"Hah! Mama!"
Mendengar sang putra sudah berteriak gusar, Anita, cepat-cepat memutuskan telepon. Karena dia sudah tahu kalau putranya sudah berteriak dan gusar begitu alamat akan marah-marah. Dia tahu persis jika sang putra anti yang namanya perempuan, entah kenapa putranya itu bisa ilfeel kepada perempuan.
Setelah telepon dimatikan sepihak oleh mamanya, Guna hanya bisa menggerutu dan membuang napas kasar.
'Hah! Hadapin Mama sepertinya aku kalah terus,' rutuk Guna dalam hati.
Beberapa saat kemudian, Guna lagi sibuk dengan pikirannya. Tiba-tiba dikagetkan oleh teriakan dari arah dapur, sontak saja Guna langsung mengambil langkah seribu menuju ke arah dapur dan melihat seorang perempuan sudah duduk di atas meja makan sambil celingak-celinguk mengawasi sesuatu yang sepertinya menyeramkan.
'Siapa lagi ini perempuan,' batin Guna.
Dia sudah lupa tadi dikasih tahu, si Mbok. Bahwa ada perempuan yang akan bekerja di rumahnya, Guna sibuk memperhatikan perempuan tersebut sambil berpikir apa gerangan yang membuat perempuan di depannya ini berteriak histeris sehingga merusak indera pendengarannya di pagi-pagi begini.
'Ya Lord! Cobaan apa lagi ini? Ternyata sekeras-keras nyaringnya suara, Mama. Masih ada lagi yang menandinginya, kenapa hidupku selalu di kelilingi oleh yang bersuara keras dan cempreng begini? Bisa-bisa ini gendang telinga pecah seribu,' gumam Guna dalam hati.
"Heh! Siapa, Kamu? Pagi-pagi sudah main teriak seenak jidat di rumah saya? Mana suara cempreng begitu lagi."
"Hehe, ini, Tuan. Anu ... anu, itu, Tuan. Tadi ada makhluk yang menyeramkan dan menggelikan di situ."
"Makhluk apa? Di rumah saya tidak ada yang namanya makhluk menyeramkan dan menggelikan yang seperti kamu bilang, si Mbok selalu rajin bersih-bersih!"
"Bener, Tuan. Saya nggak bohong, tadi saya liat di situ."
"Emang makhluk apa yang kamu lihat? Kok, sampai segitunya teriak-teriak? Mana langsung nangkring di atas meja lagi, itu meja buat makan bukan buat tempat nangkring."
"I-iya, Tuan. Saya tahu, saya minta maaf tapi saya sangat takut sama makhluk itu."
"Iya! Makhluk apa, Nona cempreng?"
'Coba kalau saya nggak lagi takut, nih orang sudah tak bejek-bejek mulutnya, seenak jidat merubah nama orang, nama udah cantik-cantik begini didoain satu kampung dan dipotongin kebo sama, Mak Bapak. Eh, malah makhluk satu ini main ganti-ganti saja kayak ganti baju,' batin Giana.
"Halo, Nona cempreng. Kok, malah bengong? Ditanya juga nggak dijawab, makhluk apa yang kamu lihat?"
Dengan gugup Giana menjawab, "Itu, Tuan. Di situ ada kecoak, Tuan."
"Apa? Kecoak?"
Spontan Guna pun tanpa berpikir panjang langsung naik di atas meja seperti yang dilakukan Giana karena dia sendiri pun takut dengan makhluk yang menggelikan itu.
"Kenapa, Kamu. Nggak bilang dari tadi, Nona cempreng?"
Giana tercengang melihat Guna yang langsung loncat, dalam hitungan detik laki-laki itu sudah di sebelahnya sambil meracau panjang kali lebar.
'Apa-apaan ini, badan kekar wajah sangar dan tampan. Eh, kok, tampan? Tetapi hati hello kitty,' batin Giana.
Mereka berdua belum turun dari atas meja tersebut, masih sibuk dengan pikiran masing-masing. Sesaat kemudian si Mbok datang, ekspresi heran binti bingung menyelimuti wajah perempuan paruh baya itu karena menyaksikan Guna dan Giana nongkrong di atas meja dengan ekspresi yg sulit diartikan.
"Nona Giana! Tuan Guna! Kenapa bisa ada di atas meja? Nyaman, sih, nyaman tuan. Tetapi bukan berarti meja dijadikan tempat nongkrong, loh."
Guna maupun Giana kaget denger teguran si Mbok, antara malu dan sungkan Guna turun begitu pun Giana dengan muka merah dan kikuk ikut turun.
Si Mbok bertanya lagi, "Tuan, ada apa? Kok, kayak ngeliat hantu?"
"Ini gara-gara si Mbok, nih, nggak becus bersihin rumah makannya makhluk menggelikan itu bebas berkeliaran."
"Emang makhluk apa, sih, Tuan? Kok, sampai Tuan dan Nona Giana pada tegang begitu?"
Guna menjawab. "Kecoak, Mbok!"
"Owalah, Tuan. Tuan takut kecoak toh"
"Bukan takut, tapi geli!"
"Aduh, Tuan. Percuma itu badan dikekerin tapi sama kecoak saja takut, gimana sih, Tuan?" Si Mbok tergelak.
Giana yang berada di sebelahnya hanya membatin, 'Sumpah seumur-umur baru ketemu laki-laki yg takut kecoak.'
"Aduh, Mbok. Bukan takut tapi geli, Mbok. Geli!" Guna bergidik.
"Takut dan geli itu bedanya apa sih,Tuan?"
Tanpa menjawab apa yang dikatakan si Mbok, Guna melenguh dan berlalu meninggalkan ruangan yang masih terdengar suara tawa yang memekakkan telinganya.
💕💕💕💕💕💕💕💕💕
Guna duduk di ruang tengah dengan seribu pertanyaan.
'Tadi perempuan itu siapa dan dari mana asalnya kok sudah ada dalam rumah aja,' gumam Guna.
"Mbok! Mbok!"
"Iya, Tuan!" Si Mbok lari tergopoh-gopoh menuju sang tuan.
"Manggil saya, Tuan?"
"Yang tadi, siapa Mbok?"
Yang tadi? 'Kan Mbok sudah bilang, Tuan. Itu perempuan yang dikirim Nyonya besar untuk kerja di sini, masa lupa lagi?"
Guna kaget mendengar ucapan si Mbok. 'Oh iya ya, tadi si Mbok sudah bilang,' batin Guna.
"Panggilin dia, Mbok!"
"Aiiissiiiaapppp, Tuan!"
Beberapa menit kemudian, Giana datang dengan muka masih merah dan kikuk dengan kejadian tadi. Dia tidak tahu bagaimana memulai merangkai kata untuk menyapa.
"Permisi tuan," sapaan lembut membuat Guna menoleh.
Pandangannya menyapu pada seorang gadis yang memakai apron biru tersebut. Gadis itu berdiri gugup di sebelahnya. Wajah malu-malu yang dibingkai ranbut hitam sepunggung.
"Kamu Giana?" tanya Guna pelan.
Wanita di depannya mengangguk pelan, menatap Guna sambil menggigit bibir bawahnya takut-takut. “Iya, saya Giana.”
Beberapa saat mereka hanya diam, hanya deru nafas yang terdengar dalam ruangan tersebut. Mata tajam Guna menelusuri gadis yang berdiri gugup di hadapannya. Tanpa sadar mendesah dan berpikir jika hidupnya sebentar lagi akan berada dalam fase sulit.
"Kamu siapa? dari mana? Dan siapa namamu?" Guna memberondong Giana dengan beberapa pertanyaan sekaligus.
"Nama saya, Giana Anastasya, Tuan. Saya dikirim Nyonya besar ke sini untuk membantu si Mbok beres-beres rumah. Saya dari kampung, satu kampung dengan Nyonya besar, Tuan."
Sesaat mereka membisu, mereka masih sibuk dengan pikiran masing-masing.
Giana menahan napas dan sibuk menggigit bibir bawahnya untuk menahan sakit di kaki yang berdenyut-denyut karena dari tadi hanya berdiri. Sementara matanya mencuri-curi pandang ke arah Guna yang duduk di sebelahnya. Dia menilai bahwa sang laki-laki sangat tampan. Dengan rahang kokoh dan alis lebat. Memakai kemeja biru terang sehingga menambah ketampanannya. Tatapan mata Guna yang terlihat tidak bersabat membuat dia enggan memulai pembicaraan.
Dan akhirnya, Guna bersuara. “Ya sudah, untuk peraturan yang berlaku di rumah ini tanyakan ke si Mbok, karena dia sudah tahu dan hafal semua peraturan yang ada!"
"Iya, Tuan. Kalau gitu saya permisi."
Guna mengangguk, "Ya!"
Setelah Giana kembali ke dalam, Guna pun kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap ke kantor. Sebagai seorang CEO teladan, dia tidak ingin terlambat.
Di kantornya, Guna masih memikirkan hal konyol yang terjadi tadi pagi di rumahnya, dia nggak sadar bibirnya menyunggingkan sebuah senyum. Ya, dia senyum-senyum sendiri dalam ruangannya.
'Hah! Lumayan manis,' batinnya.
'Apa ini? Aku memikirkannya? Oh tidak, aku anti yang namanya perempuan,' kembali dirinya bermonolog dalam hati.
Lagi asyik menikmati lamunannya, tiba-tiba Guna terkejut dengan pintu yang dibuka, tanpa diketuk dan tanpa permisi. Siapa lagi yang berani masuk seperti itu selain mamanya, perempuan awal enam puluh tahun itu masih kelihatan fresh dan cantik dari umurnya.
Guna bangun dari mejanya dan menyambut sang mama, biarpun mereka sering bertengkar tetapi Guna sangat menghormati dan menyayangi ratu penguasa hatinya dan hati papanya itu.
Setelah menyilahkan mamanya duduk, Guna menelpon sekretarinya untuk membuatkan minuman kesukaan sang mama.
"Mama, kok, tiba-tiba datang?"
"Kenapa? Emang Mama nggak boleh datang ke kantor anaknya, Mama. Ya sudah! Kalau begitu, Mama pulang nih," sambil merapikan pakaiannya dan bangun ingin pulang tapi sebenarnya hanya gertakan sih.
"Mama! Mama! Mama, jangan gitu donk. Masa iya gitu saja ngambek, nanti cepat keriput loh, Ma. Terus Papa cari Mama baru deh kalau Mama keriput." Guna tergelak.
Guna puas menggoda mamanya dan berhasil membuat perempuan itu gondok, suatu keberhasilan yang sangat besar jika bisa membuat perempuan itu dalam mode marah.
"Anak sama Bapak, sama-sama ngeselin dan hobby bikin mamanya gondok, nanti Mama kutuk jadi kodok baru tahu rasa," racau Anita.
"Iya deh, maaf wanita terhebat dan tercantikku yang tiada duanya. Anak mu ini minta maaf ya!"
Sambil memainkan ujung rambut mamanya, Guna merayu agar perempuan awal enam puluan itu melunak dan tidak gondok lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Roroazzahra
ampun sampai ngakak 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2021-02-03
1
YonhiarCY (Hiatus)
ya ampun ngakak😂
2021-01-16
1
NA_SaRi
'seenak jidat" ungkapan baru yg aku tangkap🤗
2021-01-16
0