Deg

Sekitar satu jam aku mengurung diri di kamar mandi, lama-kelamaan tubuhku menggigil. Mau keluar tapi takut pria itu masih ada. Sumpah mati, aku tidak sudi melihat wajahnya. Lebih baik aku jadi perawan tua daripada minta pertanggungjawaban padanya.

Tok tok tok

"Apakah sudah mati?" Tanya pria itu.

"Sudah, mau apa kau?"

"Aku mau minta pertanggungjawaban padamu"

"Apa katamu? Kamu yakin tidak salah ucap?" Cecarku.

"Aku?"

"Ya kamu, memangnya aku bicara dengan siapa lagi"

"Mungkin saja closet hahaha"

"Ha ha ha, tidak lucu sama sekali" Ledekku kesal.

"Apa aku boleh masuk?" Tanya pria itu aneh.

"Kau gila? Sudah tahu disini ada aku. Jangan coba-coba melancarkan aksimu kembali"

"Kupikir, kamu lebih suka jika kita berbicara empat mata di kamar mandi"

"Hanya orang gila sepertimu yang mau bicara empat mata dengan orang asing di kamar mandi"

"Lalu, siapa yang ada di kamar mandi?"

"Aku!"

"Gila berarti"

Aku sudah kadung emosi dengan pria tak tahu diri ini. Kuambil bathrobe (jubah mandi) yang menggantung di kamar mandiku dan segera kupakai.

Ckrek

Anjr*t. Hampir muntah gue. Gila, ganteng banget.

Aduh, jangan Rish jangan. Jangan tergoda pada pria bejat ini. Kesucian lo udah direnggut, jadi jangan tertipu dengan Cahya versi baru. Pasti mereka brengseknya kurang lebih sama.

"Kenapa diam?"

Pria tampan itu, asgshsg. Maksudku pria gila itu dengan santainya berdiri dihadapanku hanya dengan menggunakan sehelai boxer saja.

Aduh, sayangnya kenapa aku tidak ingat kejadian semalam. Rugi rugi rugi.

"Gunakan pakaianmu. Kau pikir aku akan tergoda?" Aku berjalan dengan angkuh ketika melewatinya.

"Kenapa memangnya? Apa kau sedang kesal dengan boxerku yang menghalangi pandanganmu?" Pria itu malah mengekoriku.

"Jaga bicaramu! Kau pikir aku wanita macam apa, Hah? Aku memang sudah kau nodai tapi hal itu tidak lantas membuatku kehilangan harga diri" Tegasku dengan berkacak pinggang hendak melawannya yang kini berada tepat didepanku.

"Hei ulat nangka, kau memang tidak kehilangan harga dirimu. Justru disini akulah yang kehilangan harga diriku. Apa kau tidak ingat semalam bagaimana liarnya kau... Mengobok-obok boxerku" Ucap pria itu dengan tatapan lurus kebawah. Dan polosnya aku ikut-ikutan natap kesana.

"Apa? Kau berani menuduhku? Kupikir lelaki gila hanya gelarku untukmu, tapi ternyata kau memang gila. Bagaimana bisa orang gila masuk ke apartemenku ini"

Untung gak ketangkap basah Rish ckckck.

"Wanita ulat nangka ini bebal sekali. Kau mau bukti?"

"Oh my God. Gegayaan bicara bukti. Hahahaha, aku jauh lebih banyak punya bukti dibanding kau!" Aku geram sekali pada lelaki yang tidak mau mengaku dan sibuk menuduhku.

"Oh ya? Coba mana coba, aku ingin sekali mengetahui bukti yang kau punya" Tantangnya dengan melipatkan tangan ke dada.

Duh, dadanya bidang lagi. Lalu... Perutnya kotak-kotak, emh makin bawah ada... Ah! Yang fokus dong Rish.

"Emh, apa tadi?" Tanyaku yang malu banget kalo ketahuan habis mereview kesempurnaan postur tubuhnya.

"Halah, jangan banyak alasan. Kamu gak punya bukti, kan?" Tudingnya seakan menang telak dariku.

"Ada, aku punya bukti akurat yang tidak bisa kamu bantah. Paha ini, maksudnya paha bagian dalam. Rasanya pegal-pegal, ini jelas akibat perbuatan kamu. Lalu aku, bangun cuma pakai s*mpak. Jelas juga gara-gara kamu, kan?"

"Ak-..."

"Halah, jangan banyak alasan. Kamu sudah terbukti melakukan perbuatan tak senon*h terhadapku. Sekarang mau cari alasan yang gimana lagi? Pasti bingung kaaaannn hahaha" Aku puas sekali menertawainya. Kali ini dia mati kutu tak bisa menjawabku.

Pria itu berjalan ke sisi tempat tidur. Ia membuang satu demi satu pakaian kami yang sejak awal sudah tergeletak dilantai.

"Nah, ini HP aku. Aku gak perlu repot-repot ngomong ABCD sama ulat nangka kayak kamu. Mending kamu lihat sendiri bukti yang aku punya"

Pria itu menyodorkan ponselnya dekat dengan wajahku. Aku mencoba ingin memegangnya sendiri, tapi ditepisnya.

"Aku curiga kamu akan hapus bukti yang aku punya lalu kabur gitu aja lepas tanggung jawab"

"Ngomong apa sih!" Cebikku. "Udah cepet, mana sini bukti yang kamu punya"

Kami menonton video yang ia putarkan itu.

A*j, apa yang gue lakukan? Oh no!

"Jadi... Yang seret-seret aku, yang merayu-rayu aku, yang maksa duduk dipangkuanku, yang buka baju depan aku, dan yaaang..."

"STOP!!! Aku butuh waktu untuk memikirkan ini semua. Karena ini jelas bukan aku banget. Ini pasti jebakan, ini pasti editan. Kamu kan pelakunya?"

"Bebal banget sih jadi orang. Udah jelas semua-semua mulai dari gerak-gerik, muka-muka nafsunya, sampe dressnya aja persis sama kaya yang kamu punya. Jangan ngelak terus, mana KTPmu? Pasti sekarang udah ada niat mau keluar pulau, kan?"

"Please kasih gue nafas bentar. Gue masih gak ngerti apa yang terjadi, kenapa bisa ada lo disini, terus kenapa bisa ada video itu. Gue sama sekali gak ingat apa-apa semalam"

Si pria tampan itu dengan baiknya menceritakan semua kejadian rinci setelah perekaman itu usai.

"Paha lo pegel-pegel, itu karena lo kejengkang gue dorong. Dan juga, sumpah demi Tuhan gue gak ngapa-ngapain lo. Terbukti semp*k lo masih berada ditempatnya. Karena kalo udah gue apa-apain gak akan gue pasang lagi. Ah gue lupa, tolong digaris bawahi. Gue memang gak ngapa-ngapain lo tapi lo yang ngapa-ngapain gue"

"Tap-..."

"Ssssttt, jangan di potong dulu!" Sambarnya dengan menjawil bibirku.

"Setelah lo kejengkang, gue bantu lo tapi kemudian lo sempat melakukan gerakan seperti orang kesurupan atau apalah itu gue gak tahu yang jelas mengerikan banget. Terus setelah gue bantu, tangan lo ini dengan aktifnya menari-nari di sekitaran selangk*ngan gue sampe gue yang tadinya bersumpah untuk menahan g*irah akhirnya ikutan lepas pakaian juga tapi nyisain boxer doang"

"Jad-..."

"Jangan dipotong!" Kesalnya padaku.

"Tidak sampai disitu, kamu mengobok-obok isi boxerku sampai melihat jelas isinya. Karena kamu begitu senang bermain-main disana akupun jadi gak enak kalo harus menghentikan aktifitas kamu karena hal itu bisa menggangu kesenangan kamu. Seperti itu, sekian terima gaji"

Aku bingung mau berkata apa, aku pikir aku tidak sampai melihat benda kebanggaannya. Ah, bagaimana ini. Emh, tapi untuk apa aku bertanggungjawab sedangkan aku saja sampai detik ini tidak ingat bagaimana rasanya mengobok-obok, astaga Airish.

"Tadi motong-motong, sekarang diam. Mana sini KTPmu"

"Apa harus banget nyerahin KTP? Kan bisa minta nama lengkap sama nomor HP aja"

"Dih, kamu rasa aku bakal percaya sama mulutmu itu? Tidak ulat nangka"

"Apaan sih, daritadi ulat nangka ulat nangka" Ujarku sembari nyari dompet di lantai sampai ke kolong-kolong tempat tidur.

"Karena kamu lincah banget semalam persis kaya ulat nangka. Lompat sana, lompat sini, antengnya setelah liat isi boxer aja"

"Ihhh" Aku melemparkan sekotak tisu padanya karena menceritakan kejadian semalam yang membuatku bergidik ngeri. Sedangkan lelaki itu sibuk tertawa saja. Kok bisa aku jadi seliar itu?

"Hm, nih" Aku memberikan KTPku padanya.

Dia pun langsung memfoto KTPku, katanya biar bisa diburu kalau-kalau aku lepas tanggungjawab. Setelah selesai difoto, dikembalikan lagi padaku.

Huh, kukira tadi bakal ditahan.

"Airish? Hm nama yang bagus. Sebagus permainan semalam"

"Serah deh mau ngomong apa. Mending sekarang kamu keluar dulu, aku mau pakek baju"

"Baiklah" Pria itu terlebih dulu memungut pakaiannya lalu keluar kamar.

"Jangan pergi dulu, aku masih mau bicara!?" Teriakku dari dalam kamar.

"Jangankan mau bicara, kamu mau mengulang kejadian semalam juga boleh"

"Najis!"

Setelah aku rapi dengan setelan daster panjangku dan rambut yang di jedai, aku segera keluar kamar menemui pria tadi. Ternyata ia sedang memanggang roti di dapur.

"Nih, ngobrolnya sambil makan"

Aku menerima roti panggang buatannya. Sembari sarapan aku kembali mengajukan hal-hal yang masih belum kumengerti.

"Aku mau nanya, k-k-kok, kok bisa tangan kamu ada di...di, di, di"

"Oh itu, ya bisa aja. Kan lagi tidur gak sadar"

Enteng sekali manusia satu ini bicara.

"ITU ARTINYA KAMU JUGA HARUS BERTANGGUNGJAWAB DONG! JANGAN SEMUA-SEMUA DILIMPAHIN KE AKU. Enak aja!" Protesku tanpa jeda sedetikpun.

"Iya, aku udah pikirin itu. Nih, kartu nama aku" Ia mengulurkan kartu namanya di meja lalu di dorong sampai depan piring roti panggangku.

"Gak, gak terima kartu nama. Aku kasih kamu KTP masa kamu cuma kasih aku kartu nama" Ucapku terang-terangan menolaknya.

"Gak bawa"

"Sini, aku periksa sendiri dompet kamu" Tanpa persetujuannya aku langsung merebut paksa dompet yang ia letakkan disisi meja.

Kubuka, kucari-cari disetiap lipatan dompetnya. "Nih ada, ketahuan kan mau nipu aku"

"Akhirnya... Padahal aku selama ini udah nyari kemana-mana lho"

"Halah!"

"Oh iya, sebetulnya semalam yang lebih dulu nolong kamu bukan aku tapi pak satpam. Kita cuma kebetulan ketemu terus kamu maki-maki aku dan aku bilang aja kalo kita memang saling kenal ke satpam itu karena feeling aku bilang masih lebih baik aku dibanding dia"

"Hmm" Sahutku dengan masih tidak menyangka akan ada kejadian seperti ini dalam hidupku.

"Makanya jangan mab*k"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!