tersebut, dengan berbagai cara telah dilakukan namun tidak ada yang berhasil.

"Eh! Cempreng, kamu suka dengan saya, ya?" celetuk Guna.

"Ikh, amit-amit. Mending saya jomblo dari pada suka dengan kulkas berjalan." balas Giana sengit.

"Akh, bilang saja. Nggak dibayar pajak walaupun jujur."

Giana mencebik, "Orang ini sungguh PD sekali, Ya Allah."

"Owalah, Tuan. Kalau suka dengan Nona Giana, tinggal bilang. Bukan malah saling ngeledek kayak, gitu."

"Mama, tidak pernah meminta apa pun bukan? Kali ini aku meminta sesuatu tidak bisakah kamu penuhi anak mama?"

Ucapan Anita membuat Guna terdiam, dengan pikiran yang kacau dan permintaan sang mama membuatnya bingung. Untuk beberapa saat Guna masih terdiam tercabik antara menolak dan sikap berbakti.

Giana pun hanya bisa terdiam, ia juga teringat akan permintaan orangtuanya. Beberapa saat lalu mereka pernah berbicara akan hal ini bahwa ia akan dijodohkan dengan laki-laki dingin bak kulkas tersebut.

Sedangkan Anita merasa puas dengan apa yang dia lihat, ia tahu sang anak sebetulnya penurut namun kejadian beberapa tahu lalu yang membuatnya seperti sekarang ini, kisah di masa lalu yang meninggalkan bekas luka yang kayaknya belum sembuh sehingga membuat sang anak menutup diri dan hatinya dari yang namanya perempuan.

"Gimana, Guna?"

Guna melirik sang mama yang menatapnya, "Gimana apa, Ma?"

"Rasanya, Mama. Tidak perlu mengulang kata-kata Mama karena aku yakin kamu laki-laki cerdas."

Setelah manatap sang mama, Guna mengalihkan pandangannya ke arah Giana, perempuan yang dijodohkan dengannya.

'Ah, dasar perempuan kerempeng menyusahkan,' rutuk Guna dalam hati.

"Giana, Sayang. Gimana denganmu? Apa kamu bersedia?"

Giana terbelalak, mendengar pertanyaan Anita. Ia tidak berani mengangkat kepalanya, ia hanya melirik dengan ekor matanya reaksi Guna. Namun lagi-lagi ia down dan sangat tidak menginginkan situasi seperti saat ini.

Anita meraih tangan Giana dan berbicara lirih, "Tante, sudah menelpon orangtuamu. Mereka akan segera datang."

Jika ada ledakan bom saat ini di deket mereka tidak akan lebih kaget dengan informasi yang mereka dengar.

Giana mau pun Guna serentak mengangkat kepala mereka memandang ke arah perempuan yang mempunyai suara yang dahsyat barusan.

"Mama! Tante!" ucap mereka bsrsamaan.

"Iya! Ada yang bisa saya banting, eh, salah. Maksud saya ada yang bisa saya bantu?" tanya Anita dengan memasang wajah sepolos mungkin.

"Mama! Guna, bukan anak kecil lagi," seru Guna.

"Kalau sudah merasa dewasa, nyari bini, dong. Jangan berdiam diri terus," seru Anita menimpali.

"Tolonglah, Ma. Guna masih berpikir."

"Nunggu kamu berpikir sama halnya, nunggu minyak dan air berpelukan."

Jawaban Anita, sontak membuat tawa si mbok yang dari tadi ikut nimbrung di situ meledak.

"Nunggu sampai kiamat pun, air sama minyak nggak bakalan bersatu, Nya!" seru si mbok dengan masih terkekeh.

"Ya, maka dari itu, Mbok. Saya tidak mau ngijini Guna untuk berpikir."

Anita kembali melirik Giana, "Giana, Sayang. Jawab, dong sayang."

Giana menahan malu, ia menenggalamkan wajahnya sedalam mungkin agar tidak ada yang melihat wajah merah karena menahan malu.

Terpopuler

Comments

Nur Neni

Nur Neni

di bagian ini ada yg di ulang, mn panjang lg, lanjut laa, jangan ada lg paragrap yg di ulang

2021-08-31

0

Eky Ramadani10

Eky Ramadani10

sakit perut ku😭🤣🤣🤣

2021-02-24

2

Vemy Mun

Vemy Mun

,😂😂😂🤣🤣🤣

2021-02-01

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Kedatangan perempuan baru
2 Bab 2 Tragedi KECOAK
3 Bab 3 Calon menantu idaman
4 Bab 4 Mengajak makan bersama
5 Bab 5 Menemani makan
6 Bab 6
7 Bab 7 Kedapatan berduaan dalam kamar
8 Bab 8 Diharuskan menikah
9 Jengkel
10 Bab 10 Ketahuan saling mengorek
11 Bab 11 Mantan kembali
12 Bab 12 Minta bantuan Mama
13 Bab 13 Bertemu mantan
14 Bab 14 Akting
15 Bab 15 Singa mengamuk
16 Bab 16 Giana tidak menyadari bahwa Guna mengerjainya.
17 Bab 17 Diisengi sang mama
18 Bab 18 Keceplosan
19 Bab 19 Menjemput seseorang
20 Bab 20 Rumah sakit
21 Bab 21 Rumah sakit 2
22 Bab 22 Marah
23 Bab 23 Salah tingkah
24 Bab 24 Ternyata Giana pernah bertunangan.
25 Bab 25 Gelisah
26 Bab 26 Dikira pasangan suami istri
27 Bab 27 Bubur yang terabaikan
28 Bab 28 Dapat undangan
29 Bab 29 Kejutan makan siang
30 Bab 30 Rencana Angga buat Giana
31 Bab 31 Suasana rumah sakit
32 Bab 32 Kejutan untuk Giana
33 Bab 33 Drama Widhya dipecat
34 Bab 34 Lupa
35 Bab 35
36 Bab 36 Gaji untuk Giana
37 Bab 37 Giana dikerjain
38 Bab 38 Kedatangan Giana disaat yang tepat.
39 Bab 39 Bunga untuk Giana
40 Bab 40 Rencana Dinner
41 Bab 41 Keusilan Widhya
42 Bab 42 Dinner
43 Bab 43 Wah ternyata Mama Anita dan Mama Tina mantan ketua Mafia
44 Bab 44 Ice cream
45 Bab 45 Ungkapan Cinta Guna
46 Bab 46 Mengingat masa muda 1
47 Bab 47 Mengingat masa muda 2
48 Bab 48 Terpesona
49 Bab 49 Nisa baik-baik saja
50 Bab 50 Rahmad penasaran
51 Bab 51 Ancaman Mama Anita
52 Bab 52 Kamu calon istriku bukan pelayanku
53 Bab 53 Kita pulang saja Mas
54 Bab 54 manis dan Menggemaskan
55 Bab 55 Si Mbok jadi obat nyamuk
56 Episode 56 Bisik-bisik aula
57 Episode 57 Pilihan Mama memang tidak salah.
58 Bab 58
59 Episode 59 Belajarlah mencintaiku.
60 Episode 60 Apa kamu sudah mencintaiku
61 Episode 61 Terkadang ketenangan menjadi tempat kematian yang sadis.
62 Episode 62 Mata sang mantan
63 Episode 63 Teriakan Giana
64 Episode 64 Hantu kulkas
65 Episode 65 Diejek Widhya
Episodes

Updated 65 Episodes

1
Bab 1 Kedatangan perempuan baru
2
Bab 2 Tragedi KECOAK
3
Bab 3 Calon menantu idaman
4
Bab 4 Mengajak makan bersama
5
Bab 5 Menemani makan
6
Bab 6
7
Bab 7 Kedapatan berduaan dalam kamar
8
Bab 8 Diharuskan menikah
9
Jengkel
10
Bab 10 Ketahuan saling mengorek
11
Bab 11 Mantan kembali
12
Bab 12 Minta bantuan Mama
13
Bab 13 Bertemu mantan
14
Bab 14 Akting
15
Bab 15 Singa mengamuk
16
Bab 16 Giana tidak menyadari bahwa Guna mengerjainya.
17
Bab 17 Diisengi sang mama
18
Bab 18 Keceplosan
19
Bab 19 Menjemput seseorang
20
Bab 20 Rumah sakit
21
Bab 21 Rumah sakit 2
22
Bab 22 Marah
23
Bab 23 Salah tingkah
24
Bab 24 Ternyata Giana pernah bertunangan.
25
Bab 25 Gelisah
26
Bab 26 Dikira pasangan suami istri
27
Bab 27 Bubur yang terabaikan
28
Bab 28 Dapat undangan
29
Bab 29 Kejutan makan siang
30
Bab 30 Rencana Angga buat Giana
31
Bab 31 Suasana rumah sakit
32
Bab 32 Kejutan untuk Giana
33
Bab 33 Drama Widhya dipecat
34
Bab 34 Lupa
35
Bab 35
36
Bab 36 Gaji untuk Giana
37
Bab 37 Giana dikerjain
38
Bab 38 Kedatangan Giana disaat yang tepat.
39
Bab 39 Bunga untuk Giana
40
Bab 40 Rencana Dinner
41
Bab 41 Keusilan Widhya
42
Bab 42 Dinner
43
Bab 43 Wah ternyata Mama Anita dan Mama Tina mantan ketua Mafia
44
Bab 44 Ice cream
45
Bab 45 Ungkapan Cinta Guna
46
Bab 46 Mengingat masa muda 1
47
Bab 47 Mengingat masa muda 2
48
Bab 48 Terpesona
49
Bab 49 Nisa baik-baik saja
50
Bab 50 Rahmad penasaran
51
Bab 51 Ancaman Mama Anita
52
Bab 52 Kamu calon istriku bukan pelayanku
53
Bab 53 Kita pulang saja Mas
54
Bab 54 manis dan Menggemaskan
55
Bab 55 Si Mbok jadi obat nyamuk
56
Episode 56 Bisik-bisik aula
57
Episode 57 Pilihan Mama memang tidak salah.
58
Bab 58
59
Episode 59 Belajarlah mencintaiku.
60
Episode 60 Apa kamu sudah mencintaiku
61
Episode 61 Terkadang ketenangan menjadi tempat kematian yang sadis.
62
Episode 62 Mata sang mantan
63
Episode 63 Teriakan Giana
64
Episode 64 Hantu kulkas
65
Episode 65 Diejek Widhya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!