Gadis Dari Lembah Merah
"Di masa lalu orang belajar untuk memperbaiki dir mereka sendiri, saat ini mereka belajar untuk membuat orang lain terkesan." - Konfusius
...****************...
"Dewi Dambi, serahkan dirimu dan bertobatlah!"
"Dewi Dambi, kejahatanmu telah melampaui pahala yang kamu kumpulkan.Terimalah hukuman!"
"Dewi Dambi! kamu adalah iblis berkedok Dewi!"
"Dewi Dambi! kamu berlumuran darah leluhurmy! tak bisa dimaafkan!"
Gadis yang berpakaian serba merah dengan pedang ditangannya yang berlumuran darah.
"Kalian orang-orang serakah! tidak pernah puas dengan apa yang diberikan. Sepanjang waktu hanya berpikir bagaimana makan dari milik orang lain". Suara wanita itu lembut namun dingin dan terasing.
"Kalian bahkan tidak sungkan memfitnah orang yang membantu kalian!".
"Dewi Dambi! tidak perlu banyak bicara dan mencari alasan lagi! terbaik kalau kamu mati!".
"Baik! kalian mau kematianku karena ingin memiliki hal yang kumiliki! kalau begitu, aku mewujudkannya!".
"Hujan pedang surgawi! amukan badai nirwana!".
Wanita itu tertawa saat mengeluarkan jurus pamungkasnya.
"Ayo..... pergi ke akhirat bersama!".
"Roh jiwaku tidak akan berada di dunia ini, begitupun semua yang kumiliki akan menghilang dari dunia ini dan akan dibawa kembali saat pembalasanku tiba! dunia ini tidak akan memiliki bakat genius yang bisa menyamai dan menandingiku!".
"Kutukan ilahi!".
Dduuaaarrrr.....!!!
langit seketika gelap dan menggelegar seolah menjadi saksi kutukan itu. Wanita baju merah itu kemudian meledak menjadi serpihan cahaya. Cahaya melesat pergi ke langit.
Mila! Mila! Ya Allah, anak gadis kok bangunnya siangan terus sih! bangun!! kalau kayak gini terus apa nggak takut jodoh dan rejekimu di patok orang lain!".
Omelan ibunya menarik Mila dari alam mimpi. Dengan enggan dia membuka matanya dan meregangkan badan. Matanya melirik jam weker di meja samping tempat tidur, 8.34 tertera disana.
"Baru jam delapan juga, ibu drama banget, deh!". Rutuknya kembali berguling-guling.
Bang....! bang....! bang.....!!!
ketukan itu berubah jadi gedoran yang membuat kepala Milan pusing.
"Gadis malas! apa kamu tidak mau bangun?! Hha.... ?!". Teriak ibu Mirna lagi.
"Iya, ya! aku bangun!". Seru Mila cepat agar pintunya tidak roboh karena digedor ibunya. Tahu sendiri, kan kekuatan emak-emak itu lebih tangguh dari badak atau banteng.
"Bu, kenapa sih harus ribut-ribut?". Mila muncul di depan ibunya dengan ekspresi penuh protes.
"Lihat! orang pada berangkat sekolah, kamu cuma di rumah aja". Ibu Mirna melanjutkan omelannya.
"Ngapain aku ke sekolah? kan udah ujian".
"lihat anaknya Bu Mega, dia ikut kursus katanya. Bimbel begitu!". Kata ibu Mirna lagi.
"Itu bimbel untuk ujian masuk universitas. Bu. Mila kan udah diterima di kampus jalur prestasi, nggak perlu ikut tes masuk segala. Ngapain capek-capek buang tenaga, waktu dan duit buat hal yang nggak penting?!". Mila menggaruk kepalanya yang nggak gatal. Jengkel!.
"Itu anak tetangga..... "
"Bu!". Mila berseru dengan kesal.
"Mereka ya mereka, Mila ya Mila! jangan disama-samain! jangan dibanding-bandingin karena kita tuh beda! setiap anak itu beda, Bu! jangan reselah!".
Ibu Mirna malah makin naik pitam mendengar ucapan Mila.
"Ooohhhh..... sudah merasa besar kamu! udah merasa pinter! udah merasa benar! sekarang ngajarin orang tua?! Hha..... baru juga mau kelar sekolah SMA, udah belagak!".
Ibu Mirna meninggalkan Mila sembari mengoceh sepanjang jalan.
Mila bersandar di pintu kamarnya dan menghembuskan napas berat. Dia masuk kembali ke kamarnya untuk mencuci muka dan menyikat gigi setelah membereskan tempat tidur.
Telpon dilamarnya berdering.
"Ya...?!". Mila dengan malas menempelkan ke telinganya.
"Mila! kamu nggak sarapan! mau makan diluar lagi?! jangan boros! makan di rumah!". Mila menjauhkan telpon dari telinganya sampai suara ibunya menghilang.
"Perasaan aku nggak pernah bilang mau sarapan di luar, udah ngomel duluan". Keluh Mila.
"Ahh..... !!! aku capek!!". Pekiknya dalam hati.
"Kamu tuh ngapain sih pagi-pagi udah bikin ibumu marah-marah?". Suara lembut ayahnya menyambutnya di meja makan.
"Ibu kemana?". Mila menarik kursi di depan ayahnya.
"Ke rumah si Darti, katanya mau lihat bunga baru Ibu Darti". Jawab pak Andre.
"Kalau ibumu ngomel, kamu dengerin aja, nggak usah membantah karena itu akan membuatnya marah.
Mila hanya memutar matanya mendengar perkataan ayahnya. Dia makan dalam diam. Orang tuanya adalah pasangan unik. Ibunya heboh kayak orkestra rusak, ayahnya sepi kayak kuburan. Ibunya kayak gas ijo yang suka meledak tiba-tiba tanpa sebab musabab. Ayahnya kayak tanah. Ada dan diam! mau diinjek, disiram, dikencingin tetap aja dibawah dan diam. Hanya sesekali dia akan menciptakan gempa yang menghancurkan. Mila sudah hidup dalam lingkungan keluarga yang aneh ini selama hampir 19 tahun. Setidaknya tiga bulan lagi dari sekarang dia genap 19 tahun tepat saat dia memasuki universitas.
Mila bukan satu-satunya anak dari pasangan Andre - Mirna ini, dia memiliki Dua kakak, Milan, 27 tahun, kini mengganti ayahnya mengurus bisnis, sering perjalanan bisnis dan jarang pulang.
Mischa, 24 tahun yang melanjutkan kuliah di luar negeri. kakaknya ini sudah jauh dari rumah sejak SMA, dia memilih tinggal di asrama sekolahnya kemudian kuliah tinggal di apartemen kecil. Memang cuma Mila yang tinggal lama dengan orang tuanya.
"Kalau kamu nggak ada kegiatan sekolah lagi, nenek Intan minta kamu nemenin dia". Ayahnya memberitahu.
"Sudah tiga kali nelpon cuma ayah selalu lupa ngasi tahu kamu. Tadi, baru banget dia nelpon lagi".
Nenek Intan ini bukanlah nenek langsungnya, dia saudara angkat mendiang kakek dari bapaknya.
"Kapan aku bisa berangkat?". Mila memang suka berlibur ke rumah neneknya itu.
"Kapanpun kamu mau. Sekarangpun bisa".
"Ya, aku akan berangkat hari ini". Putus Mila.
"Itu terserah kamu".
Usai makan dan merapikan meja makan. Dia juga dengan rajin mencuci piring tanpa menunggu Omelan ibunya. Mila berkemas dan meluncur ke kota kecil tempat neneknya berada.
"Cucuku sayang, kamu akhirnya datang!". Nenek Intan yang tengah menikmati secangkir teh di teras antusias menyambutnya.
Sayangnya, bukan cuma dia disana, hadir juga sepupu ayahnya yang sangat tidak disukai Mila. Tante Harti.
"Ngapain kamu kesini? harusnya kamu bimbel atau belajar biar bisa lulus masuk perguruan tinggi negeri".Tante Harti memberi tatapan meremehkan.
"Lihat tuh, sepupumu si Inna. meskipun nilainya selalu bagus dia masih mau belajar agar bisa lulus di universitas bergengsi". Tante Harti mulai membanggakan anaknya lagi.
"Kecuali kamu memang udah menyerah untuk masuk di universitas bagus dan memilih kampus swasta kecil. Makanya. kamu sesantai ini".
" Tante kok kayaknya nggak suka kalau Mila kesini? takut kalau harta nenek Intan diwariskan ke aku? Keluarga Tante kan udah ngambil harta warisan kakek aku. Emang itu masih kurang?". Tante ini selalu tidak menyukai keluarganya.
"Padahal aku kesini karena dipanggil nenek Intan sendiri".
"Iya, nenek sudah tiga kali manggil kamu, datangnya baru sekarang". Kata nenek Intan mengusap punggung Mila.
"Sekarang Mila disini sampai dua tiga bulan kedepan karena Mila sudah diterima di kampus paling bergengsi di provinsi kita jalur prestasi". Kata Mila bangga sembari melirik Tante Harti yang wajahnya kaku.
"Seperti diharapkan dari cucuku". Nenek Intan menggenggam tangan Mila dan menepuk-nepuknya.
"Nanti nenek kasi kamu hadiah istimewa".
"Benarkah?!".
"Tentu saja".
Percakapan cucu - nenek itu membuat wajah tante Harti kian gelap.
" Pergilah ke kamarmu dulu menyimpan barang. Kalau kamu lapar, ambil makanan sendiri di dapur".
" Oke!".
Mila berdiri dan memberi senyum provokatif ke tante Hatri sebelum menggerek kopernya pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Tiana
hadir
2023-10-13
1
mariafranswiles
awal baca, mudah-mudahan semakin menarik
2023-10-12
1