Eps 03.
"Bagaimana perkembangannya?" tanya seorang wanita berumur kepala dua kepada dokter spesialis yang baru saja memeriksa putranya.
"Amat anak yang sangat cerdas. Dia bisa menerapkan semua apa yang kuajarkan dengan baik. Kalian bisa pergi dengan tenang," balas seorang wanita berkulit hitam dengan rambut ikal.
"Syukurlah, terima kasih, Nia. Kau sangat baik pada kami 5 tahun ini," Lila berterima kasih dengan tulus.
"Tidak perlu sungkan, kita teman. Dan apa kau yakin ingin kembali ke negaramu?" balas Nia. Pasalnya temannya itu menghubungi untuk memajukan jadwal terapi sang anak sebab ingin kembali ke negara asal.
"Aku tidak bisa terus melarikan diri seperti ini. Dan ayahku sekarang sedang sakit parah. Aku harus menemaninya," balas Lila menatap kosong mengingat kejadian beberapa hari yang lalu di mana ibu tirinya menelepon dan mengatakan keadaan sang ayah. Ia diminta untuk kembali.
*
Tok … Tok … Tok …
"Iya sebentar ..."
Pintu terbuka memperlihatkan seorang gadis berparas cantik menggunakan kacamata hitam menggandeng seorang anak laki-laki.
"Lila!" pekik Jeni dan langsung memeluk Lila.
Lila tak menolak pelukan itu tetapi tak membalas juga. Ia biarkan hingga Jeni melepas sendiri dan mempersilakan untuk masuk.
"Ayo masuk dulu, kita bicara di dalam."
Lila melangkah masuk sambil menggandeng tangan mungil putranya. Ia langsung menuju kamar sang ayah untuk melihat kondisinya.
Betapa terkejutnya dia ketika melihat sang ayah terbaring lemah dengan tubuh yang sudah kurus.
"Papa kamu syhok pas denger kamu kabur dari rumah waktu itu. Meskipun dia selalu tegas dan keras, Papa tetap sayang banget sama kamu, Nak. Perlahan-lahan kesehatan Papa semakin memburuk dan sampai nggak bisa beraktivitas. Dia hanya bisa tidur di kasur terus setiap hari," ungkap Jeni dengan suara yang bergetar mengingat betapa kaget dan sedihnya Tom saat Lila kabur dari rumah.
Lila merasakan sesak di hatinya. Dia sengaja menghilang sebab ingin memulai hidup baru bersama sang buah hati. Namun tak disangka papanya menjadi seperti ini gara-gara dia.
Lila mendekat dan menggenggam tangan sang ayah. Ia terduduk di lantai sambil menciumi tangan papanya itu.
"Pa … maafin Lila, Pa … Lila udah pulang, Lila bawa cucu papa …." sesal Lila mulai menangis.
Amat memeluk sang bunda dan mengelus kepalanya berusaha menenangkan.
"Lila …? Ini benar kamu, Nak? Papa nggak mimpi 'kan?" Tom terbangun ketika merasakan tangannya digenggam seseorang.
Lila langsung berdiri dari duduknya dan memeluk sang ayah. Tom menangis sejadi jadinya dan berusaha memeluk Lila namun sayang tangannya tak dapat digerakan.
Jeni dan Amat yang melihat itu menjadi tersentuh dan ikut meneteskan air mata.
*
Malam telah tiba dan Lila bersama sang ibu dan kakak tiri sedang menyantap makan malam. Tak lupa juga dengan malaikat kecilnya.
"Ehm ... Lila minta maaf atas perlakuan Lila dulu ke kalian. Setelah memiliki Amat, Lila baru sadar ternyata selama ini Lila yang terlalu egois dan memperlakukan kalian dengan kasar. Padahal kalian udah baik tapi Lila tetap nggak memandang itu dan selalu ngehindar," ujar Lila di tengah makan malam itu.
Jeni mendesah pelan dan tersenyum seraya berkata. "Udah nggak usah ungkit yang udah lalu. Yang penting sekarang kita udah sama-sama lagi dan keluarga kita akan kembali membaik setelah ini," balas Jeni menggenggam tangan Lila di atas meja.
Mata Lila berkaca-kaca mendengar balasan Jeni yang tidak memikirkan perbuatan jahatnya. Gadis itu kini benar-benar merasa menyesal. Ia pun mengalihkan pandangan kepada sang kakak, Dika.
"Mama benar. Kamu nggak perlu mikirin yang tidak-tidak," sambung Dika membuat Lila semakin terharu.
"Em, Lila ... Mama mau tanya," panggil Jeni ragu-ragu. "Anak kamu kenapa, Sayang?" tanya Jeni sangat menjaga tutur bahasanya takut putrinya itu akan tersinggung.
Tatapan mata Lila berubah menjadi sendu namun hanya sepersekian detik saja sebab sadar akan keberadaan putranya dan tak ingin memperlihatkan wajah sedih terhadap kekurangan yang dimiliki Amat.
Lila menarik nafas pelan dan menghembuskannya perlahan. "Amat menderita autis, Mah ... gangguan motorik - Cerebral Palsy, tapi Amat spesial. Dia nggak ada masalah dalam komunikasinya hanya motoriknya aja," terang Lila berusaha tetap tegar.
Jeni merasakan kesedihan dalam ucapan Lila. Ia paham betul bagaimana kasih sayang seorang ibu ketika anaknya kekurangan. Kalau bisa ia ingin menggantikan posisi anaknya.
"Ohiya perusahaan gimana, Bang?" Lila mengganti topik guna mengubah suasana.
Hati Dika sedikit berdesir. Ada rasa hangat dan bahagia saat mendengar panggilan abang dari Lila untuk pertama kalinya.
"Nggak baik. Saat Papa mulai sakit-sakitan, Abang berusaha sekuat tenaga untuk tetap menjaga perusahaan. Tapi selalu saja ada yang janggal. Dan yang lebih parahnya sekitar 3 bulan yang lalu, dana perusahaan seolah-olah raib," terang Dika.
"Janggal gimana, Uncle?" Kali ini Amat yang bertanya.
"Selama 4 tahun terakhir, dana perusahaan seolah tak berjalan. Uncle udah ada curiga sama orang dalam tapi nggak nemu siapa pelakunya," jawab Dika pada Amat walau ia merasa Amat tak akan terlalu mengerti apa yang dibicarakan.
"Jadi sekarang gimana, Bang?" Lila kembali bertanya.
"Abang udah coba buat pinjaman ke bank tapi ditolak. Sekarang Abang lagi berusaha buat ajukan proposal ke perusahaan-perusahaan besar namun ditolak juga. Tapi Abang nggak akan nyerah. Abang bakal coba terus."
"Amat boleh liat proposal Uncle nggak?"
"Boleh kok." Dika memberikan proposal yang memang berada di mejanya.
"Ponakan Uncle mau ngapain sama proposalnya hm?" tanya Dika mencoel pipi sang ponakan.
"Uncle, ini proposal Uncle nggak bagus. Terlalu bertele-tele. Yang Uncle ajukan juga nggak terlalu menarik," jawab anak kecil itu membuat Dika mengernyit dan menatap Lila mencari jawaban.
Lila menganggukkan kepalanya kepada Dika.
"Abang percaya aja. Kita pasti bakal bisa selamatin perusahaan Papa," tutur Lila melihat Dika masih memandang ragu.
Dika hanya bisa menurut dan mau tak mau percaya pada Lila dan ponakannya yang masih berumur balita itu.
*
Pagi telah tiba. Lila dengan setelan jas maroon telah berada di depan perusahaan Indra Bakti.
"Permisi … saya mencari Tuan Ashraf," tanya Lila pada resepsionis.
"Maaf apa sudah buat janji sebelumnya?"
"Belum."
"Maaf … silakan buat janji terlebih dahulu," ucap resepsionis sopan.
Lila berbalik namun tak pergi. Ia memilih untuk menunggu di lobi. Berjam-jam ia lewati dengan hanya duduk di lobi gedung tinggi itu.
Saat waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore, Lila melihat seorang pria berjalan keluar dari lift yang sedari tadi tidak ia lihat dipakai orang. Selama berjam-jam dia di situ, hanya lift yang berada di kanan yang digunakan.
Saat kedua lelaki itu berjalan, tampak pekerja-pekerja yang ada di situ sedikit menundukkan kepala.
"Dia pasti presdirnya."
Lila segera menghampiri dan Ashraf terlihat menghentikan langkah kakinya.
"Selamat siang, Tuan Ashraf. Saya Lila dari Kusuma Jaya. Apa saya boleh minta waktunya sebentar?"
Pria yang berjalan bersama Ashraf hendak maju dan mengatakan sesuatu namun ditahan oleh Ashraf.
"Ke ruangan saya." Ashraf kembali memasuki lift diikuti Lila di belakangnya.
Jimmy, lelaki yang bersama Ashraf memandang tak percaya pada bosnya itu. Biasanya dia tak akan meladeni wanita terlebih lagi baru kemarin ia memberi perintah untuk tidak membiarkan seseorang mencarinya dari Kusuma Jaya.
Di ruang kerja milik Ashraf…
Lila menyodorkan map berisi proposal yang ia buat semalam bersama Amat.
Ashraf diam dan menatap Lila selama beberapa menit membuat Lila berpikir apa mungkin ia telah melakukan kesalahan.
"Beberapa hari lalu seseorang juga datang dan meninggalkan proposal dari Kusuma Jaya. Saya sudah membaca dan tidak tertarik. Apa bedanya dengan proposal yang kamu bawa?" tanya Ashraf.
"Proposal yang saya bawa berbeda dengan yang telah Tuan baca. Saya pastikan Anda tidak akan menyesal membaca proposal kami," terang Lila dengan percaya diri.
Melihat kepercayaan diri Lila, Ashraf menjadi tertarik dan membaca proposal miliknya. Dan benar saja, proposal yang dibawa kali ini sangatlah potensial menurut Ashraf.
"Proposal milikmu ini memang bagus," puji Ashraf sebab benar-benar menyukai proposal yang dibawa Lila.
"Saya akan bekerja sama." Ashraf menjabat tangan Lila.
"Terima kasih, Pak. Saya pastikan Anda tidak akan menyesal." Lila tersenyum cerah dan pamit undur diri.
Setelah Lila pergi Jimmy memasuki ruangan.
"Cari tahu identitas gadis itu!"
"Baik."
Di rumah Lila…
"Tuan Ashraf benar-benar menerima proposal itu?" tanya Dika tak percaya.
"Sudah aku bilang bahwa Amat bisa diandalkan," kata Lila bangga.
"Tapi presdir itu tidak seperti yang Abang bilang. Dia tidak menolak dan aku langsung dipersilakan masuk ke ruangannya."
"Benarkah? Abang kemarin diacuhkan. Aneh …"
*
*
_bersambung_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Muthy
🖤
2023-08-18
1