P a r t 6

Sebelum waktu tugasku berakhir di desa ini. Seperti yang pernah diucapkan Mariana tempo lalu. Aku benar-benar menjalankan tugas sebagai ibu dari bayiku dengan baik. Tak lupa pula, aku menjalani tugas lainnya. Yaitu, menjadi petugas medis di Puskesmas kecamatan. Rasanya memang berat menjalani keduanya secara bersamaan. Namun, dukungan Mariana serta bantuan Nurbaiti untuk mengasuh bayi. Benar-benar membuatku terbantu.

Kedua tugas itu pun aku jalankan dengan baik dan seimbang tentunya. Rasa cinta dan sayangku pada bayi ini pun semakin tumbuh besar. Rasanya berat sekali aku untuk meninggalkannya. Hidup akan terpisah darinya, entah sampai berapa lama? Sebagai ibu, sebenarnya aku tak rela memberikan bayi ini pada orang lain untuk merawatnya.

Namun, aku sudah kepalang janji pada diri sendiri dan juga Nurbaiti. Agar kelak merawat serta mengasuh bayi ini dengan penuh kasih sayang dan cinta kasih seperti anak kandungnya sendiri. Meski membayangkannya saja sudah membuatku sesak di dada. Aku tak berdaya sebagai seorang wanita, ibu, dan kecintaanku kepada orang tua lebih dari segalanya. Mungkin, hanya Tuhan saja yang mampu mengalahkan rasa cintaku ini kepada mereka.

Setiap kali aku menyusui bayi ini, tak bisa aku lukiskan perasaan yang aku rasakan. Di momen ini rasanya begitu sangat menakjubkan. Benar-benar hangat merayap hingga menembus dasar hati, diliputi rasa sayang, rasa cinta yang semakin membumbung tinggi pada bayi laki-laki ini, darah daging yang terlahir dari rahimku sendiri.

***

Sesuai rencana enam bulan berlalu, dengan berat hati aku harus menyerahkan bayi ini kepada Nurbaiti dan suaminya. Berat rasanya berpisah dengannya, setelah apa yang aku rasakan selama ini dengan bayi ini. Terlebih saat ini usianya sudah enam bulan, sedang lucu-lucunya, dan mampu diajak berinteraksi. Setiap hari selalu bersamanya membuat Ikatan batin antara aku dan bayi ini semakin terbentuk sangatlah kuat. Mungkin, karena aku dan bayi ini berstatus ibu dan anak kandung.

Meski begitu aku harus memegang teguh pada janjiku. Merealisasikan apa yang sudah aku rencanakan sejak dua tahun lalu. Pulang seusai masa tugas berakhir lantas bekerja di Puskesmas di mana aku telah melamar sebelumnya sebagai dokter umum di daerah dekat rumah. Nantinya aku akan menyambi sekolah S2 dan mengambil gelar spesialis. Untuk menunjang karirku di masa depan sebagai seorang dokter .

Selama dua tahun ini aku telah mengabdi menjadi dokter umum di daerah terpencil, meski tak seindah dengan apa yang aku bayangkan dulu dan pengalaman buruk pun menimpaku, sehingga itu membuat aku sedikit trauma. Namun, karena pengalaman itulah, yang kini membuatku jauh menjadi wanita kuat dalam menjalani kehidupan. Lantaran aku harus lebih mewaspadai dan berhati-hati untuk dekat pada orang lain meski orang itu adalah sahabatku sendiri.

Aku meninggalkan desa terpencil hanya seorang diri. Tidak bersama Mariana karena gadis itu lebih memilih tetap tinggal di sana. Menurutnya ia masih nyaman tinggal di desa. Setiap petugas yang menyelesaikan tugasnya. Memang akan ada pengganti yang sudah di persiapkan untuk menjadi petugas medis. Orang yang menggantikan posisiku bernama Rica Darwani. Selain menggantikan posisiku menjadi dokter umum di Puskesmas kecamatan. Ia juga akan tinggal bersama di rumah dinas bersama Mariana.

***

Rasanya baru kemarin aku meninggalkan rumah dan keluarga. Kini aku telah kembali ke ibu kota. Kembali ke daerah asal, di mana aku lahir, besar dan tinggal bersama kedua orang tua dan adik. Ke rumah masa kecil yang penuh dengan cerita. Tak ada yang berubah, semua masih sama di sana. Masih seperti saat aku terakhir tinggal sebelum magang menjadi dokter di daerah terpencil itu. Namun, di satu bagian hatiku ada sesuatu yang selalu membuatku rindu dan mengingat desa terpencil itu.

Entah bagaimana menyebutnya, rindu akan suasananya, masyarakat yang menjunjung tinggi kerja sama, gotong royong, dan kesederhanaan, dan yang paling utama dalam rasa rindu ini adalah aku merindukan bayiku, bayi yang sudah hampir berusia setahun. Bayi yang aku lahirkan dengan penuh perjuangan, antara hidup dan mati. Aku paham di masa ini bayi itu sedang dalam fase tumbuh golden age. Namun, aku sedih karena tak bisa menyaksikan momen itu.

Pernah di suatu ketika, asiku tiba-tiba masih sering rembes di pakaian yang aku kenakan. Sering kali aku harus  menggunakan kain sebagai penyumbat. Agar bagian dada ini tidak terlihat bercak atau pun basah, tetapi di saat itulah. Aku begitu sangat merindukan bayi itu. Ingatanku kembali berputar ke masa- masa ketika aku bisa berinteraksi dengannya, di saat aku sedang menyusuinya.

Suara, senyum, dan tingkah polahnya yang seakan menjadi candu setiap saat aku quality time bersama. Sejujurnya, ada keinginan untuk mengambil bayi itu kembali dari tangan Nurbaiti. Aku akan berterus terang pada keluarga tentang bayi yang merupakan anak kandungku itu.

Tetapi setiap keberanian itu muncul, dalam beberapa menit kembali akan berubah total, bila sudah menyangkut kesehatan ibu. Mana mungkin aku bisa berterus terang, bila aku sudah memiliki seorang anak. Apalagi statusku saat ini masih lajang dan belum menikah. Ibu bisa langsung mati berdiri bila mendengar kenyataan pahit itu.

Sementara Ayah yang selalu membanggakan diriku. Karena segala yang ia perintahkan, akan aku turuti tanpa pernah berkomentar apa lagi berdebat. Termasuk saat ia memintaku untuk menjadi seorang dokter. Terlebih saat dirinya tahu jika aku ingin meneruskan pendidikan ke S2 dan mengambil gelar spesialis kandungan atau Obstetri dan Ginekologi (Sp OG).

Ayah terlihat begitu senang dan ia bersyukur dengan apa yang kini sedang aku jalankan. Meski sebenarnya ada sebuah rahasia besar yang masih aku sembunyikan dari keluarga. Entah kapan aku akan membuka itu semua? Aku memang telah ikhlas memberikan bayi itu untuk diasuh Nurbaiti dan suaminya. Namun, tak bisa dipungkiri. Hati kecil ini selalu berkata jika suatu hari nanti aku ingin mengakui bayi itu lantas tinggal bersama dengan suami yang aku cintai menjadi satu keluarga bahagia.

Setiap kali aku bersujud dan berdoa, aku hanya menginginkan laki-laki yang setia dan penyabar yang akan hidup bersamaku, menghabiskan masa tua bersama serta mampu menerima masa laluku yang keluargaku saja belum mengetahui kebenarannya. Walau sering terlihat ceria. Namun, sebenarnya aku rapuh apa lagi bila menyangkut tentang pengalaman buruk itu, kehamilan yang aku sembunyikan, serta bayi yang harus kuserahkan pada orang lain untuk diasuh. Itu semua seakan menjadi titik kelemahan diriku, karena semua itu aku alami dan kupendam sendiri dengan rasa takut yang amat dalam.

Maka ketika aku memutuskan untuk melanjutkan program studi untuk S2 dan spesialis, aku lebih memilih menjadi dokter spesialis kandungan atau Obstetri dan Ginekologi (Sp OG). Karena pengalamanku yang pernah hamil dan melahirkan membuatku terpacu ingin membantu banyak orang terutama warga kurang mampu.

Aku ingin seperti Mariana, yang telah membantu melahirkan bayiku ke dunia. Dengan sabar dan cekatan ia membantuku dalam persalinan satu tahun yang lalu. Andai tak ada dia yang menolongnya saat itu, entah apa aku masih hidup atau berada di alam lain.

Sungguh saat itu, aku hanya bisa pasrah. Pasrah karena sudah tak kuat dan hampir menyerah. Kelelahan karena kehabisan tenaga menjadi faktor utamanya, akan tetapi sikap tenang serta dukungan dari Mariana dan Nurbaiti mampu memberikanku sebuah amunisi dan kekuatan baru sehingga aku kembali kuat untuk bisa melahirkan bayiku ke dunia dengan selamat.

Bersambung...

Hai... Sesuai request pembaca, saya update cerita untuk kedua kalinya. Maaf kalau nanti ada pembaca yang kecewa. Semoga tulisan ini bermanfaat. Salam dari Ember Kuning.

Terpopuler

Comments

Soraya

Soraya

lanjut thor

2023-11-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!