Kenyataan Pahit

Di malam-malam selanjutnya, aku dan Cahya makin sering teleponan. Pokoknya, kalau sudaj menyentuh jam 12 malam aku pasti sudah siap-siap rebahan karena bakalan di telepon walaupun Cahya tidak pernah bilang mau nelepon setiap malam atau beberapa malam sekali.

Aku tak bisa menjelaskan dengan kata-kata bagaimana bahagianya perasaanku kini. Aku merasa kami seperti tengah berbalikan. Karena tak ada bedanya, persis terasa sama seperti kami yang dulu.

"Ada cerita apa malam ini?" Tanyaku saat baru saja mengangkat panggilannya.

"Eyang kemaren berantem sama orang asing. Untunglah orang asingnya paham, jadi masalahnya gak diperpanjang" Sambut Cahya langsung bercerita.

"Ya ampun Eyang. Emang ada-ada aja kelakuan Eyang kamu"

"Iya, sampe Eyang ngejar itu orang ke jalan gede. Kan malu ya dilihat tetangga, disangkainnya tuh orang habis maling dirumah aku. Padahal orangnya cuma lewat doang"

"Pengen ketemu Eyang lagi" Ucapku dengan sedikit sedih. Sedih karena... Ah, tentu saja aku tidak bisa bertemu Eyang lagi. Karena Eyang bukan bagian dari keluargaku.

Terdengar Cahya menghembuskan nafas berat.

"Emhh, Rish... Kamu kapan nikah?" Tanya Cahya yang berusaha mengalihkan topik. Tapi, pertanyaannyajustru membuatku kesulitan menjawab.

"Doain aja secepetnya" Ujarku dengan tabah. Karena aku sendiri tahu, aku belum bisa membuka hati lagi. Hatiku masih terpaut di kamu, jerit hati Airish.

"Aku akan sedih banget Rish kalo kamu nikah. Kalo boleh egois, aku pengen kamu juga"

Aku menerawang menatap langit-langit kamar. Kujauhkan sedikit ponselku dari telinga agar isakan tangisku tak terdengar.

Kemudian Aku berkata, "Udah deh, jangan bahas sesuatu yang tidak akan pernah terjadi"

Aku dan Cahya lanjut ngobrol dengan akrab seperti biasa. Tapi, selama itu pula aku tidak pernah secara langsung menanyakan bagaimana cara ia bertemu, ataupun berkenalan dengan Nisa sampai mereka menikah. Aku takut pertanyaanku dianggap cemburu. Walau memang iya, tapi sebisa mungkin aku harus mengontrol diriku agar tak bertindak terlalu jauh.

"Eh, anak Kakak udah umur berapa?" Tanyaku walau sebetulnya tenggorokan rasa tercekat ketika mengatakannya.

"Tanggal 9 nanti satu tahun" Jawab Cahya.

Oh, berarti sekitar satu mingguan lagi.

Sejak pertama kali Cahya menghubungiku lewat Whatsapp, ia sudah menyimpan kontakku. Dari situlah aku tahu beberapa potret keluarga kecil mereka yang tidak Cahya atau Nisa unggah di Instagram. Mereka memiliki anak yang sangat tampan, berkulit putih persis kayak Nisa dan hidung mancung turunan Cahya. Matanya juga persis mata Nisa, bulat dan besar. Melihat potret keluarga kecil mereka yang terlihat harmonis itu, aku sangat iri. Tapi sesaat kemudian, aku malah sinis. Karena kenyataannya pria yang tampak seperti suami atau ayah yang baik itu nyatanya sering meluangkan waktu untuk menghubungiku diam-diam.

Pasti akan seru kalau aku beritahu ini pada Nisa hahaha, batinku dengan tertawa jahat.

◇◇◇

Beberapa malam kemudian...

Aku baru saja selesai memakai krim malamku. Kemudian berjalan menuju tempat tidur dan bersiap untuk menunggu telepon dari Aya. Sembari menunggu, sesekali aku membuka Whatsapp untuk melihat status Aya apakah sedang online atau tidak.

Berulang kali keluar masuk Whatsapp tetap saja statusnya tidak pernah bertuliskan online.

Yang muncul hanya keterangan terakhir dilihat pukul 22:24.

"Cahyo kemana sih? Tumben lewat dari jam biasanya" Gumamku.

Aku takut ketiduran, sampai akhirnya aku buka laptop dan akan menunggu Aya sambil nonton film. Tapi, sudah satu jam aku nonton film Aya tetap saja tidak kunjung menghubungiku.

Mau kuhubungi duluan, tapi aku takut. Lagipula, aku siapanya?

Kuselesaikan nonton filmku, setelah itu aku tidur meski pikiran terus kemana-mana karena memikirkan Aya yang tak seperti biasanya.

Baru beberapa menit terlelap, aku terbangun. Kulihat ponsel, karena aku sungguh takut jika telah mengabaikan panggilan Aya. Dan ternyata, nihil. Tidak ada satu pun panggilan tak terjawab dari Aya.

Aku sangat kecewa. Aku sudah mati-matian menunggu sampai tidurku terganggu.

Aku pun kembali pejamkan mata walau rasa kantuk itu sudah reda.

◇◇◇

Keesokan harinya, aku melakukan aktifitas seperti biasa. Karena kehadiran Aya yang kembali ke kehidupanku, aku sudah tidak takut lagi pada orang yang sering mengancamku itu. Aku juga tidak tahu mantra apa yang Aya rapalkan padaku, yang jelas aku kini sudah tak takut lagi dan siap baku hantam kalau ada yang berani merecoki hidupku.

Aku bersantai di kafe rumah sakit yang terkenal itu. Ya, kafe RSCM (Rumah Sakit Cipto M*ngunkusumo). Aku suka berpindah-pindah kafe kalau sedang kejar target menulis naskah. Biar dapat inspirasi baru. Naskah yang aku buat kali ini, bukanlah tawaran dari sutradara, melainkan akan kujual ke Production House (PH) atau bisa juga untuk ajang kompetisi menulis. Sebetulnya ada banyak cara mendapatkan uang dengan menulis, hanya saja kemalasan lebih mendominasiku.

Setelah aku selesai dengan pekerjaanku, akupun kembali ke apartemen. Sampai di apartemen, kurebahkan tubuhku di tempat tidur dan kubuka Whatsapp. Memeriksa postingan orang dan tiba-tiba saja aku melihat...

Mr. X

Kontak yang sudah lama aku simpan dan selama ini tak pernah sekalipun posting cerita. Dan hari ini, tiba-tiba saja muncul di deretan postingan yang belum kulihat.

Otomatis jariku mengklik postingan ceritanya. Dan...

Muncul sebuah video yang berisi kumpulan foto-foto. Aku dengan serius memperhatikan satu demi satu foto yang muncul dengan berlatar lagu selamat ulang tahun seperti di tikt*k-t*ktok.

Foto pertama: Bayi mungil dalam keadaan dibedong.

Foto kedua: Bayi lagi tengkurap.

Foto ketiga: Aya lagi gendong bayi dengan background tempat tidur.

"Hah? Aya?" Disitulah aku mulai menyadari kalau hari ini bertepatan dengan ulang tahun anaknya. Pantas saja Aya, emh maksudku Cahya tidak menghubungiku semalam. Mungkin ia dan istrinya sedang sibuk menyiapkan persiapan ulang tahun anaknya. Atau ia sedang nginap dirumah mertuanya? Ya kan? Siapa tahu!?

Meskipun hati terasa panas, aku tetap melanjutkan melihat sampai habis video tersebut.

Foto-foto selanjutnya, berupa foto yang di ambil saat acara aqiqahan. Foto saat keluarga kecil itu kondangan dengan memakai setelan seragaman. Lalu foto mereka di bandara, aku tidak tahu sedang ada kepentingan apa di bandara itu. Bodo amatlah!

Terus selebihnya foto anak mereka sedang naik sepeda bayi dan ada juga foto anaknya sedang ngikutin gerakan sholat papanya Cahya.

Setelah melihat foto itu, aku seperti kena tampar. Aku seperti diperingatkan bahwa aku jangan lagi berhubungan dengan Cahya. Karena lelaki itu seutuhnya milik anak dan istrinya. Siapalah aku? Hanya seorang gadis biasa yang masih belum terima kenyataan.

Aku kembali terisak, beranggapan jika hidup ini tak adil. Aku yang selalu ada disisinya dari sejak Pedekate sampai jadian, tapi malah orang lain yang memenangkannya.

Aku yang seorang diri di kota ini, sudah tidak punya bahu ternyaman untuk disandari. Sudah tidak pernah merasa seaman dulu lagi. Cahya melepaskanku yang sudah bergantung padanya. Dan sekarang, aku harus bertarung sendiri menghadapi kejamnya dunia padaku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!