Di rumah besar keluarga Arsaka. Lila duduk termenung di kamar miliknya bersama Ashraf.
Sejak kembali dari hotel Lila terus mendapat perlakuan kurang baik dari keluarga mertuanya itu bahkan sang suami.
Ashraf tak menanggapinya dengan ramah seperti sebelumnya. Bunda sang ibu mertua membentaknya tadi pagi saat tak sengaja memecahkan piring.
Ayah mertuanya diam saja memasang wajah dingin saat Bunda memarahi Lila. Lila terkejut dengan perubahan sikap keluarga barunya itu.
Satu hal yang paling ia takutkan dulu semasa remaja adalah ini, mendapat perlakuan buruk dari keluarga suami seperti dalam novel-novel yang ia baca.
Dan yang lebih ia takutkan adalah putranya mendapatkan perlakuan yang sama dengannya. Namun saat ini ia bersyukur Amat tak di sini melainkan di rumah ayahnya atas permintaan kedua orang tuanya. Katanya ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan Amat sebab pasti nanti akan jarang bertemu jika Lila sudah berkeluarga.
*
Saat sore hari Bunda menjamu beberapa temannya yang datang. Ia meminta Lila untuk membawakan kudapan.
"Dia pembantu baru ya, Bun?" tanya salah satu teman Bunda setelah Lila selesai membawa kudapan.
Lila mendengar itu dan berhenti sebab ingin mendengar jawaban sang mertua.
"Iya baru datang dari kampung minggu lalu." Jawaban dari Bunda yang membuat hati Lila hancur. Ia berusaha menahan tangisannya sebab ingin memegang janjinya pada Ashraf. Meskipun kini ia berpikir itu mungkin tidak berguna lagi.
Lila menaruh nampan kembali ke dapur dan hendak kembali ke kamar namun dihentikan oleh Bunda. Ia diminta untuk berbelanja di pasar.
Karena melamun sepanjang perjalanan, dompet Lila dijambret oleh dua orang preman. Lila mengejar preman itu sambil berteriak namun beberapa orang di jalan yang pas-pasan dengannya seakan tuli akan permintaan tolong Lila.
"Kakak, bukankah seharusnya kita menolong orang melawan penjahat?" tanya seorang anak kecil dengan polos yang melihat kejadian itu.
"Kita tidak boleh ikut campur urusan orang terlebih hal yang membahayakan kita," balas sang kakak realistis.
Lila berusaha tegar dan mengejar preman-preman itu sendirian.
Lila melihat kedua preman itu memasukkan gang kecil. Saat ikut masuk ke gang itu, ka terkejut melihat dua preman yang dikejarnya sedang terbaring di tanah dengan wajah meringis
*
Lila berdiam diri di kamar ketika keluarganya sedang makan malam. Ia bingung memikirkan Amat yang akan ke sini besok. Ia benar-benar takut Amat mendapatkan perlakuan buruk.
Meskipun ia dengan pasti akan melindungi putranya. Namun ia cukup khawatir dengan putranya yang pasca operasi ini membuatnya menjadi lemah dan lebih manja.
Tiba-tiba lampu di rumah mati. Lila berjalan keluar menuruni tangga dengan perlahan. Tak ada penerangan sama sekali. Ponsel satu-satunya yang bisa ia gunakan sebagai penerangan justru ia lupa menaruh di mana.
"Mas ... Ayah ... Bunda ..." panggil Lila namun tak mendapatkan jawaban.
Tok ... tok ... tok ...
Suara ketukan pintu yang besar mengagetkan Lila. Rasanya seperti pintu itu bukan diketuk melainkan ditendang.
*
"Kakak cepat ketuk lagi! Tami takut gelap, seram!" desak Tami.
"Iya, Ashraf buruan! Bunda juga takut," sambung Bunda sambil menggoyang tubuh Ashraf.
"Bunda jangan goyang-goyang nanti jatuh ini," timpal Ayah.
"Bagaimana mau memberi kejutan jika kalian terus berisik," ucap Ashraf membuat ketiga anggota keluarganya itu terdiam.
Tok ... tok ...
Ashraf kembali mengetuk pintu.
Sedangkan Lila yang sudah berada tepat di balik pintu sambil memegang sapu bersiap membuka pintu. Saat mendengar ketukan pertama tadi, Lila menjadi sedikit takut kala terdengar suara bisikan-bisikan dari balik pintu.
Lila mengambil sapu yang kebetulan ada di sana waspada jika itu adalah maling maka ia siap untuk memukul dengan sapu. Bersyukur pembantu lupa menaruhnya di tempat seharusnya.
"Aaaa!!" jerit Lila mengayunkan sapunya sambil memejamkan mata setelah membuka pintu.
Bunda dan Tami yang disambut dengan sapu itu ikut terkejut ditambah teriakan Lila membuat ibu dan anak itu ikut berteriak.
Lila membuka sebelah matanya mengintip sebab tangannya menggantung di udara.
"Ini kami," ujar Ayah sambil menahan sapu yang dilayangkan oleh Lila.
"Ekhm ... selamat ulang tahun." Ashraf tersadar dari rasa terkejut saat mendengar Ayah bersuara.
"Huaaa ... Kak Lila seram ..." ucap Tami menangis benar-benar tak menduga kakak iparnya itu akan menyambut mereka dengan sapu.
"M-maaf aku kira maling tadi," balas Lila.
*
"Kami hanya ingin membuat kejutan ulang tahun untuk Kak Lila," ungkap Tami. Mereka sedang duduk di sofa saat ini setelah kejadian tadi.
Benar, hari ini adalah ulang tahun Lila. Dikarenakan sibuk menyiapkan pernikahannya kemarin membuat ibu anak satu itu lupa dengan hari kelahirannya.
"Ini semua ide Tami. Aku dipaksa oleh mereka untuk mengabaikanmu," jawab Ashraf menyelamatkan dirinya.
Setelah makan malam di hotel pasca pernikahan Lila dan Ashraf, di salah satu kamar.
"Tami mau buat kejutan untuk Kak Lila," kata Tami duduk di kamar orang tuanya.
"Tak perlu membuat hal yang tidak-tidak," tolak Ashraf tau apa yang sedang ada di pikiran adiknya itu pasti bukan hal menyenangkan buatnya.
"Bunda setuju! Bunda juga punya ide bagus," seru Bunda menatap Ashraf dengan tatapan yang tak dapat diartikan.
Tuan Arsaka merinding melihat tatapan sang istri. Apapun yang ada dalam kepala istrinya itu akan membuat Ashraf kesusahan.
Setelahnya Bunda mengutarakan idenya. Tami diam tak memberi tanggapan sedang Ashraf menolak dengan mentah-mentah.
"Nggak, Bun. Kalau pun kalian bersih keras untuk memberi kejutan, jangan libatkan Ashraf. Ashraf tidak akan sanggup memperlakukan Lila seperti itu."
Tami memutar bola mata malas menatap sang kakak yang sudah menjadi bucin bahkan usia pernikahannya yang belum cukup satu hari.
"Bunda tidak menerima penolakan! Ingat Bunda masih belum memaafkan kamu," tuntut Bunda melototi Ashraf membuat pengantin baru itu menghela napas berat terpaksa mengikuti perkataan Bunda.
"Sudah! Mending sekarang kamu kembali ke istrimu," dengus Bunda mengusir Ashraf.
"Bunda apa nggak berlebihan?" Tami bertanya setelah Ashraf keluar. Tadinya ia memiliki ide untuk memberikan kejutan bukan memprank Lila sampai seperti itu. Ia kepikiran takut jika kakak iparnya sungguh-sungguh menganggap serius akting mereka nanti.
"Tenang saja. Bunda hanya mau memberi hukuman pada kakakmu itu," jawab Bunda ambigu.
"Hukuman pada kakak?" beo Tami.
"Sudahlah, kamu akan mengerti nanti. pergilah tidur," ucap Bunda tak tahu mau menjelaskan bagaimana kepada putrinya yang lemot itu.
"Tami mau keluar cari sate dulu. Kangen sama bumbu kacang Mang Cecep," celetuk Tami mengingat rasa khas bumbu kacang langganannya.
"Dah, Bun, good night," pamit Tami.
*
"Lagi pula bagaimana kamu tidak bisa menyadari kejanggalannya? Bagaimana bisa teman Bunda tak mengenalimu sebagai istriku padahal saat upacara pernikahan kemarin semua kolega dan teman-teman Bunda hadir," kata Ashraf.
"Aku tidak sampai berpikir seperti itu," cicit Lila. Mereka sudah berada di kamar.
"Aku benar-benar minta maaf," ucap Ashraf lirih mendekap tubuh Lila.
"Um ..."
"Oh ya, Bunda dan Ayah akan ke London besok mengantar Tami kembali ke asrama," ucap Ashraf di sela mereka berpelukan.
"Benarkah? Aku mau ikut!" seru Lila membuat Ashraf bingung dengan perubahan emosi Lila yang spontan.
"Baiklah kalau begitu kita akan menjemput Ashraf besok dan akan berangkat ke London. Sekalian kita bulan madu di sana," balas Ashraf mengecup kening Lila.
Kecupan itu berpindah ke kedua pipi, kemudian hidung dan menetap di bibir Lila. Lila membalas ciuman Ashraf mengikuti alur dari suaminya itu.
Ashraf yang semakin merangsang tangannya mulai menjalar ke sana kemari. Lila tersentak melepaskan ciumannya dan menahan tanga Ashraf agar tak ke mana-mana.
"Kenapa?" tanya Ashraf dengan suara berat. Rupanya nafsu pria itu sudah berada di ubun-ubun.
"Aku datang bulan, Mas," cicit Lila membuat hati kecil Ashraf menjerit.
Ahh sepertinya sang adik harus bersabar lebih lama lagi.
*
*
_bersambung_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Muthy
sabar Tong, sabar....
2023-08-26
0