P a r t 20

Erwin mendekat ke arahku dan Andra berdiri di sampingku. Dari tatapannya, ia curiga mengapa Andra bisa bersama denganku hingga selarut ini? Dengan santai Andra menarik tangan tunanganku itu untuk bicara empat mata yang jaraknya agak jauh dariku berdiri. Entah apa yang mereka bicarakan? Yang pasti ada sekitar sepuluh menit mereka mengobrol sebagai sesama laki-laki.

Selesai bicara, Andra lalu mengambil handphone dari saku celana, sepertinya ia ingin memesan ojek online sebagai alat transportasinya menuju rumah. Aku hanya berdiam menatap dan menunggunya agar segera pergi dari hadapanku. Sedangkan Erwin berupaya mendekatiku dan berinisiatif merangkulku. Namun, aku menolaknya karena risih. Aku tahu kenapa Erwin bersikap seperti itu? Itu lantaran ia ingin menjelaskan pada bosnya, bahwa aku adalah tunangannya sedangkan Andra yang sedang dipanas-panasi tampak tak peduli melihat apa yang ditunjukkan Erwin.

"Kanaya, tolong pesankan aku ojek online handphone-ku tiba-tiba mati. Lupa aku tadi isi baterainya," titah Andra padaku sembari menatap tajam ke arah Erwin.

Aku segera mengoperasikan handphone, lalu menuruti permintaan Andra dan  sepuluh menit kemudian, ojek online yang kupesan pun datang. Andra lantas berpamitan. Setelah pria itu berlalu dengan tunggangan ojeknya. Aku Lantas melepas rangkulan Erwin dengan kasar sembari menatapnya jengah.

"Bilang sama aku, Kay. Ada hubungan apa kamu dengan Pak Andra? Cepat katakan, Kay!" tegas Erwin dengan suara tinggi.

"Nggak ada apa-apa, Win. Kita tadi cuma ketemu di jalan. Karena mobil Pak Andra mati. Terus aku kasihan sama dia. Jadi aku suruh aja dia naik ke mobil. Udah itu aja," jawabku santai.

"Bohong kamu! Aku nggak percaya, soalnya tadi aku tau jam berapa, Pak Andra pulang dari kantor?"

"Kok bohong 'sih. Berarti kamu udah nggak percaya lagi sama aku, Win. Kayaknya belakangan ini. Kamu sering curigaan. Sebenarnya ada apa 'sih sama kamu?"

"Ya, wajarlah kalau aku curigaan. Aku ini tunanganmu, lebih tepatnya, kamu itu calon istriku, sementara malam ini aku lihat. Kamu habis berduaan sama Pak Andra. Dia itu bosku, statusnya juga sudah beristri, paham nggak 'sih, Kanaya!'

"Mau punya istri, mau itu bosmu, aku nggak peduli! Nggak ada urusan aku sama itu semua. Aku cuma mau tolong dia!"

"Oke kalau kamu emang nggak mau jujur, nggak apa- apa. Lagi pula aku juga sudah bilang sama Papamu. Jika rencana pernikahan kita, akan dimajukan dari rencana awal dan Papamu setuju. Jadi kamu harus siap-siap, Kay," ujar Erwin.

Sontak aku yang mendengar semua penjelasan itu terkejut dan membulatkan mata. Kembali menatap tajam pria yang sudah beberapa bulan ini resmi menjadi tunanganku itu.

"Nggak bisa gitu 'dong, Win. Aku belum siap. Lagian ini 'kan pernikahan aku yang pertama. Jadi aku nggak mau asal!"

"Aku mau dipindah tugaskan di Kalimantan. Makanya, aku mau mempercepat waktu pernikahan kita, aku harap kamu juga siap pindah ke sana," jelas Erwin.

"Apa, Kalimantan! Kamu yakin, Win?"

"Ya yakin, seyakin-yakinnya. Lagi pula aku nggak ingin hubungan yang sudah berjalan sejauh ini, nggak sampai ke pelaminan. Aku ingin kamu sah menjadi istriku, Kay. Ibu dari anak-anakku nanti." tegasnya.

Aku kembali terdiam sembari terus berpikir bagaimana akan nasib hubunganku dengan Razka yang mulai terjalin baik? Setelah sekian lama aku berpisah dengannya. Ini begitu sangat menyakitkan.

"Kenapa diam, apa kamu nggak mau ikut denganku tinggal di Kalimantan, Kay?"

"Bukan begitu, Win. Apa rencanamu pindah ke daerah lain ? Sudah dibicarakan terlebih dahulu sama Mamamu,"

"Oh kalau itu, jelas dan Mama pun setuju. Lagian juga di sana sudah disediakan rumah yang akan ditempati kita. Rumahnya juga dekat dengan rumah sakit. Mungkin cuma dua puluh menit, jadi aku nggak perlu khawatir, kalau penyakit Mama itu kambuh dan aku juga sudah tanya-tanya soal lowongan untuk kamu bisa menjadi dokter rumah sakit di sana,"

"Makanya aku harap kamu bisa bicarakan kepindahan kamu ini. Secepatnya sama direktur rumah sakitmu yang sekarang. Agar nanti kamu bisa lebih cepat bekerja di rumah sakit yang baru," jelas Erwin lagi.

***

Perihal masalah pernikahan, aku langsung bertanya pada Papa sebagai orang tua yang akan menikahkanku . Papa lantas mengatakan memang Erwin sudah bicara serius mengenai pernikahan itu seminggu yang lalu. Papa pun memberikan restu karena dirasa aku sudah cukup umur dan sudah pantas untuk berumah tangga. Apa lagi pernikahan adalah ibadah yang menyempurnakan seseorang sebagai manusia.

Malam yang kian larut. Membuatku sulit untuk memejamkan mata, terbayang dipikiran. Jika aku akan jauh dari keluarga dan Razka. Berbicara tentang Razka. Saat ini adalah saat paling membahagiakan bagiku. Karena untuk pertama kalinya setelah enam tahun berlalu, aku bisa bertemu kembali dengan anakku itu. Anak yang aku lahirkan dan aku sembunyikan dari keluargaku.

Jadi bagaimana mungkin, aku bisa kembali berjauhan dengan anak kandungku lagi? Setelah sekian lama aku menunggu saat-saat ini. Bisa kembali bercengkerama dengan Razka yang tentu saja membuat aku bahagia dan tak ingin berpisah lagi dengannya.

Selepas praktik, aku berinisiatif pergi ke kantor Andra yang jarak tempuhnya mencapai satu jam dari rumah sakit. Aku sudah buat janji melalui telepon dengannya tadi pagi. Aku ke tempat itu untuk membahas masalah perpindahan Erwin dari kantor pusat ke kantor cabang yang ada di pulau Kalimantan. Ada apa ini! Rasanya aku geram, mengapa pria itu buru-buru mengambil keputusan menugaskan Erwin di sana?

Apa ini sengaja atau ini hanya taktiknya agar ia menjauhkan aku dengan Razka. Atau ia ingin mengambil hak perwalian Razka. Agar ia dan pasangannya bisa dianggap sebagai keluarga ideal. Jika sudah memiliki anak di tengah keluarga kecilnya yang sedang ia bangun. Jika itu benar yang dipikirkan olehnya. Sudah pasti aku tak terima. Aku akan mengusut masalah ini, sekali pun sampai ke pengadilan untuk memperebutkan hak asuh Razka.

***

Sore pukul tiga, aku telah tiba di gedung kantor milik Andra. Dengan santai aku berjalan menuju ruang kerjanya. Melihat aku yang baru pertama kali ke sana. Tentu saja aku menjadi pusat perhatian para karyawan. Mereka menatap seraya berbisik tentangku dan penampilanku. Aku tidak ambil pusing dan langsung menaiki lift menuju lantai tujuh di mana kantor Andra berada.

Setibanya di lantai tujuh, aku langsung bertanya kepada sekretarisnya agar bisa bertemu dengan bosnya. Rupanya aku sudah ditunggu di ruangan yang dari luar saja sudah terlihat besar dan megah. Dengan percaya diri aku mengetuk pintu dan tak lama ada jawaban dari balik pintu dan aku pun perkenankan masuk.

"Selamat sore Pak Syailendra Dwiki Aditama," sapaku dengan bahasa yang lebih formal sembari mengulurkan tangan.

Andra tertawa lepas, saat aku menyapanya dengan bahasa seperti itu. Ia lalu menyambut uluran tanganku dan langsung menyuruhku duduk. Aku duduk berhadapan dengannya di batasi sebuah meja. Bukan meja kerjanya, tetapi aku dan Andra duduk di sofa dan terlihat santai. Selang beberapa menit, sekretarisnya membawakan minuman dan makanan ringan sebelum aku ingin bicara serius dengan pria itu tentang Razka.

"Tumben, nggak biasanya kamu kemari, sebenarnya ada apa 'sih?" tanyanya seraya mengerutkan dahi.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!