P a r t 3

Aku menangis sejadi-jadinya di samping Mariana yang sedang memangku bayiku. Saat itu aku mencoba mengingat kejadian sepuluh bulan lalu. Rasa sakit dan nyeri seakan menghujam dadaku. Mana kala aku berhasil mengingat kejadian itu.

Mungkin karena berempati Mariana lalu menggenggam tanganku. Ia turut meneteskan air mata dan ikut menangis bersamaku. Entah apa yang saat ini ia rasakan? Mungkin, karena mendengar tangisku yang terdengar tersayat pilu. Mariana lalu berinisiatif memeluk dan berusaha menguatkan aku sekali lagi.

"Tenang Kay, semua ini bisa di atasi. Kamu nggak sendiri. Ada aku bersamamu," ucapnya.

Bukannya berhenti, aku malah semakin tersedu-sedu, meluapkan rasa marah, kesal, dan benci yang selama ini kupendam sendirian bagaikan bom atom yang sudah waktunya meledak. Saat ini aku pun merasa masih ada di titik terendah dalam hidupku.

Selang beberapa menit, tangisku mulai mereda dan membuat beban yang selama ini, ada di kepala dan kupendam sendirian. Akhirnya dapat sedikit terlampiaskan, meski tangisku ini membuat bayi yang tidur di sampingku ikut menangis. Mungkin, ia terganggu dengan suara isak tangis ibunya atau memang ia haus ingin meminta asi lagi.

Dengan sigap Mariana, meraihnya lalu, menimang, dan menepuk bagian kaki yang dibedong rapi menggunakan kain persegi. Ia lantas memberikan bayi itu lagi padaku, agar aku dapat segera menyusuinya. Sembari menyusui, aku mulai menceritakan kejadian kelam malam itu padanya.

***

Cerita ini bermula, saat sahabatku yang bernama Windy datang berlibur di desa di mana aku sedang bertugas sebagai dokter magang. Windy berencana akan datang berdua bersama temannya. Mereka datang pada hari Jumat malam.

Sahabatku mengabarkan bahwa ia sudah memesan penginapan yang berada di kecamatan sehingga mereka tidak akan menginap di rumah dinas, di mana aku tinggal bersama Mariana. Rencananya Windy dan temannya itu akan tinggal di penginapan selama dua malam dan akan kembali ke Jakarta pada lusa siang harinya.

Jelas kedatangan Windy membuatku senang bukan kepalang sehingga ada alasan untuk aku menikmati hari libur di malam itu, meski hanya pergi ke  kecamatan, tetapi entah mengapa aku merasa senang. Mungkin  karena aku akan bertemu dengan Windy yang sudah enam tahun tak kutemui. Lagi pula inilah saatnya aku memperkenalkan desa yang sudah dua tahun aku tinggali kepadanya.

Memang desanya itu cukup terpencil, meski tak jauh dari ibu kota, tetapi di desa ini ada sebuah pantai yang indah yang sering dijadikan tempat liburan para warga sekitar atau pun luar desa di akhir pekan, sehingga di sana terdapat penginapan bagi pengunjung yang berasal dari luar desa atau kota lain yang ingin liburan ke pantai atau hanya berkeliling desa. Meski hanya penginapan biasa dan bukan hotel  bintang lima. Namun, itu sudah membantu sebagai sarana wisatawan luar kota atau luar daerah menikmati keindahan desa.

***

Benar saja Jumat malam itu. Windy datang bersama dengan seorang laki-laki yang tidak aku kenali sebelumnya. Ia bahkan lebih muda dari aku dan Windy. Tapi ya sudah, itu tak jadi masalah untukku.Toh,  kita memang sudah janjian bertemu di sebuah rumah makan di dekat penginapan.

"Windy!!!" teriakku saat melihat seorang gadis yang wajahnya masih bisa aku kenali sedang mencari-cari rumah makan, tempat kami janjian bertemu.

Aku melangkah panjang menghampiri lalu menyapanya. Kami pun saling melepas tawa, gembira, cipika-cipiki lalu berpelukan erat melepas kangen. Maklum saja sudah lima tahun aku dan Windy tak bertemu.Tak lupa Windy pun mengenalkan laki-laki yang berdiri di sampingnya padaku. 

"Andra," ucapnya singkat sambil menyodorkan tangannya.

"Kanaya," jawabku seraya meraih tangannya.

Selepas aku memperkenalkan diri. Aku mengajak Windy dan Andra untuk masuk ke dalam rumah makan. Aku lalu berinisiatif untuk memesan makanan untuk kami santap selama kami mengobrol di sana. Kami bertiga memesan menu yang sama yaitu nasi goreng dan es kopyor kelapa muda sebagai minumannya.

"Hey bentar ya, kalian ngobrol aja dulu, terus makan, kalau makanannya udah datang," ujar Windy.

"Kamu memang mau ke mana, Win?" tanyaku.

"Kebelet mau ke belakang," jawabnya sambil memegang perutnya.

Aku dan Andra kompak mengangguk. Windy pun bergegas ke belakang menuju toilet. Tidak ada obrolan antara aku dan Andra. Kalau pun ada itu hanya bicara basa-basi sembari menunggu datangnya Windy dan makanan yang kami pesan. Sepuluh menit berlalu, Windy kembali datang lebih dulu. Setelah itu barulah pelayan datang dengan membawa nampan berisi makanan dan minuman.

Sembari makan aku dan Windy terlibat obrolan seru tentang nostalgia semasa kami sekolah dulu, lalu beralih keseharian kami berdua selepas aku dan Windy tamat SMA lalu kuliah. Dan sekarang  aku dan Windy sudah bekerja di bidang kami masing-masing. Sementara itu Andra lebih banyak diam dan hanya fokus pada ponselnya. Ia lantas mulai menyantap nasi goreng dengan lahap. Pria itu memilih tak ikut campur dalam obrolan antara aku dan Windy.

Usai makanan dan minumanku habis tak bersisa. Kini giliran aku yang meminta izin pada Windy untuk  toilet. Entah mengapa setelah makan dan minum aku mulai merasa tak nyaman pada badanku, rasa kantuk mulai menyergap sehingga aku harus pergi ke toilet untuk mencuci muka agar wajahku bisa kembali terasa fresh.

"Kok udah sepuluh menit ke toilet, Kanaya belum juga balik ya, Ndra?" tanya Windy pada Andra.

Andra lantas menjawab dengan gelengan kepalanya. Pemuda itu memilih cuek dan diam. Entah apa yang sedang ia pendam. Windy akhirnya berinisiatif ke belakang mencariku yang sedang berada di toilet.

Setibanya di depan pintu toilet, Windy langsung mengetuk pintu seraya memanggil-manggil namaku. Karena sudah beberapa kali mengetuk dan memanggil namaku, tetapi  tak ada jawaban dari dalam. Membuat Windy berinisiatif untuk memanggil Andra melalui ponsel. Pemuda itu lantas melangkah panjang segera menemui Windy yang masih berada di depan toilet di mana di dalamnya aku berada.

"Maaf Mas, bisa tolong saya sebentar," ucap Windy yang melihat seorang cleaning service sedang membersihkan lantai.

"Ya, ada yang bisa saya bantu, Mbak?"

"Bisa saya minta tolong teman saya ada di dalam toilet, tapi dari tadi nggak keluar dan nggak ada jawaban waktu saya ketuk pintunya,"

"Braaak!"

Cleaning service itu langsung mendobrak pintu toilet dengan kuat hingga dua kali. Di saat yang bersamaan Andra pun datang. Ia ingin membantu mendobrak, tetapi akhirnya pintu toilet bisa terbuka lebar dan saat di lihat ke dalam. Ternyata aku sudah tak sadarkan diri terduduk di atas kloset. Cleaning service itu lalu memeriksa denyut nadiku serta ke dua lubang hidungku.Aku tak bisa bergerak seperti layaknya orang yang sedang pingsan.

Cleaning service itu ingin membopongku keluar. Namun, Andra langsung menawarkan diri untuk membopongku keluar dari toilet itu.

"Biar saya saja yang membopongnya,"

Seketika cleaning service dan Andra bertukar posisi dan dengan cepat Andra bisa mengangkat lalu membopong tubuhku keluar dari toilet.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

LISA

LISA

Aq mampir

2023-10-29

0

thalexy

thalexy

Aku bener-bener kagum, teruslah menulis thor!

2023-08-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!