Setibanya di rumah, Nurhayati adik dari Nurbaiti menyambut kedatangan kami sembari menggedong Siti. Sebagai tuan rumah yang baik. Nurbaiti langsung mempersilakan aku untuk duduk di sofa yang telah tersedia di ruang itu. Sementara Siti meminta turun dari gendongan bibinya untuk bisa duduk sebangku dengan Nurbaiti dan Razka. Sepertinya anak perempuan kecil itu rindu pada ibu dan kakaknya.
Nurhayati lantas membawa barang- barang dari rumah sakit yang dibawa kakaknya ke kamar utama dan tak lama setelah itu. Ia bergegas ke dapur membuatkan minum untuk kam bertiga. Melihat keakraban Razka dan Siti membuatku semakin merasa nyaman dan senang untuk berlama-lama tinggal di sana. Apa lagi kelucuan yang ditunjukkan kedua bocah itu mampu membuatku tertawa lepas melihat tingkah laku mereka yang menunjukkan bahwa keduanya saling sayang sebagai kakak beradik.
***
Aku baru sadar pada saat azan Magrib berkumandang, terlihat aku kebingungan karena malam ini, seharusnya aku ada janji dengan tunanganku Erwin. Akan makan malam berdua di luar. Handphone yang seharusnya dijadikan alat komunikasi, justru sedari tadi mati karena lupa aku mengisi daya baterai.
Akibatnya, alat komunikasi itu tak bisa aku pergunakan untuk memberi kabar pada tunanganku itu. Aku harus secepatnya mengisi daya baterai. Agar handphone-ku bisa kembali menyala dan aktif. Sesaat setelah aku colok ke stop kontak, handphone -ku kembali menyala. Ratusan pesan dan puluhan panggilan terkirim atas pria bernama Erwin itu.
Karena itu akhirnya aku memutuskan pulang seraya berpamitan pada semuanya orang di rumah itu. Namun, tiba-tiba mobil berwarna merah yang tak asing di mataku berhenti tepat di depan halaman rumah. Beberapa menit kemudian sang pengemudi pun mematikan mesin dan sejurus kemudian ia turun dari kendaraan tersebut lalu segera menghampiriku yang sudah ada di ambang pintu dan akan segera pergi meninggalkan rumah Nurbaiti.
"Hai, mau ke mana. Kok buru-buru?" tanya Andra sembari mengulurkan tangannya akan bersalaman.
"Bu Dokter mau pulang, Pak. Sudah malam, sudah dari tadi siang ada di sini," jelas Nurbaiti sementara aku diam dan ingin cepat-cepat keluar melewati pintu pagar.
Namun, dengan cepat tanganku dicekal olehnya hingga aku tak bisa beranjak dari tempat itu. Sementara Nurbaiti yang tak sengaja melihat cekalan tangan Andra pada tanganku. Langsung berbasa-basi mempersilakan pria itu untuk masuk ke dalam rumah.
"Tunggu, jangan pergi, di sini sebentar aja. Biar aku bertemu Razka dulu. Baru setelah itu. Aku antar kamu pulang," ujar pria itu pelan, tapi masih bisa aku dengar.
"Nggak usah, aku bisa pulang sendiri," jawabku ketus sembari berusaha membebaskan tanganku dari cekalan tangannya.
Namun, tenaga Andra yang jauh lebih kuat, membuatku kalah sehingga aku malah ditarik dan ikut masuk lagi ke dalam rumah Nurbaiti. Padahal aku sudah berpamitan. Terpaksa aku kembali duduk dengan wajah cemberut di ruang tamu seperti tadi. Duduk, tapi kali ini ada Andra di sampingku.
Nurbaiti yang diam-diam mengamati gerak-gerik kami berdua hanya bisa mengulum senyum melihat aku yang dibuat mati kutu karena kelakuan Andra yang lagi-lagi memaksaku. Sehingga aku pun dibuat malu dengan pria yang tingkahnya seperti bocah seumuran ABG yang sangat posesif dengan pacarnya.
Sementara aku yang tenaganya jauh lebih lemah hanya bisa pasrah setiap kali pria itu memaksakan kehendaknya padaku. Dua bocah kecil yang sedari siang bermain bersamaku kembali tersenyum senang. Saat melihatku tak jadi pulang dan malah mengajakku bermain lagi.
"Asik... Mama Kanaya nggak jadi pulang. Ayo Ma, kita mainan kayak tadi lagi," seru Siti.
"Mainnya udah, ah. Mama Kanaya 'kan udah capek seharian main sama kalian berdua," celetuk Nurbaiti.
"Tenang Mama Kanaya masih lama, kok di sini. Soalnya, nanti pulangnya Papa Andra yang antar. Apa Mama Kanaya mau menginap aja di sini?" ujar Andra berseloroh.
Sementara aku diam seraya membulatkan mata menatap Andra yang saat ini cengengesan becanda dengan Razka dan Siti. Andai di situ tidak ada Nurbaiti dan anak-anak. Mungkin manusia berjenis kelamin laki-laki ini sudah kucincang mulutnya pakai pisau bedah yang aku punya seperti kornet daging yang tersimpan di dalam kaleng.
Di saat semua orang tertawa becanda bersama anak-anak. handphone-ku terus menerus berdering dan bergerak. Tercetak nama Erwin dengan jelas di layar untung saja handphone itu sudah aku silent sebelumnya sehingga suara deringnya sama sekali tak terdengar dan tak mungkin berisik. Aku lantas membalasnya dengan mengirimkan pesan. Tak bisa berbuat apa-apa selain kata maaf yang tertulis pada pesanku untuknya.
Rupanya gerak-gerikku yang sedang sibuk berkirim pesan pada Erwin sembari mengawasi Razka dan Siti bermain, diam-diam diamati Andra yang saat ini sedang mengobrol santai dengan Nurbaiti. Membahas kepulangan Razka dari rumah sakit. Saat Siti bertanya padaku. Namun, aku lengah menjawabnya karena terus berkonsentrasi pada layar handphone
Dengan kelihaian gerak tangannya yang cepat. Andra menyambar benda yang masih berada di tanganku. Lagi-lagi Nurbaiti tersenyum bahkan kali ini wanita itu malah tertawa melihat Andra yang kelakuannya bisa dibilang mirip bocah sekolah dasar yang berhasil merebut mainan temannya sembari mengejek menjulurkan lidah ke arahku.
***
Sontak hal ini bukan hanya Nurbaiti yang tertawa, tetapi juga anak-anak yang sampai terbahak-bahak karena kelakuan Andra yang kekanak-kanakan. Melihat langsung dengan mata kepalanya sendiri bagaimana tingkah laku Andra seorang pebisnis muda handal banyak prestasi yang dia dapatkan. Namun, nyatanya sikap dan tingkahnya tak ubah seperti anak-anak di bawah usia sepuluh tahun.
Aku hanya bisa mengelus dada karena kesal menahan kecewa akut setingkat dewa menahan murka gara-gara Andra yang seperti itu. Berharap agar handphone-ku itu dikembalikan dengan segera. Namun ternyata setelah melirik sekilas ke layar. Laki-laki itu malah tersenyum miring dan yang membuatku bertambah geram lalu naik pitam lantaran handphone-ku malah di simpan dibalik jas yang ia gunakan.
"Maunya apa sih, ini laki-laki. Suka banget bikin aku marah," ucapku kesal dalam hati.
Akhirnya Andra mengajakku pulang, setelah satu jam lamanya. Pria itu bertamu, mengobrol dengan Nurbaiti, bermain dengan anak-anak, dan berhasil membuatku mati kutu di permalukan di rumah itu.
Kami berdua pun pamit undur diri, tetapi Andra meminta izin pada sang tuan rumah agar mobilnya. Malam ini bisa di parkir di rumah ini. Sementara ia akan mengendarai mobilku sembari mengantarku pulang. Sejujurnya aku keberatan dengan idenya, tetapi aku tak bisa berbuat apa-apa lantaran kunci mobil sudah berhasil ia rebut. Itu terjadi saat aku kembali berpamitan dengan Nurbaiti. Kunci itu terjatuh saat aku akan berdiri. Rasanya menyesal begitu cerobohnya aku tak waspada dengan pria yang satu ini.
Aku menaruh kunci mobil di saku pinggang blazer. Namun, tiba-tiba kunci itu terjatuh. Saat aku ingin bangkit dari duduk di lantai, usai bermain dengan anak-anak. Akibat kecerobohan itu, Andra dengan cepat mengambil benda itu. Sementara aku hanya bisa gigit jari sembari memasang wajah cemberut menatapnya kesal.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
karissa 🧘🧘😑ditama
wlaupun mksd ny andra nih baik yah thor,tpi brhbng saya sendiri tipikal orang yg bnar2 benci dipaksa sdangkan dicrta mu ini si andra nih luar biasa pemaksa ny jdi ilfeel dan saya ptuskan untk end saja dri krya mu byee
2024-08-14
0