Setelah menemui Nisa tadi sore di salah satu cabang klinik kecantikannya, Airish pergi ke tempat pijat untuk merilekskan tubuhnya karena hampir seluruh energinya hari itu ia pergunakan untuk menggagalkan rencana pernikahan Cahya melalui Nisa. Setelah itu ia pergi tak tentu arah sampai ia merasa lelah dan pulang saat malam mulai larut.
Airish membuka pintu apartemennya. Udara dingin menyambut karena ia pergi lupa mematikan AC (Air Conditioner). Saat berbalik hendak menutup pintu, nampak secarik kertas yang tergeletak di lantai.
Pintu tertutup. Airish pun mengambil dan membuka kertas tersebut.
Rish, hari ini Nisa menemuiku sambil menangis. Karena katanya kamu lagi hamil anak aku. Anak apa yang kamu maksud? Aku bahkan sekalipun tak pernah menyentuhmu, Rish.
Rish, maaf karena aku tidak bisa menepati janji untuk kita bisa bersama. Karena sekarang Nisa adalah calon istriku. Jangan kamu coba gagalkan pernikahan kami. Dan juga sikap acuhku saat kamu tempo hari melabrakku di lampu merah, itu semata karena aku menghargai Nisa. Maafkan laki-laki pengecut ini, Rish.
Airish menangis sesenggukan dengan tangan yang mendekap kertas dari Cahya. Ia sungguh sangat-sangat merindukan kehadiran Cahya dalam hidupnya. Bayangan Cahya mengetuk-ngetuk tak sabaran di depan pintu seperti dulu pun terlintas dalam ingatannya.
Pasti tadi Cahya mengetuk keras di depan pintu, memanggil nama Airish berkali-kali. Tak kunjung dibuka, akhirnya Cahya menulisnya di kertas dan melampirkannya dibawah pintu.
Airish terduduk dengan kepala menunduk bertumpu pada lututnya.
"Ayaaaaa, aku rinduuuu hiks. Aku lebih membutuhkanmu dibanding dia. Aku cinta sama kamu, Ayaaaaa hiks" Airish sampai menerjang-nerjangkan kakinya. Ia begitu terluka karena Cahya lebih peduli pada perasaan wanita lain dibanding dirinya.
Tidak mungkin Cahya tidak tahu bagaimana terlukanya Airish, jelas saja saat hari pertunangan mereka Airish mengeluarkan seluruh isi hatinya yang ia kirim melalui voice note sambil menangis terisak-isak pula. Atau, derasnya hujan saat itu mampu kalahkan volume suara Airish?
Tadinya, Airish sudah hampir kesenengan karena Cahya datang. Tapi, ternyata kedatangannya hanya untuk meluruskan fitnah. Yang pada intinya agar pernikahan mereka tetap berjalan sesuai rencana.
Sampai sebegitunya Cahya rela datang karena Nisa yang menangis. Lalu apa kabar dengan tangisan Airish yang jauh lebih sering ini?
"HUAAAAAH" Airish berteriak-teriak histeris karena antara kecewa, marah, benci. Semua menjadi satu.
◇◇◇
Airish terbangun lebih siang dari biasanya. Ia berjalan menuju ruang tengah dan menonton televisi. Seharian ini ia berada di apartemennya, tidak ingin kemana-mana.
Setelah suntuk seharian hanya menonton televisi, ia pun teringat dengan ponsel yang dari semalam tak ia hiraukan. Dilihatnya beberapa panggilan masuk dari sutradara film yang pasti ingin menanyakan perihal naskah sudah sampe mana? Lalu ada pula panggilan dari Putri.
Airish mengetikkan pesan panjang untuk Putri bahwa dirinya hari ini tidak akan kemana-mana. Jadi, barangkali kalau Putri ada urusan dengannya bisa menemuinya di apartemen.
Tiba-tiba, Airish teringat dengan kontak Mr. X yang waktu itu memberitahukan lokasi Cahya lamaran. Ia lihat ternyata masih tidak ada foto profil sehingga Airish masih tidak bisa mengetahui siapa orangnya.
◇◇◇
Waktu ke waktu, resepsi pernikahan Cahya sudah semakin dekat. Persiapan pernikahan sudah 85 persen. Undangan juga sudah siap untuk disebar.
◇◇◇
Siang itu mataharinya sangat terik. Airish memesan es jeruk disebuah warung kopi yang sedang ia lewati.
"Orang sini, Neng?" Tanya pemilik warung.
"Bukan, Pak. Saya kebetulan lewat aja"
"Oh, pantesan saya gak pernah liat"
Airish hanya tersenyum sopan menanggapi ucapan Bapak tersebut. Kemudian ia membayar minuman yang di pesan.
Setelah menemukan tempat yang asyik untuk mengetik naskah, ia pun mengeluarkan laptop dan ponselnya. Karena naskah yang ia buat sudah ditagih-tagih oleh sutradara, Airish pun kini seperti bekerja dengan target yang mana harus cepat-cepat selesai. Hal itu cukup menyita waktunya hingga melupa pada Cahya.
Yang tanpa ia sadari, diwaktu Airish menyelesaikan naskah ternyata Cahya melaksanakan resepsinya. Airish tidak pernah tahu kapan tanggal pasti dari acara tersebut, ia hanya melihat di unggahan Cahya bahwa lelaki tersebut telah resmi menjadi suami orang.
Airish menata kepingan-kepingan hatinya yang terpecah belah berantakan. Kalau ditanya apa masih cinta? Jawabannya iya. Tapi sadar diri kalau ia harus menerima kenyataan pahit ini.
Dinginnya angin malam ini, Airish yang tak bisa tidur malah termenung membayangkan kemesraan yang mungkin saja tengah dilakukan oleh Cahya dan istrinya. Mereka bercumbu mesra lalu...
"Sudahlah Rish, mereka sudah sah. Sudah sewajarnya mereka melakukan itu" Ucap Airish dengan memukul pipinya agar cepat sadar.
◇◇◇
POV Airish
Keesokan harinya...
Aku janjian bertemu Putri di apartemenku. Namun sebelum Putri datang, aku berbelanja kebutuhan pokok dan cemilan terlebih dahulu di minimarket dekat apartemen.
"Ada yang lain?" Tanya si Mbak kasir.
Aku melipat tangan ke dada.
"Bagaimana anda bisa bertanya demikian? Sedangkan menemukan satu saja susah" Jawabku kesal.
"Maaf Mbak, maksud saya apa ada lagi yang mbak beli atau hanya ini saja?" Ucap si mbak kasir dengan menunduk sungkan.
Aku mendesah pelan. Ada apa dengan diriku?
"Tidak, tidak ada lagi" Jawabku. Kali ini dengan nada yang sangat lembut. Aku merasa tak enak. Kenapa aku jadi begitu sensitif sekarang?
Setelah selesai berbelanja aku pun langsung pulang. Kusiapkan semua cemilan yang sudah kubeli ke atas meja. Aku tinggal menunggu Putri datang.
Tak berapa lama, tamu yang kutunggu-tunggu datang. Ia datang dengan membawa sekotak pizza. Lalu kami pun duduk di sofa dengan televisi yang menyala sembari kami bercerita.
Aku menceritakan bagaimana aku di beberapa malam terakhir ini. Putri menyimak semua curahan tentang kegelisahanku di tiap-tiap malam yang kulalui.
"Gue bingung Rish, kadang lo tuh sadar banget kalo berlama-lama ngegalauin Cahya tuh gak baik. Tapi lo masiiiihh aja berkutat mikirin dia. Yang nantinya lo sendiri juga yang rugi. Mending, lo menyibukkan diri dengan ngelakuin apa kek, hobi lo misalnya"
Hm, lo aja yang gak tau Put. Asal lo tahu! Gue tiap malam keluyuran hanya demi biar gak mikiran Cahya lagi.
"Susah Put, susaaaah banget. Ngelupain orang yang dari bangun sampe tidur lagi selalu ada buat gue. Kalo gue kehabisan ide, dia juga yang ngasih-ngasih gue motivasi buat nulis. Dia bisa tiba-tiba ngirimin bobalah, atau kadang martabaklah katanya buat ngisi energi. Sikap pedulinya itu yang buat gue gak merela, Put. Dan dimana lagi gue bisa nemuin partner kaya dia. Ajak kesana sini mau dan selalu sabar dengan perubahan mood gue yang suka berubah-ubah".
"Lo tuh harusnya bersyukur, tahu! Karena lo kehilangan orang yang lo cinta, sedangkan dia kehilangan orang yang mencintainya. Dan nanti carilah lelaki yang cintanya jauh lebih besar dibanding lo. Jangan pula lo tergesa-gesa. Santai aja, malah menurut gue hidup sendiri lebih seru ketimbang punya pasangan. Lo yang sabar ya!?".
"Jadi gue harus sabar aja, sabar lagi, sabar terus. Begitu?" Tanyaku pada Putri lalu menyuap sepotong pizza ke dalam mulut.
"Iya. Walaupun kenyataannya 1% kuat, 99%nya ya Allah ya Allah ya Allah (ngeluh)"
Aku terhibur dengan candaan Putri yang sesuai realita itu. Sampai kami sudah tidak fokus lagi dan cerita sampai kemana-mana. Ngalor ngidul saling menasehati meskipun sama-sama gak beres, sama-sama lagi stres.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments