Ulah Eyang

"Sana-sana, jangan banyak cincong. Aku udah lapar akut bentar lagi mau pingsan"

"Uluh-uluh-uluh, yayang aku udah mo pingsan ternyata. Oke, aku masak dulu yaa"

Airish melanjutkan lagi kegiatan memasaknya, sedangkan Cahya terduduk di kursi pantry sembari memperhatikan Airish memasak.

"Eh ini tadi udah aku kasih garam belom, ya?" gumam Airish yang juga didengar oleh Cahya.

"Hm, gimana tuh" celetuk Cahya dengan perasaan mulai tak enak.

"Tambahin dikit lagi aja kali yak!?"

"Banyak-banyak aja sekalian, kalo asin tinggal diguyur (tambahin air)"

"Ah bener juga" Airish mulai mengambil sendok takarnya untuk menuangkan garam. "Aya, segini?" Tanyanya memperlihatkan garam yang akan ia cemplungkan.

Cahya sedikit ngeri melihat jumlah garam yang mau Airish tuangkan ke dalam masakan. "Ya, banyakin lagi" Airish pun menambahkan lagi garamnya ke dalam sendok takar. "Banyak-banyakin istighfar maksud aku"

"Kamu yang serius dong, jadi segimana? Ini udah hampir matang lho masa belom dikasih garam juga"

"Nah itu! Karena udah hampir matang ya kamu cicipin aja. Kan gampang" Huh, Cahya sampai menghela nafas.

"Eh iya, hehe. Jangan marah-marah gitu dong"

"Kan udah dibilang, aku lapar. Kalo lagi lapar, suka jadi gampang marah sayangku" ucap Cahya lembut.

"Iya, aku ngerti. Kamu yang sabar ya, habis ini aku masih harus bikin sambelnya lagi"

"Ampun Rish. Udah. Cukup. Jangan masak banyak-banyak, belum tentu enak. Satu aja dulu, yang lainnya besok. Aku mau pingsan"

"Oke sayangku, kita hari ini satu menu aja. Biar aku ga kehabisan resep, ya!?"

Airish mematikan kompor. Ia menuangkan sop ayam buatannya yang polos dan berbeda dari sop-sop pada umumnya. Hanya ada ayam dan kuah disana.

"Alhamdulillah, ga jadi mati" ucap Cahya saat Airish menyiapkan nasi untuknya.

"Kalo jadi, aku bakal dapet warisan gak?"

"Ya nggaklah, kan kamu bukan ahli waris. Kecuali kalo aku bikin surat wasiat buat kamu, baru bisa"

"Buat sekarang aja, mana tahu berguna" bujuk Airish.

"Enak aja, kamu doain aku mati ya?"

Airish tertawa puas. Itulah hal yang disukainya sejak dulu terhadap Cahya tiap kali mereka bertemu. Selain manja-manjaan, mereka juga bisa ledek-ledekan kaya teman.

"Rish, rasanya..."

"Gak enak, ya? Duh, apa kita pesen online aja kali ya?"

Tanpa mendengar jawaban Cahya, Airish sudah lebih dulu mengambil ponselnya di kamar dan memesan makanan melalui aplikasi.

Selagi mereka menunggu makanannya datang, Cahya tetap nyemilin nasinya untuk mengganjal perut.

"Aya, jangan diterusin. Kan itu gak enak" Tegur Airish.

"Rish, gak papa. Ini masakan kamu. Kamu udah mencoba. Sejauh ini udah banyak kemajuan kok. Kamu masak ayamnya sampe mateng, gak mentah lagi" Cahya begitu dalam mengungkapkannya. Sampai mata Airish berkaca-kaca.

Airish memeluk Aya dengan erat. "Aya, kamu tuh kalo ngomong kenapa selalu ngena ke hati aku, ya? Aku juga kenapa jadi secengeng ini sih? Aya, aku emang gak jago masak tapi kalo aku mau masakin kamu lagi, kamu masih bisa percaya aku, kan?"

Cahya melerai pelukan Airish. Ia menatap dalam pada mata bening yang berair itu. "Rish, aku percaya sama masakan kamu meskipun rasanya gak karu-karuan" Airish tertawa sebal.

"Soalnya, makanan buatan kamu adalah bentuk cinta kamu buat aku. Walau rasanya seperti yang aku bilang tadi, tapi aku yakin cinta kamu lebih gak karu-karuan lagi sangking besarnya terhadap aku. Iya, kan? Hayo ngaku"

"Hari ini kita masih makan makanan yang gak karu-karuan, percayalah Aya sayang, sekitar dua bulan lagi rasanya pasti masih gak karu-karuan" Canda Airish.

"Kalo rasanya masih gak karu-karuan, mungkin kamu pernah punya masalah hebat sama dapur, kompor atau peralatan dapur lainnya"

Airish tertawa. "Mana ada!?"

Tak lama, makanan mereka pun datang. Sembari makan, Airish bercerita kalau tadi siang ia sempat bertemu Putri dan mau membantu Putri menjualkan unit apartemennya. Cahya dengan seksama mendengarkan hingga Airish selesai bercerita.

"Apartemennya Putri dimana?" Tanya Cahya.

"Gak jauh dari sini. Aku pernah kok dulu main kesana. Tapi Putri belum bilang mau dijual harga berapa. Katanya nanti mau dikirim lewat WA sekaligus gambaran apartemennya"

Cahya ngangguk-ngangguk mengerti. Seusai mereka makan, terdengar dering telepon di saku celana Cahya.

"Siapa telepon?" tanya Airish.

"Mama" jawab Cahya.

"Halo, assalamu'alaikum"

Terdengar ribut-ribut diseberang telepon.

"Assalamu'alaikum"

Cahya menyimpan kembali ponselnya. Airish menatapnya heran.

"Ada ya orang di telepon cuma bilang assalamu'alaikum-assalamu'alaikum doang?" Gumam Airish.

"Biasa, kelakuan Eyang"

"Ya ampun Eyang... Eyang hari ini bikin apa lagi?"

"Seperti biasa. Bikin orang serumah geleng-geleng kepala. Masa waktu mama mau mandiin dia, tahu-tahu buka bajunya ternyata dia pakek k*lornya papa"

Eyang putri adalah Ibu dari papanya Cahya. Beliau kini berusia hampir 90 tahun. Sudah benar-benar pikun, bahkan parahnya sampai lupa dengan nama cucunya sendiri. Setiap hari ada-ada saja kelakuannya. Pernah keluar pagar diam-diam dengan menggunakan jas papa Cahya. Pernah juga pakai sepatunya Cahya di dalam rumah. Tiap bertanya, selalu diulang-ulang. Airish tiap hari selalu kepo dengan kelakuan Eyang, tapi tiap Cahya ajak kerumah selalu saja tidak bisa.

Airish tertawa dengar kelakuan Eyang, tapi terkadang ia juga merasa kasihan pada Cahya dan keluarga. Kasihan karena orang serumah selalu dibikin repot, kasihan pada Eyang juga karena umurnya yang semakin tua dan semakin rentan pula terkena penyakit.

"Semoga Eyang sehat-sehat terus ya" Doa Airish.

"Amiin. Semoga mama juga dikasih kesabaran luar biasa karena kan mama yang standby jagain Eyang dirumah"

"Iya. Amiin"

"Ya udah, aku pulang dulu ya. Nanti sampe rumah aku kabarin" Cahya mengecup singkat b*bir Airish.

"Iya, kamu hati-hati dijalan. Jangan ngebut-ngebut"

◇◇◇

"Halo Rish"

"Udah sampe rumah?"

"Udah sayang. Ini baru banget sampe kamar"

"Kamu jangan lupa mandi"

"Iya, tapi bentar lagi. Kamu mau tahu nggak ada kejadian apa dirumah waktu aku di apartemen kamu?"

"Kejadian apa?"

"Eyang pakek seragam SD (Sekolah Dasar) aku dulu. Mama bilang Eyang sampe ngotot mau pakek baju itu. Kan itu baju udah lusuh banget di gudang"

Airish tertawa ngikik. "Terus sekarang masih pakek baju SD kamu?"

"Udah nggak, sekarang udah tidur dia"

"Ya ampun, Eyang ada-ada aja"

"Kalo dipikir-pikir, ini kalo aku ya, kalo bisa aku jangan sampe berumur panjang kaya Eyang. Soalnya takut ngerepotin. Takut aja gitu. Makin tua makin kaya anak kecil"

"Hush, jangan ngomong gitu. Semua udah takdir"

"Iya tahu, aku bukan benci Eyang. Tapi maksud aku tuh kalo bis**a ya jangan sampe tuanya ngerepotin orang aja**. Iya kalo ada yang ngurusin, kalo nggak, gimana?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!