"Apa?!"
"Saya ulangi sekali lagi. Saya akan bekerja sama dan akan menjadi investor di Kusuma Jaya dengan syarat kamu menjadi sekretaris saya." tutur Ashraf mengulangi kembali perkataannya.
Lila diam tak dapat berkata-kata. Entah apa alasan dari pebisnis muda nomor 1 itu meminta dirinya untuk menjadi sekretaris. Padahal ia sudah memiliki orang-orang yang hebat di bawah pimpinannya terutama posisi itu adalah posisi yang pastinya tak sembarangan orang untuk diisi.
"Tidak perlu terburu-buru untuk memutuskan. Saya akan berikan kamu waktu sampai pukul 4 sore ini." Ashraf kembali berkata melihat Lila yang tak kunjung memberi jawaban.
Lila berperang dengan pikirannya. Ia sangat ingin bisa membantu perusahaan sebagai bentuk penyesalannya pada keluarganya sendiri.
"Saya setuju," jawab Lila mantap.
Ashraf tersenyum tipis, sangat tipis hingga tak dapat dilihat oleh Lila.
"Baiklah, besok kamu sudah bisa mulai bekerja. Ini kontraknya silakan ditandatangani."
Lila membubuhkan tanda tangannya pada kontrak kemudian menjabat tangan Ashraf sebagai tanda telah bekerja sama dan pergi meninggalkan ruangan itu.
"Akhirnya saya menemukanmu. Kali ini kamu tidak akan bisa lari."
Malam sebelumnya Ashraf mendapatkan data-data milik Lila. Setelah membacanya ia menjadi yakin bahwa Lila adalah wanita yang ia cari-cari dan telah ia renggut mahkotanya.
*
"Kamu nggak perlu sampai membebani diri kamu kayak gitu, Dek. Abang bakal usahain cara lain buat perusahaan."
Dika sedih dan merasa tak berguna setelah mendengar bahwa adiknya harus bekerja di perusahaan lain demi membantunya.
"Lila nggak terbebani kok, Bang. Toh waktu di London juga Lila udah ngerasain kerja jadi Abang nggak perlu khawatir," balas Lila.
Dika menghela nafas berat tak dapat mengubah keputusan adiknya. Ia hanya bisa melakukan tugasnya dengan baik agar tak menyia-nyiakan perjuangan Lila.
*
"Terlalu manis!"
"Terlalu pahit!"
"Kamu isi gulanya atau tidak!"
"Maaf, Pak, akan saya buat ulang," ucap Lila.
"Gila ya tuh orang! Masa kopi buatan gue salah terus. Seminggu nggak ada apapun yang lain selain mondar-mandir bikin kopi," keluh Lila sembari menyeduh kopi untuk kesekian kalinya hari ini.
"Kamu boleh kembali ke tempatmu," perintah Ashraf.
"Yes! Akhirnya!" Setelah berkali-kali membuat kopi, akhirnya Ashraf menerimanya. Padahal kopi itu sama saja dengan kopi pertama yang ia sajikan.
Lila terus diperhatikan oleh rekan bisnis Ashraf yang sedang membahas proyek penting di ruangan milik Ashraf. Sedari Lila masuk hingga keluar, ia selalu diperhatikan terutama di bagian dua gundukan yang berada di depan maupun di belakang.
Ashraf melihat itu mengepalkan tangannya.
"Proyek ini saya batalkan!" dengus Ashraf.
"Lho, Pak! Kenapa dibatalkan? Bukannya kemarin sudah deal?" tanya sang rekan bisnis tak terima.
"Sekali saya bilang batal maka batal. Silakan keluar!" ucap Ashraf dingin membuat rekan bisnisnya itu merinding takut dan pergi.
Sudah satu minggu kejadian ini terus berulang. Setiap yang datang pasti akan terpana pada Lila dan akan memberikan tatapan mesum. Ashraf melampiaskan kekesalannya itu dengan selalu menyuruh Lila untuk membuat kopi.
*
Waktu sudah menunjukkan waktu pulang dan Lila telah bersiap-siap untuk pulang. Namun terhenti di lobby sebab hujan turun dengan deras. Tiba-tiba sebuah mobil sedan hitam berhenti tepat di hadapan Lila dan begitu kaca mobil diturunkan memperlihatkan seorang pria yang menjadi nomor 1 di gedung itu.
"Masuk!" ucap Ashraf yang lebih terdengar sebagai perintah.
"Saya tunggu hujan reda aja, Pak," tolak Lila.
Sudah cukup seharian melihat wajahnya ia tak ingin menambahkan lagi.
"Ini perintah! Atau mau saya batalkan proyek itu?" Ashraf mengancam dengan sungguh-sungguh.
Lila dengan buru-buru masuk dan duduk di belakang. Belum ia mendudukkan diri Ashraf kembali berucap.
"Apakah kamu kira saya adalah supirmu?"
Lila dengan perasaan kesal pindah ke kursi depan.
"Huh … gue tarik deh kata-kata gue kalau dia ramah," gerutu Lila yang masih didengar oleh Ashraf.
"Kamu bilang apa?"
"Tidak ada, Pak!" sahut Lila dengan segera. Takut bosnya menjadi kesal dan akan lebih mempersulit dia di kantor.
Tak ada yang bersuara di sepanjang perjalanan. Hanya suara hujan yang mengisi kekosongan itu.
"Weekend nanti kamu mau ke mana?" tanya Ashraf memecah keheningan.
"Hah?!"
"Apa kamu punya masalah dengan pendengaranmu?" Ashraf menggeram kesal. "Apa kamu ada rencana weekend?" ulang Ashraf menekankan kata-katanya.
"Saya kira tadi salah dengar, hehe …" Lila senyum cengengesan dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Weekend biasanya saya menghabiskan waktu bersama orang paling berharga di hidup saya," lanjut Lila sambil tersenyum sangat lebar. Senyum yang baru pertama kali dilihat oleh Ashraf.
"Oh."
"Dia sudah punya kekasih rupanya. Kenapa itu tak ada di data yang saya terima?" Ashraf kembali diam dan tak mengatakan apapun lagi.
"Dingin banget sih! Nyesel gue jawab. Tapi auranya benar-benar menakutkan."
*
Weekend adalah hari yang paling dinanti oleh semua orang. Banyak yang beristirahat seharian dan juga menghabiskan waktu bersama keluarga. Salah satunya keluarga kecil milik Lila.
Lila menghabiskan waktunya bersama Amat seperti saat masih di London. Mereka berkeliling mengunjungi beberapa tempat dan tujuan terakhirnya adalah perpustakaan yang cukup besar di kota itu.
"Mommy tolong ambilkan buku yang di atas itu," pinta Amat pada ibunya seraya menunjuk buku yang berada di rak yang cukup tinggi.
Lila mencoba menggapainya namun tubuhnya yang tak terlalu tinggi dan lengan yang pendek membuatnya tak sampai.
"Tangan Mommy nggak sampai, Sayang."
"Om, bisa tolong ambilkan buku itu?"
Lila yang masih berusaha menggapai buku itu berbalik setelah melihat sebuah tangan melewati Kepalanya dan mengambil buku tersebut.
"Terima kas …" Ucapan Lila terhenti saat melihat orang yang membantunya adalah Ashraf dan berdiri hanya beberapa senti darinya.
"Terima kasih, Om," ucap Amat melihat sang ibu tak kunjung berterima kasih dan hanya diam saling tatap dengan pria yang ia mintai tolong tadi.
"Ah!" seru Lila dan Ashraf sadar dan memberi jarak.
"Terima kasih, Pak," ucap Lila sedikit menundukkan kepala.
"Hm," jawab Ashraf dengan berdehem.
"Mommy kenal?" celetuk Amat.
"Dia bos Mommy di kantor, Sayang," bisik Lila.
"Mommy?! Apa dia anakmu?" Belum habis rasa kesalnya pada Jimmy yang memberi data salah sekarang ia harus menambah hukuman pada teman sekaligus asistennya itu karena benar-benar salah dalam mencari informasi.
"Benar, Pak, dia anak saya. Usianya hampir 4 tahun," jawab Lila tanpa ragu.
"4 tahun lalu dia main sama saya. Apa mungkin ...?"
"Ayahnya di mana?" tanya Ashraf mulai curiga.
"Saya single parent," ucap Lila mengambil buku yang masih di tangan Ashraf dan pamit.
Bagai tersambar petir di siang bolong, Ashraf benar-benar terkejut dengan jawaban itu. Apa mungkin anak itu adalah darah dagingnya? Aap benih yang ia tumpahkan dulu menghasilkan anak ini? Pikiran Ashraf berkecamuk.
Setelah sadar dari lamunannya Ashraf merogoh ponsel di saku jasnya dan segera menelepon Jimmy.
"Segera periksa siapa ayah biologis dari anak Lila. Cari dengan benar kali ini!" titah Ashraf.
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Muthy
lanjut up,,, semangatt❤🔥
2023-08-26
0