Setelah keduanya ngobrol ngalur ngidul yang sesekali ditimpali Angga, sambungan telepon pun terputus.
"Ngomong-ngomong, Giana mana, Ma?"
"Oh iya, Pa. Itu anak mana eakkk?"
"Jangan-jangan kabur, Ma." Angga menimpali.
"Ah nggak mungkin, Pa. Giana nggak punya siapa-siapa di sini."
"Coba tanya si Mbok, Ma!”
Anita pun ke dapur untuk mencari si Mbok.
"Mbok lihat Giana nggak?"
"Nona Giana ada di belakang, Nya. Lagi asyik kayaknya sama tanaman di belakang."
Si Mbok, menunjuk ke arah belakang di mana Giana lagi berkutat sama tanaman-tanaman di depannya.
"Wow! Mbok, di belakang sini sudah asri begini, ya?"
Nampak taman belakang sudah di penuhi bunga cantik dan di tepi kolam renang tertata rapi pot-pot kecil dengan tanaman indah tersusun dan berjejer rapi di sana.
‘Biasanya, di belakang tidak ada apa apa yang menarik tapi sekarang mashaa Allah,’ pekik Anita dalam hati.
Anita nampak terkesima dengan pemandangan yang tersaji di depannya, ia sungguh ingin cepat-cepat itu perempuan menikah dengan anaknya, nggak sia-sia dia jalan-jalan ke kampungnya kemarin. Sehingga dia menemukan makhluk cekatan nan cantik seperti ini.
‘Duh, pandai sekali, Tina. Melahirkan mahkluk seperti ini’ gumam Anita.
Giana yang lagi asyik berkutat dengan kegiatannya sambil mengumpat nama Guna tidak sadar bahwa Anita sudah dari tadi di dekatnya sampai suara deheman dari Anita yang membuat dia terperanjat karena kaget.
"Tan-Tan-Tante! Tante, dari kapan berdiri di situ?" tanya Giana gugup.
Anita terkekeh liat ekspresi Giana yang kayak maling ketangkap.
"Ya, sudah lama juga, sih. Lumayan dengar umpatan orang tentang anak tampannya, Tante," Anita kembali tergelak.
"Ma-ma-Maaf, Tante. Gi nggak maksud...!?" Giana menggantung kata-katanya.
"Sudah-sudah, Gi nggak salah, kok, udh nyantai saja nggak usah tegang begitu calon menantuku yang cantik," Anita menggoda sehingga perempuan itu tersipu malu.
Keduanya ngobrol dari A sampai Z, mulai dari Guna kecil sampai Guna besar dan lain sebagainya. Curhat sana curhat sini nampak sekali mereka nyambung dalam segala hal.
Mereka berdua ibarat ibu dan anak yang sudah lama tidak bertemu, tidak ada sekat antara mereka. Obrolan demi obrolan mengalir begitu saja dengan santai.
Setelah berkutat dengan tanaman-tanamannya, Giana mengajak Anita ke dalam untuk rehat, Anita pun mengikuti langkah Giana.
"Tante, mau minum apa?" tawar Giana.
"Apa saja, yang penting seger," ujar Anita.
"Ya sudah, Gi. Bikinkan jus mangga aja deh."
Anita memberikan jempol tanda setuju dan dia langsung menuju ruang santai untuk berselonjoran di sana karena hawanya cukup panas.
Selepas itu, Giana sibuk menyiapkan bahan untuk jusnya sambil berdendang lirih cukup untuk di dengar sendiri.
Tiba-tiba si Mbok muncul dan membuat Giana terlonjak kaget.
"Nona, kaget ya?" Si Mbok basa basi.
"Bukan lagi kaget, Mbok. Tapi jantung ini serasa lompat dari tempatnya," sungut Giana.
Si Mbok terkekeh, "Maaf, Nona. Nggak bermaksud ngangetin, cuman tadi si Mbok pikir, Nona denger."
"Iya sudah, nggak apa-apa Mbok. Sini bantuin Gi bikin jus mangga," ajak Giana.
"Aissiiaaappppp, Nona. Oh iya! Nona sekalian sama, Tuan Guna bikinnya eaakk."
"Memang dia sudah pulang, Mbok?"
"Sudah Nona.”
"Sudah, lama?"
"Baru beberapa menit yang lalu, Nona."
"Oh!”
Setelah selesai, Giana membawa jus buatannya keruang tengah di mana Anita sudah menunggu, ternyata di situ ada Guna yang lagi bermanja-manja ria sama mamanya. Dia tidak menyadari, Giana ada di belakangnya.
‘Ugghhh! Ternyata ada si Kulkas’ Giana bergumam
"Gi! Kenapa cuman berdiri di situ?" tanya Anita ketika menyadari Giana hanya berdiri di belakang mereka.
"Mm! Ini, Tante. Kayaknya ini jus masih kurang gulanya," ucap Giana melengos ke dapur, tanpa menunggu jawaban.
Sampai di dapur, Giana hanya berdiri mematung deket meja makan, dia bingung sendiri harus ngapain padahal, ini jus nggak ada yang kurang dan nggak ada yang lebih. Tadi cuman alasan saja biar tidak bertatap muka sama si Kulkas berjalan itu.
"Aargghhh! Kenapa mesti ada dia disitu?" Pekik Giana.
Tiba-tiba di belakangnya ada yang menyahut, siapa lagi kalau bukan Guna.
"Kenapa, cempreng teriak-teriak sendiri?" tanya Guna tiba-tiba.
"Nggak apa-apa," ucap Giana.
"Kirain sudah stress," Guna bergumam tapi masih di dengar oleh telinga Giana.
'Tuhan, boleh nggak hamba pelintir mulut lemes manusia satu ini' gumam Giana.
"Nggak ada kerjaan banget sih, selalu ada kamu setiap sudut rumah."
Guna tertawa, "Heh! Cempreng, kamu tidak amnesia kan? Ini rumah, rumah saya wajar dong kalau saya ada di mana-mana."
"Iya tahu, ini memang rumah kamu. Yang bilang rumah tahanan siapa? Tapi cuman nggak selalu tiba-tiba nongol bagai dedemit juga kali."
"Kamu! Selalu saja ngatain saya semau, Kamu. Emang kamu pikir, kamu itu siapa, hah?" Tanya Guna sengit.
Guna sangat geram dengan perempuan yang ada di depannya.
"Diiihh, yang nyari gara-gara duluan siapa? Eh, yang nyolot tingkat dewa siapa?"
"Dasar, cempreng kerempeng. Tunggu pembalasan, Saya!" Seru Guna.
"Kamu, mau apa?"
"Terserah aku dong, mau ngapain."
"Dasar, laki-laki aneh. Kulkas berjalan."
"Dasar, perempuan gila. Lihat saja nanti apa yang bisa aku lakukan?"
Tidak mau terus-terusan berurusan sama Guna, Giana pergi begitu saja tanpa merespon apa yang Guna ucapkan karena dia sudah bertekad tidak mau banyak banyak berinteraksi dengan manusia dingin arogan kayak gitu.
Sampai di ruang tengah Giana menyapa Anita yang sedang menikmati acara tv kesukaannya.
"Mm! Maaf, Tan. Juicenya lama."
"Nggak apa-apa, Gi. Yang penting juicenya sudah ada rupanya sekarang."
Giana pun duduk di samping Anita menyuguhkan juice mangga yang dia buat.
"Tante! Gi, mau tanya sama, Tante. Bolehkah?"
"Boleh! Emang, Gi. Mau nanya apa?"
"Itu, Tante. Gi, mau nanya lagi tentang anak, itu tuh."
"Oh itu! Kirain tentang apa Gi, ya sudah mau nanya apa tentang anak, Tante itu?"
Anita mengerling mata menggoda Giana, soalnya dia suka melihat Giana yang malu-malu saat digoda.
"Mm! Anu, Tante. Gi mau nanya kalau, Tuan Guna itu seperti apa sih orangnya?"
Setelah bertanya Giana merasa menyesal dan nampak Giana senyum malu-malu karena sudah bertanya tentang manusia kulkas itu.
"Orangnya aneh!"
Giana menautkan alisnya "Aneh gimana, Tan?"
Anita tergelak sambil memperhatikan reaksi Giana, yang menurutnya sangat menggemaskan. Mereka tidak sadar dari tadi ada orang lain yang mendengarkan diam-diam apa yang mereka obrolkan.
Anita tidak menjawab lagi pertanyaan Giana, malah dia mengalihkan ke topik yang lain dan menyampaikan bahwa orangtuanya Giana akan sampai sore ini di bandara.
Giana kaget mendengar apa yang disampaikan Anita yang menurutnya serba tiba-tiba.
"Loh! Kok ....?" Giana menggantung kalimatnya dengan posisi kaget binti bingung.
"Biasa aja Gi, kan mereka datang sekalian ngomongin pernikahan kalian," ucap Anita setenang mungkin.
Giana hanya meradang dalam hati, masih dengan kebingungan.
Di satu sisi Guna, duduk santai di teras belakang, sambil menikmati taman belakang yang sudah indah dengan bunga-bunga cantik yang bertengger rapi di situ, sesekali menyesap juice mangga yang dibuat oleh Giana.
‘Heeemzz, ternyata perempuan ini terampil untuk urusan rumah’ Guna bergumam sambil melihat sekelilingnya.
"Tuan, dipanggil. Nyonya besar."
Guna terperanjat karena kaget "Argh! Si Mbok mah kagetin aja."
"Huh! Tuan, sudah dari tadi kali Mbok panggil-panggil, tapi Tuan aja yang keenakan ngelamun," ucap si Mbok.
"Iya kah?"
"Iyaaaaa, Tuan. Awas, Tuan. Jangan sering-sering ngelamun ntar ayam tetangga pada mati lho," sahut si Mbok.
Guna tertawa terbahak-bahak mendengar sahutan, si Mbok, "Ya, nggak apa-apa mati Mbok sekalian kita ambil buat syukuran.”
"Syukuran dalam rangka apa ,Tuan?"
"Syukuran nikahnya saya sama si cempreng kerempeng itulah, Mbok," ucap Guna enteng.
"Hah! Tuan jadi mau nikah sama Nona Giana?"
Guna nggak menjawab pertanyaan si Mbok tapi malah balik bertanya tentang keseharian Giana di rumah.
"Itu si cempreng kerempeng gimana Mbok kesehariannya?"
"Mm! Selama ini menurut pengamatan kacamata saya sih, Tuan. Kalau Nona Giana itu orangnya rajin, telaten, ramah, lincah, gesit, sabar,baik hati dan sopan santun kepada yang lebih muda sekalipun, Tuan."
Si mbok panjang kali lebar menjabarkan tentang keseharian Giana di rumah.
"Idiiihhh, Mbok mah. Kayak paranormal aja bisa tau orang baik dan segala macam" timpal Guna.
"Lho jangan salah, Tuan. Gini-gini, Mbok pernah sekolah di bidang psikologis tapi cuman nggak sampai habis kendala biaya, Tuan."
"Whatttt? Akhhhh yang benar Mbok?"
"Iya, Tuan. Buat apa saya bohong! Apa untungnya, Tuan?"
"Sayang sekali ya, Mbok."
Guna merasa prihatin liat perempuan paruh baya yang ada di depannya.
"Ekheem! Kok, Tuan. Malah ngelamun?"
“Siapa yang ngelamun, Mbok?”
“Ciiee, Tuan. Lagi mikirin Nona Giana ya? Jangan-jangan, Tuan. Sudah jatuh cinta nih sama Cempreng kerempeng itu?" Mbok menggoda Guna.
Guna menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, kikuk dengan pernyataan dan godaan si Mbok.
"Sudah! Sidah! Mbok, saya mau dengerin panggilan Nyonya besar dulu, sebelum suara cempreng melengking itu menggema seantero rumah ini."
Guna sambil berlalu yang diikuti godaan-godaan ringan dari si Mbok di belakangnya.
"Suuiitt! Suiitt! Katanya nggak mau tapi akhirnya klepek-klepek sendiri."
Si Mbok sambil tergelak keras ketika melihat sikap malu-malu tuannya, karena itu kesempatan langka melihat manusia itu malu-malu jika menyinggung masalah kaum perempuan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Ziia Virghiia
maaf kk jgn ada kata eeaaakk nya sih kan ini bukan abg lg...maaf yaa kk
2024-10-24
0
Dian Anggraeni
jempolku ke 154 tor malam ini 👏👏👏👏
2021-03-02
0
YonhiarCY (Hiatus)
kembali hadir kakak😍
2021-01-25
1