Mozaik Talisman

"Jika kamu kaya, walaupun kamu tinggal di puncak gunung, orang akan mencarimu. Jika kamu miskin, walaupun kamu tinggal di tengah kota, tidak ada seorang pun yang akan mencarimu."

...****************...

Sehari sebelumnya, di rumah nenek Intan

" Kamu gadis, masih saja bangun siang". Tegur nenek Intan melihat Mila muncul dengan piyamanya.

"Nek, tiga tahun ini aku sudah berjuang dan berkutat dengan jadwal padat sekolah, kursus, les, dan ekstrakurikuler sekolah . Bahkan main game pun harus diam-diam". Mila mengeluh.

" Sekarang, waktu ini aku pakai buat refreshing sedikit. Bangun siang, main, nonton, baca buku. Aku ingin menikmati menjadi kaum rebahan untuk dua tiga bulan ini". Mila meraih sarapannya.

" Kamu hanya mencari alasan untuk bermalas-malasan". Nenek Intan mencibir.

" Ayolah nek, kayak nggak pernah muda aja". Kata Mila nyengir.

"Iya, kami memang pernah muda tapi kami nggak pernah bisa punya waktu santai. Nonton atau main game". Nenek Intan mendengus.

"Masa anak-anak kami main petak umpet sama penjajah biar nggak ditangkap lalu dijual jadi budak atau gundik. Masa remaja kami harus kerja buat makan, ekonomi nggak stabil karena peralihan kekuasaan dan pemberontakan. Udah nikah, kami harus berjuang hidup. Nggak kerja ya nggak makan nasi. Meski dibilang lumbung pangan, kenyataannya kita rakyat kecil lebih sering ketemu singkong daripada beras. Mau hiburan paling seminggu sekali di balai desa itu juga harus patungan bayar pajak tv desa. Giliran kami ini main medsos malah dibilang nggak ingat umur disuruh ibadah aja". Nenek Intan mengoceh.

"Padahal kalian ini yang muda-muda ini yang harusnya tahu diri. Jangan banyak main, harusnya banyak belajar dan bekerja karena masa depan kalian belum jelas. Kalau kita yang tua ini masa depannya udah jelas, kuburan, mati!".

Nenek Intan menyesap tehnya.

"Nggak perlu mikirin harus punya rumah, aset, Investasi, properti".

Mila sudah biasa mendengar neneknya ini mengoceh tak karuan.

"Ngomong-ngomong, kamu tahu nggak kenapa si Hatri datang?". Dengan cepat nenek Intan mengubah tema pembicaraan.

"Dia kan tamu nenek, bicaranya juga sama nek Intan kenapa nanya saya?". Mila satu- satunya cucu nenek Intan yang bisa bicara begitu bebas.

"Suaminya gagal Investasi dan minta pinjaman modal dari saya. Menurutmu bagaimana?".

Mila mengangkat alis mendengar pertanyaan itu.

"Haiiii..... nek! yang punya duit kan, nenek. Kok nanya sama Mila terus".

"Semua juga tahu kalau nenek akan mewariskan hartaku pada keluarga kalian, lebih tepatnya ke kamu. Jadi, wajar dong kalau nenek minta pendapatmu". Nenek Intan terus merangsek.

Mila berkata dengan acuh

"Kan belum diwariskan. Jadi masih hak nenek dong yang bikin keputusan. Kalau nenek pakai alasan ini untuk menarik keluargaku ikut campur, itu sama aja nenek sengaja membuat perselisihan antara keluargaku dengan keluarga Tante Hatri".

"Bocah, kamu memang jeli". Nenek Intan tertawa.

"Lagian kenapa nenek nggak mau bantu? paling kan minta cuma ratusan juta, satu milyar aja kecil buat nenek".

Keluarga mungkin tahu kalau kekayaan nenek Intan berasal dari tanah pertanian dan perkebunan yang puluhan hektar. Sejumlah rumah makan dan kost-kostan. Tapi Mila tahu kalau neneknya memiliki kekayaan yang jauh dari yang diketahui keluarga besarnya. Salah satu penghasilan utama nenek Intan bergerak di dunia bawah yang bersentuhan langsung dengan mafia dan gangster, perdagangan senjata.

Setelah diam beberapa saa terdiam, nenek Intan berkata

"Orang yang serakah bagai lubang tak berdasar, hari ini kamu memberinya satu, besok dia akan meminta dua, lusa menginginkan tiga, keinginannya tidak ada habisnya. Dia tidak akan puas, tidak pernah merasa cukup. Orang seperti ini tidak layak mendapat bantuan".

"Mungkin akan ada beberapa rumor yang beredar lagi, semoga bukan tentang keluargaku. Tante Hatri bukan orang yang menerima penolakan". Ucap Mila.

"Dia tidak akan memiliki alasan membuat rumor." Ujar nenek Intan tenang membuat Mila bersimpati pada Tante Hatri. Semakin tenang dan santai nenek Intan semakin tak terduga hal-hal yang akan dilakukannya.

"Setelah ini, kamu pergi mengisi gudang khusus itu dengan persediaan untuk bertahan hidup". Perintah nenek Intan.

"Bertahan hidup? kurasa nenek sudah kecanduan game survival. Apa nenek akan mengerahkan zombie?". Mila bertanya dan tertawa geli.

"Gadis bodoh, lakukan saja". Nenek Intan ikut tertawa.

"Jangan lupa mengamankan barang-barang berhargamu juga" .Sambung nenek Intan.

Mila mengangkat alis "Jadi penasaran, sepertinya nenek akan melakukan hal seru nih".

"Tentu saja. Kamu lihat saja".

Usai sarapan, Mila mengikuti arahan nenek Intan untuk mengisi berbagai hal ke dalam gudang baja.

"Hal besar apa yang akan dilakukan orang tua aneh itu?".Mila memasukkan apapun ke dalam gudang itu kemudian mengemas barang pentingnya ke dalam ransel yang bisa tiba-tiba dia ambil.

"Mila. selesai makan, ikut nenek ke paviliun samping". Kata nenek Intan ketika mereka makan siang.

"Jangan lupa bawa barang berhargamu".

"Wah! aku tidak menyangka nenek punya koleksi barang aneh begini". Seru Mila terpana saat memasuki salah satu ruangan di paviliun nenek Intan.

"Kapan nenek menjadi kolektor? barang ini dari kerajaan mana? udah berapa ratus tahun benda-benda ini?".

"Ini dari kerajaan Alengka, sebagian dari kerajaan Wima sekitar ratusan ribu tahun lalu". Nenek Intan menjelaskan.

Mila memiringkan kepalanya.

"Rasanya aku belum pernah membaca dua kerajaan itu di buku sejarah". Pikirnya.

"Dimana nenek mendapatkannya? apa itu berharga? kenapa cuma ditumpuk kayak barang rongsokan?".

"Terlalu banyak pertanyaan. Ikut denganku!".

Nenek Intan membuka kamar lain yang ada di ruangan itu.

"Ini..... ?!".Mila terbengong, karena yang dilihatnya bukan ruangan yang berisi perabot tapi sebuah taman yang indah.

"Nek, apa ini ilusi?". Tanya Mila linglung.

Nenek Intan duduk di salah satu batu datar.

"Aku sudah mengajarimu mengenali ilusi. Menurutmu ini ilusi atau bukan?". Ujar nenek Intan tidak memberi Mila jawaban pasti.

Mila tetap berdiri disana dan berkonsentrasi.

" Kurasa ini bukan ilusi. Tapi bisa jadi ini ilusi tingkat tinggi yang terlihat sangat nyata dan aku tidak bisa melihatnya".

"Penuh omong kosong". Nenek Intan mendengus.

"Duduklah disini, aku tidak punya waktu berdebat".

Mila duduk di batu datar depan nenek Intan.

"Nenek, ini sebenarnya apa?". Mila masih penasaran.

"Dunia spiritualku". Jawab nenek Intan singkat.

"Dunia spiritual itu apa?".

"Kamu akan tahu sendiri nantinya".

Nenek Intan tidak bermaksud menjelaskan. Cucunya ini punya rasa ingin tahu yang menjalar. Semakin banyak kata yang diucapkan, semakin banyak juga pertanyaan yang akan dilontarkan.

Wanita tua itu meletakkan tangannya di batu datar besar di sampingnya. Permukaan batu itu bergeser dan menampilkan lubang besar. Dari lubang itu, nenek Intan mengeluarkan satu kotak tua.

"Ini adalah mozaik Talisman".

Nenek Intan memberikan potongan Talisman itu pada Mila.

" Talisman ini disebut sang penguasa, salah satu dari tiga Talisman ilahi".

Mila mengamati benda ditangannya. Di tidak tahu pasti terbuat dari apa benda itu, seperti baja namun terlihat bukan baja biasa. Ada ukiran aneh dan dua sisinya menampilkan dua ekor yang berbeda.

"Sepertinya ini terpotong". Gumannya.

"Tepat sekali". Sahut nenek Intan cepat.

"Ini memang mozaik atau pecahan Talisman. Ada enam pecahan untuk membentuk Talisman penguasa. Ini salah satunya, lima lainnya tidak diketahui keberadaannya".

"Jadi benda ini tidak berguna?". Tanya Mila membolak- balik benda di tangannya.

"Masih berguna".

"Apa gunanya?!". Mila bertanya.

"Kamu akan tahu pada waktunya". Balas nenek Intan tak sabar.

"Teteskan darahmu!". Perintah nenek Intan.

"Kamu tidak menjadikanku tumbal pesugihan, kan?". Mila mengangkat wajahnya, ragu.

" Aku punya banyak uang, untuk apa pesugihan?". Nenek Intan menemukan jarum dan menancapkan di jari Mila.

" Waduh..... sakit !!". Mila hanya bisa berteriak sakit ketika jarum itu tiba-tiba menancap di jarinya dan darah meleleh keluar.

"Ini pencurian darah!". Dia cepat menarik tangannya dan darahnya berhasil menetes di Talisman. Seberkas cahaya keluar dan bergabung di tubuh Mila.

"Ayo keluar! Sepertinya Susan mencariku". Nenek Intan keluar dari ruang itu diikuti Mila.

" Sudah malam?!". Lampu terang dan gelap di luar paviliun mengejutkan Mila.

"Padahal kita cuma sebentar di dalam sana".

"Waktu di dunia spiritualku berjalan lambat daripada waktu di luar".

Penjelasan nenek Intan membuat Mila mengangguk bingung.

"Kita makan malam saja disini".

Mendengar itu, Susan asisten pribadi nenek Intan dengan sigap menyiapkan makan malam mereka.

" Nyonya, semua sudah dilakukan". Susan melapor melihat kedua cucu nenek itu menyelesaikan makannya.

"Ya. Tetaplah pada rencana, jangan memanggil pemadam kebakaran sebelum setengah rumah terbakar".

Mila terkejut mendengar pembicaraan nenek Intan dan asistennya.

"Apa yang terbakar?". Mila melongok keluar, matanya menyaksikan api melahap rumah besar nenek Intan yang baru ditinggalkan beberapa jam lalu.

"Nek.... rumahmu terbakar!". Spontan dia mengguncang tubuh tua di sampingnya.

"Biarkan saja". Nenek Intan menepis tangannya.

"Toh, saya bikin rumah baru lagi dan tidak perlu repot membongkar".

"Nek... Kamu sengaja membakarnya? Kamu membakar rumahmu sendiri?!". Mila mendelik melihat sikap santai neneknya itu.

"Menurutmu, kalau aku terkena bencana dan bangkrut, apa Hatri dan saudara yang serakah itu akan datang meminta uang dengan dalih meminjam, haaa?!". Nenek Intan berkata dengan tenang.

"Tapi kan, tidak perlu sampai bakar rumah juga. Ah.... sayang banget tau....". Mila mengerutkan bibirnya, dia selalu tahu kalau neneknya ini punya kepribadian nyentrik. Tetap aja dia sayang sama rumah mewah yang dibakar begitu saja padahal diluar sana masih banyak orang yang tidak punya rumah.

"Apa kamarku juga terbakar?!". Teriakan panik Mila mengejutkan Susan dan nenek Intan.

"Harusnya api sudah menjalar kesana". Jawab Susan.

"Kenapa? Apa ada barang berharga?".

"Saya tadi sudah bilang, bawa barang berhargamu kesini!". Nenek Intan langsung memarahi.

"Apa itu? Laptop, hp atau dompetmu?!".

Mila menggeleng.

"Yang itu semuanya aman dalam ranselku. Dikamarku masih ada Suami-suamiku! Haremku masih disana!". Mila makin panik.

"Suami apa?! Anak ini.... !!". Nenek Intan menepuk pundak Mila kesal.

"Jiminku ! Sugaku! Ohhh..... Jongkokku yang tampan! Mereka terbakar... !!". Seru Mila meradang.

"Kenapa sih anak ini?! Apa yang diteriakkan?". Nenek Intan bingung melihat tingkah cucunya itu.

" Ohhh .... Apa maksud nona, bantal -bantal dengan gambar cowok tampan diatasnya?".

Mila mengangguk cepat mendengar pertanyaan Susan.

"Itu sudah diamankan sama bang Kardi, dimasukin karung cuma nggak tahu simpannya dimana". Papar Susan.

" Dasar genit!". Dengus nenek Intan.

"Dikarungin? bisa-bisanya Haremku dikarungin. Aku mau cari kalau begitu". Mila yang mau beranjak pergi ditangkap nenek Intan.

" Kamu gadis mesum! Ikut aku!". Nenek Intan menyeret Mila ke ruangan tadi.

"Lupakan bantal konyolmu itu. Ada hal yang harus kamu lakukan".

"Kekayaanku yang asli terkunci, Talisman yang lengkap ini kuncinya. Sebagai ahli warisku, kamu harus mengumpulkannya. Itu misimu". Kata nenek Intan serius sembari memasang Talisman yang sudah diberi tali ke leher Mila.

" Kemana aku harus menemukan mozaik lainnya?."Tanya Mila yang masih bingung.

"Di dunia spiritual". Nenek menyelipkan cincin giok hijau di jarinya.

"Ini cincin spiritual, kamu akan menemukan bantuan di dalamnya".

"Dunia spiritual?!". Mila mengabaikan ucapan nenek Intan, dia fokus mengingat hal-hal spiritual yang sering diceritakan neneknya itu seperti sihir. Terbang dengan pedang, binatang iblis, dan banyak hal ajaib lainnya. Kalau dia pergi kesana sama saja bunuh diri karena dia tidak punya kekuatan spiritual.

"Nenek, aku tidak mau jadi ahli warismu! Berikan saja pada anak Tante Hatri atau anak-anak dari om dan tante yang lain". Tolak Mila cepat.

"Tidak bisa. Aku sudah memilihmu!". Tegas nenek Intan. Dia melambaikan tangannya dan satu portal muncul di udara, lubang ungu kehitaman itu perlahan menyedot Mila.

"Pergi! Lakukan misimu! Kalau misimu sukses kamu akan kembali ke dunia ini!". Perintah nenek Intan.

"Tidak! Tidak mau!". Mila masih kekeh menolak.

"Anak bandel! Pergi sana!". Nenek Intan menendang Mila memasuki portal yang langsung menelannya dan tertutup kembali.

Terpopuler

Comments

Yan Yan

Yan Yan

🤣 ditendang bukan kaleng2 lohh nenek intan 😂

2023-10-18

1

Yoihoi Yoi

Yoihoi Yoi

Awkwkwk anak jaman sekarang emang susah syukurnya

2023-10-11

1

yumin kwan

yumin kwan

astaga....neneknya keren banget hahaha

2023-10-10

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!