Dasar! Cempreng kerempeng. Hah! Aku mencium sifatnya akan seperti mama, hadeehhh makin terjepit posisiku jika jadi menikah dengannya. Satu perempuan saja buat aku KO apalagi tambah satu,' gumam Guna sambil bergidik ngeri.
Guna pun masuk ke kamarnya, sejenak ia duduk di tempat tidurnya memikirkan apa yang telah terjadi.
'Sindhy benar-benar ingin bermain,' gumam Guna.
[Fajar, gimana?]
[Perempuan itu sedang bertemu seseorang tidak jauh dari tempat tadi]
[Pantau terus! Jangan biarkan lolos!]
[Beres, boss!]
[Nanti aku transfer!]
[Boss memang terbaik]
'Mari kita bermain Sindhy," batin Guna.
Setetah memutuskan sambungan telepon Guna beranjak untuk membersihkan diri.
Sementara di ruang tengah sana pasangan lanjut usia yang tengah duduk berdampingan masih dengan sang perempuan penyerang handal sedangkan sang laki-laki masih dengan tangkisan-tangkisan tipisnya. Begitulah Angga, ketika sang istri mengamuk, ia hanya menangkis tanpa melawan atau meninggalkan tempat.
"Papa, Jahat!"
"Nggak jahat, Ma."
"Terserah, PAPA!"
Angga tersenyum samar ketika mendengar kata terserah karena itu pertanda amukan akan segera mereda.
'Punya bini' kok, gini amat eaakk. Untung sayang, kalau nggak udah tak tukar tambah,' batin Angga.
"Sudah, ini minum. Mama pasti haus, 'kan?"
Anita meraih gelas berisi air yang disodorkan oleh sang suami lalu menuguk habis tanpa jeda karena merasa sangat haus tenagannya terkuras banyak.
"Gimana? Sudah tenang?" tanya Angga pelan.
"Kita harus gerak cepat, Pa."
"Gerak cepat mau kemana?"
"Nyingkirin perempuan tidak tahu malu itu."
"Memang apa yang telah dia lakukan?"
"Perempuan itu sudah menghina Giana habis-habisan di depan orang banyak, Pa. Mama sangat merasa bersalah sekali dengan Giana, gadis itu nggak ngomong tapi mama tahu persis pasti sangat syok."
"Apa Guna sudah mengambil sebuah tindakan?"
"Katanya Fajar akan turun tangan, Pa."
"Hm! Papa yakin jika laki-laki yang tidak punya belas kasihan itu turun tangan Sindhy nggak akan berani macam-macam lagi kecuali perempuan tidak tahu malu itu punya nyawa cadangan."
"Tapi mama ingin membuat sesuatu terhadap perempuan itu yang tidak akan pernah dia lupa, Pa."
Anita memang sangat geram terhadap Sindhy, perempuan itu sudah membuat anaknya terpuruk sangat dalam. Sekarang kembali dan sudah berani menghina calon menangtunya di depan umum.
"Kita tidak perlu mengotorkan tangan kita untuk orang macam itu, Ma. Cukup Fajar yang akan menanganinya, percaya dengan laki-laki itu!"
Hening ...
"Yuk kita masuk, kita lakukan hal yang lebih berguna!" ajak Angga sambil mengedip nakal.
"Hal berguna?"
"Ya, membuatkan adik buat Guna, misalnya!"
Anita mencubit pinggang suaminya yang kadar mesumnya masih akut diusia yang tidak muda lagi itu, tapi dalam hati ia sangat senang sekali.
Umur mereka memang sudah enam puluhan tapi mereka masih seperti pasangan-pasangan muda, aktifitas ranjang mereka tetap rutin mereka lakukan walaupun tidak sekuat waktu muda.
Di satu sisi, Giana sedang rebahan. Ucapan yang terlontar dari mulut Sindhy masih terngiang di telingannya, sungguh kasar sekali.
'Apakah mulut perempuan itu tidak pernah disekolahkan, ya. Kok, sangat tidak berbobot sekali kata-kata yang diproduksi oleh mulutnya itu?' gumam Giana.
Drrttt ... ddrttttt ...
Tiba-tiba benda pipih kesanyangannya itu bergetar.
'Nomor baru, siapa in?' batinnya.
[Ehkem, hallo]
[Sudah tidur?]
Giana mengenal suara itu.
[Sudah!]
[Sudah tidur kok, masih bisa jawab]
[Terobosan baru, jawab telepon sambil merem]
[Saya tunggu di taman belakang, sekarang!]
Sesaat Giana mengernyitkan dahinya.
[Aku sudah tidur!]
[Saya, tunggu!]
Tuuutttt ...
Panggilan berakhir.
"Ugghh! Dasar manusia kulkas! Selain auranya seperti kulkas tapi juga pemaksa, awas kau macam-macam."
Giana pun beranjak untuk menghampiri manusia yang ia juluki kulkas itu, sementara Guna sedang duduk sambil mnegerjakan beberapa berkas kantornya untuk kepentingan meeting besok pagi.
Beberapa saat kemudian Giana sudah berada di hadapan Guna, sesaat mereka tidak ada yang bersuara. Giana pun tidak beranjak dari tempatnya berdiri.
"Mau menjadi pengganti tiang listrik?" celetuk Guna tanpa melihat reaksi Giana.
'Aarrghhhh, pengen sekali ku cubit ginjalnya nih orang!' sungut Giana dalam hati.
Tanpa menjawab Giana mengenyakkan dirinya di kursi agak jauh dari Guna.
"Hei! Kenapa nggak sekalian kamu duduk di dalam rumah saja?"
Giana semakin kesal, "Ya Allah, ini manusia es maunya apa?'
Gadis itu berpindah ke tempat duduk yanv dekat dengan Guna, sedangkan laki-laki itu masih dengan kegiatannya.
"Apa aku datang untuk melihatmu berkutat dengan kertas-kertas itu, Tuan?" tanya Giana menahan geram.
Guna bisa merasakan bahwa perempuan yang tengah duduk di dekatnya sekarang sedang menahan sebuah amarah.
Sejenak Guna melirik lalu kembali fokus dengan kegiatannya lagi.
'Seandainga neraka itu tidak ada, sudah aku lenyapkan manusia nggak jelas ini dari tadi,' batin Giana.
"Kalau mau marah, keluarkan! Jangan ditahan nanti bisa jadi penyakit!" ucap Guna.
'What? Dia bisa tahu kalau aku marah, apa selain seorang CEO dia juga berprofesi dukun?' batin Giana.
"Sok tahu!" akhirnya hanya kata-kata itu yang terlontar dari mulut Giana.
Hening ...
Hanya suara-suara kertas dan ketikan jari Guna yang menggema ditengah keheningan tersebut, sebenarnya Guna ingin meminta maaf atas kejadian yang di restaurant tadi. Namun laki-laki itu juga bingung mau mulai dari mana untuk ngomongnya.
"Kalau nggak ada yang penting, saya mau tidur tuan!" ujar Giana.
"Saya belum ngantuk!"
"Lah, itu urusan tuan. Bukan urusan saya, yang punya mata 'kan tuan bukan saya!"
"Mulai malam ini, menjadi urusan kamu."
'Apa manusia es ini salah minum obat ya? Semenjak di reastaurant tadi omongannya ngelantur terus,' batin Giana seraya menatap Guna intens.
"Tidak perlu ditatap seperti itu, saya memang tampan. Sudah dari sononya!" ucap Guna tanpa menoleh.
'Sumpah! Jika neraka benar-benar tidak ada, sudah aku lelepin manusia aneh bin ajaib ini,' kesal Giana dalam hati.
Guna menyerahkan secarik kertas.
"Nih, baca!"
"Apa, ini?"
"Makanya dibaca, biar itu mulut tidak hanya digunakan untuk bertanya!"
Giana meraih kertas tersebut tanpa bersuara lagi.
"Bantuin saya mendata berkas ini sebagai arsip secara manual."
"Apa di perusahaan sebesar itu tidak mempunyai karyawan? Saya bukan karyawanmu, tuan kulkas!" desis Giana yang benar-benar batas kesabarannya sudah dititik terakhir.
"Yang ada di sini cuma kamu, masa iya saya harus menelpon karyawan saya malam-malam," jawab Guna tetap acuh.
Giana tidak ingin berdebat lagi, gadis itu mengerjakan apa yang Guna perintahkan. Ingin membantah lagi namun ia malas untuk adu mulut lagi.
Sedangkan Guna diam-diam memperhatikan apa yang dilakukan gadis itu.
'Tulisannya indah sekali,' batin Guna dengan senyum kemenangan karena berhasil mengerjai Giana.
Alih-alih untuk meminta maaf seperti niat awalnya karena membuat gadis itu kesal lebih menyenangkan.
Sedangkan Giana sama sekali jika Guna mengerjainya, gadis itu hanya menggerutu dalam hatinya. Mengatai Guna sepuasya, namun itu hanya batinnya yang berbicara.
'Awas, kau manusia kulkas. Nanti lihat saja, aku akan membalasmu!'
'Dasar, beruang kutub!'
'Manusia aneh!'
Tidak henti-hentinya Giana menggerutu dalam hatinya, rasanya sedikit bisa mengobati rasa kesalnya ketika memaki Guna dalam hati. Ya, walaupun ia sadar Guna tidak akan memdengar tapi senggak-ngganya ia sudah memaki laki-laki itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
like..like..
asisten dadakan hadir..😘
mampir juga yuk..
semangat kak💪
2021-01-29
1
Mini Sarbini
lanjut...makin seru nih ceritanya...
2020-12-09
1