Aku sampai dengan selamat setelah diantarkan pulang oleh Viktor. Perutku sangat kelaparan karena aku melewatkan makan siangku. Aku tidak punya energi lagi untuk memasak walau satu telur dadar sekalipun. Akhirnya aku memilih untuk memesan makanan lewat aplikasi online.
Sembari menunggu pesananku datang, aku terduduk dan merenung di depan jendela kamarku. Kepalaku mendadak pusing, kurasakan seluruh tubuhku terasa kesemutan.
Blam
Aku tak sadarkan diri.
◇◇◇
Aku terbangun saat mendengar ketukan di pintu. Aku merasakan pusing yang teramat sangat. Dengan berpegangan pada meja kerjaku, aku pun bisa berdiri dan menetralisir pandanganku yang kabur.
Setelah kepalaku tak berat lagi, aku berjalan membukakan pintu apartemen. Berdiri seorang satpam yang biasa mengantarkan makanan pesananku. Argh, aku baru teringat kalau aku memang sempat memesan makanan.
"Terimakasih, Pak" Ujarku.
Beliau mengangguk dan langsung pergi dari hadapanku.
Aku makan sambil menangis. Jemariku bahkan bergetar seolah tak kuat mengangkat sendok itu ke mulut. Bibirku bergemerutuk. Sungguh sangat tidak berdaya tubuh ini.
Bukan raga saja yang tak baik-baik saja, tapi jiwaku juga sedang bermasalah.
◇◇◇
Dua minggu berlalu, aku lebih banyak mengurung diri setelah kejadian buruk itu. Ancaman demi ancaman juga terus berdatangan dari nomor tak dikenal yang aku tebak itu pasti Erik.
Kuakui aku lemah. Begitu ketakutannya dengan ancaman Erik yang mana sebenarnya akulah korbannya dan akulah orang yang berhak memberinya pelajaran. Akan tetapi, aku yang tidak beruang dan tidak pula berkuasa ini hanya bisa bersembunyi di balik layar. Tidak berani melaporkan tindakan Erik karena kusadari orang sepertiku ini akan kalah dengan materi.
Erik bisa dengan mudah mengalahkanku dan memutar balik fakta dengan uang yang ia punya. Sedangkan aku? Status korban berubah jadi pelaku. Miris.
Aku tidak pernah berani membuka aplikasi Whatsapp lagi karena disanalah Erik memborbardirku dengan segala macam ancamannya. Untuk menenangkan diri sesekali aku membuka Instagram salah satu tempatku mencari hiburan.
Beberapa pesan belum terbaca dari orang-orang yang merasa dua minggu ini tak pernah melihatku. Aku membalas pesan mereka seperti biasa seolah semua baik-baik saja.
Semakin kumenyusuri sampai bawah, terdapat pula fake account Cahya disana. Lagi-lagi ia mengirimiku pesan.
Aya0809
"Selamat malam Rish"
Kuperhatikan jadwal Cahya mengirimiku pesan. Selalu lewat dari jam 12 malam. Aku tersenyum sinis.
Pesan lagi-lagi kuabaikan.
◇◇◇
Semakin hari, aku semakin merasa keadaanku sudah jauh lebih baik. Aku pun sudah berani keluar apartemen walau tidak jauh-jauh, paling banter sekitaran apartemen saja.
Hingga disuatu hari sepulang aku berbelanja di minimarket langgananku dekat apartemen, aku mendapati pesan ancaman disertai dengan fotoku yang baru keluar dari minimarket. Aku syok! Jelas aku syok parah. Aku tidak menyangka keberadaanku ini dipantau oleh seseorang.
Hingga akhirnya keadaan ini semakin mempersulit diriku. Ruang gerakku seakan terbatas yang berujung membuatku frustasi atau bahkan sudah di fase depresi.
Dimalam hari aku seringkali merasa sulit tidur. Merasa diintai dan selalu merasakan kecemasan yang tidak berdasar.
Aku sedang mandi. Tapi tiba-tiba saja ingin ke dapur mengecek kompor.
"Hei, ada siapa disana?" Tanyaku dengan mengendap-endap ke dapur. Aku membawa sebotol semprotan berisi air cabe yang siap untuk kugunakan jika ternyata ada penyusup yang masuk ke dalam apartemenku.
Sesampainya didapur tidak ada siapa-siapa. Aku memperhatikan sekeliling.
"Aku benar-benar sudah gila" Umpatku. Lalu kembali menyelesaikan mandiku.
POV Airish End
Airish berlari ke balkon, ia tampak mengatur-atur jarak. Wanita itu bersiap hendak melompat dari balkonnya.
"Riissss????" Teriak Putri dengan panik. Ia baru saja keluar dari mobilnya dan melihat Airish yang hendak mau bunuh diri.
Teriakan Putri mengundang orang-orang sekitar. Mereka berkerumun dibawah hingga dua orang satpam naik ke atas lalu menggedor-gedor pintu unit apartemen Airish. Disaat itulah kesadaran Airish kembali. Ia tak sadar sudah berjalan menuju balkon, memegang pembatas balkon, lalu bersiap hendak melompat.
Airish mundur menjauhi balkon, ia menatap kedua tangannya yang semula akan ia jadikan tumpuan untuk melompati pembatas balkon. Gedoran di pintu kembali terdengar minta dibukakan. Airish terhenyak dan segara menuju ke arah pintu.
Satpam dengan wajah panik langsung meminta Airish untuk menangkan diri. Tak berapa lama Putri sampai juga di unit apartemennya. Satpam pun pergi setelah dirasa Airish sudah ada yang menemani.
"Rish, ada apa? Lo kenapa bisa berbuat nekat kaya tadi?" Tanya Putri.
Airish diam mematung. Ia tidak tahu bagaimana menjawabnya. Sedangkan Putri terus saja memberondonginya dengan banyak pertanyaan.
"Rish, lo kalo lagi ada masalah 'kan bisa cerita sama gue. Jangan pendam sendiri yang ada lo bisa frustasi sendiri kaya tadi"
"Gak mau... Gak, gak bisa" Airish gagu berbicara. Kedua tangannya basah berkeringat tapi ia sembunyikan dibalik tubuhnya. Ia menghela nafas agar segala sesuatunya menjadi netral. Dan agar Putri tidak lagi mengkhawatirkannya.
"Put, gue gak kenapa-napa. Memang akhir-akhir ini lagi banyak target yang mau dicapai. Gue cuma stres aja" Ungkap Airish berbohong.
"Apa lo yakin?" Putri bertanya sembari memperhatikan raut wajah Airish dengan seksama. Airish sampai sadar jika dirinya sedang dicurigai oleh Putri.
"Oke-oke gue jujur" Airish pun menceritakan apa yang terjadi padanya. Akan tetapi, Airish tidak menceritakan semuanya. Ia hanya bercerita perihal dirinya yang diintai oleh seseorang dan juga pesan-pesan ancaman yang terus-menerus ia dapati. Hal itu yang membuat Airish ketakutan dan mengurung diri di apartemennya.
"Ya ampun Rish. Ini bisa kita laporin ke polisi. Lo mau gue temenin? Kapan? Sekarang aja, gimana?"
"Nggak Put, gue gak punya cukup bukti. Lagipula chatnya udah pada gue apus-apusin" Ucap Airish beralasan.
"Lo minum dulu deh, biar tenang" Ujar Putri yang putus asa karena ternyata Airish tidak mau melaporkan pelaku atas kejadian yang dialaminya.
Putri yang malam itu berniat ingin menginap agar bisa menemani Airish nyatanya malah disuruh pulang. Airish beralasan ingin menenangkan diri dan menyendiri. Putri menyetujui asalkan Airish berjanji tidak akan mengulangi kejadian seperti tadi.
◇◇◇
Airish dirundung kecemasan seperti malam-malam sebelumnya. Ia sadar ada yang tidak beres dengan dirinya. Ia harus mulai memberanikan diri untuk bercerita baik itu pada orang yang ia percayai atau pada ahli seperti psikolog. Ia ingin menghubungi Putri, tapi niat itu ia urungkan kembali karena berpikir pasti Putri sudah beristirahat tidur nyenyak. Airish akhirnya memutar video murottal di youtube karena mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur'an dipercaya mampu memberikan efek menenangkan.
Baru tiga menit mendengarkan video murottal, muncul sebuah notifikasi pesan masuk. Lagi-lagi Cahya mengiriminya pesan melalui DM Instagram.
Aya0809
"Rish, gue pengen cerita sama lo😢"
Cahya menghubunginya diwaktu yang tepat. Saat dimana Airish butuh tempat untuk bercerita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments