P a r t 19

"Kenapa wajahmu cemberut, gitu? Marah sama aku," tanya Andra saat mulai melajukan mobilku meninggalkan rumah Nurbaiti.

Aku memilih diam, sebab segala rasa yang sejak tadi aku pendam tak bisa aku lampiaskan padanya.

"Jangan marah-marah 'dong, Kanaya. Nanti  kamu cepat tua 'lho," ucapnya lagi.

Aku menoleh menatap tajam ke arahnya masih tak bersuara, aku malas beradu pendapat dengan pria itu lagi. Setelah apa yang dilakukannya saat berada di rumah Nurbaiti satu jam yang lalu. Masih membuatku marah, kesal, benci, dongkol. Jadi satu kesatuan yang ingin aku tumpahkan untuknya, tetapi rasanya itu tak mungkin.

Semua itu tidak akan mengembalikan waktuku yang hilang. Malam ini seharusnya aku bisa makan malam bersama dengan tunanganku Erwin. Tapi malah sekarang tak disangka, aku masih berduaan dengan Andra di mobilku. Dalam diam, aku berpikir. Bagaimana pun aku harus bisa memberikan alasan yang tepat? Jika Erwin bertanya karena aku tidak menepati janji pada pria itu

Di tengah perjalanan menuju rumahku, pria yang sedang sibuk mengendarai mobil malah menghentikan laju dan mencari area parkir yang sudah tersedia. Bukan lagi di rumah makan Padang seperti tempo lalu, tapi kali ini di sebuah tempat warung tenda kaki lima dengan nasi goreng sebagai menu andalannya. Tertulis di kain spanduk yang terpasang di depan warung itu.

"Aku lapar, kita makan dulu di sana, baru setelah itu, aku antar kamu pulang," ujarnya sembari melepas sabuk pengaman dan menunjuk ke tempat itu.

Aku lantas bergeming, tak pula menjawab ucapannya apa lagi ingin ikut makan dengannya? Bukan perkara tempatnya yang berada di pinggir jalan, tetapi lantaran perutku sudah kenyang, karena sejak tadi siang aku berada di rumah Nurbaiti . Wanita itu banyak sekali menyuguhkan semua makanan favoritku yang sulit sekali aku tolak. Mulai dari pecel, gado-gado, rujak, yang tentu saja bukan hanya lidah, tetapi juga perutku pun bergoyang bila menyantapnya. Sehingga aku ingin segera menyantap semua makanan itu dengan lahap.

Namun, kali ini setelah turun dari mobilk. Andra bukannya langsung menuju ke warung itu, tapi malah berputar untuk membukakan pintu sekalian juga sabuk pengaman yang masih melekat di badanku. Aku yang semula bergeming, mau tidak mau ikut turun, sebab apa yang Andra lakukan padaku. Rupanya sedang di perhatikan oleh seorang tukang parkir yang sedari tadi menatap mobilku.

Akhirnya aku pun berjalan berdampingan mengarah masuk ke warung tenda, lalu memilih tempat yang akan kami duduki bersama. Tidak ada kursi dan meja berkaki empat di sana. Karena konsep warung ini  adalah warung tenda lesehan. Otomatis hanya ada meja seukuran pinggang orang dewasa duduk dan tempat duduknya pun lesehan.

Andra lantas memanggil pelayan, lalu melihat daftar menu yang diberikan pelayan. Setelah mengamati dengan saksama dari urutan atas hingga ke bawah. Pilihannya jatuh pada nasi goreng kambing dan lemon tea sebagai menu makan malam beserta minumannya. Sementara aku hanya memesan lemon tea untuk membasahi tenggorokan dan rasa hangat di perutku.

"Ini handphone kamu, aku kembalikan," ucapnya seraya menyerahkan benda berbentuk persegi panjang itu ke tanganku.

Tak ada permintaan maaf darinya, padahal ia salah dan aku pun tidak berniat untuk berterima kasih karena memang perbuatan yang tadi ia lakukan di rumah Nurbaiti sungguh membuatku malu dan kesal.

"Maaf tadi aku sengaja ambil handphone kamu. Habis aku lihat kamu terlalu sibuk dengan benda itu. Sementara cuek dengan anak-anak yang sedang memintamu untuk main bersama mereka," jelasnya lagi.

Aku pun segera mengambil benda itu dan lama kemudian, pelayan pun datang dengan membawa menu yang dipesan. Seporsi nasi goreng kambing dan dua gelas lemon tea hangat siap dihidangkan di atas meja untuk segera Andra santap. Entah mengapa mencium aroma nasi goreng yang uapnya masih mengepul. Bisa membuatku meneguk air liurku sendiri?

Rasanya ingin sekali ikut menyantapnya, tetapi aku harus menjaga sikap, jangan sampai aku latah seperti tempo lalu yang akhirnya makan sebungkus nasi Padang berdua bersama pria yang kini ada di hadapanku hingga habis tak bersisa.

Aku sengaja menoleh ke samping seraya melihat pedagang yang sedang sibuk memasak pesanan para pembelinya. Memang mencium aromanya saja sudah menggiurkan lidah apa lagi menyantapnya selagi hangat pasti sangat lahap?

Dengan nada yang pelan Andra memanggilku dan secara spontan aku pun menoleh ke arahnya. Tiba-tiba sesendok nasi goreng sudah di sodorkan ke depan mulutku tinggal aku membukanya. Pasti nasi goreng yang ada di sendok terdorong ke sana. Aku lantas menggeleng pelan kepala sebagai tanda penolakan. Namun, bukan Andra namanya kalau tidak memaksa. Agar aku membuka mulutku.

"Buka mulutmu, Kanaya! Ayo cepat tanganku pegal 'nih," titahnya dan bodohnya aku pun mematuhi titah itu.

Satu suapan berisi nasi goreng penuh berhasil mendarat sempurna di mulutku, aku pun segera mengunyah dan memang nasi goreng ini terasa lezat. Pantas sejak tadi aku di warung ini. Aku perhatikan pedagangnya itu tidak berhenti-hentinya menggoreng nasi.

Bahkan setiap lima menit sekali pasti ada pembeli yang menghampiri. Sekali lagi aku latah, aku terjebak tak bisa menampik nasi goreng yang Andra sodorkan ke mulutku. Hingga nasi goreng yang dipesan oleh Andra habis tak bersisa, dimakan oleh kami berdua.

Seumur-umur baru kali ini aku disuapi oleh pria yang tidak ada apa-apanya denganku. Bahkan Erwin saja yang sudah menjadi kekasihku selama dua tahun. Belum pernah menyuapi aku makan seperti ini. begitu pun juga sebaliknya. Namun, apa yang Andra lakukan saat ini dan aku di tempo hari bukanlah sesuatu yang direncanakan, tapi gerakan spontan yang reflek aku dan pria itu lakukan.

Usai makan aku dan Andra melanjutkan perjalanan menuju rumah, rasa kantuk pun mulai menyerang. Apa lagi setelah Andra menyalakan radio yang salurannya sedang memutarkan lagu-lagu yang enak dan romantis untuk di dengar. Cocok sekali sebagai lagu untuk penghantar tidur sehingga tak terasa mata ini pun lambat laun terpejam dan aku sudah tak tahu lagi ada di mana mobilku sedang dikendarai Andra?

Hampir dua setengah jam Andra dan aku berada di perjalanan pulang. Dari mulai perumahan Nurbaiti, jeda istirahat makan, hingga sebentar lagi akan tiba di perumahan aku tinggal.

"Kanaya cepat bangun, kita sudah sampai," ucapnya sembari mengusap lenganku.

"Kanaya!" ucap Andra lagi.

lantaran belum bangun-bangun juga, membuat Andra tidak punya pilihan lain selain membopongku sampai ke dalam rumah. Namun, belum sampai hal itu dilakukan. Seseorang berintonasi berat, berdeham, lalu menghampiri Andra untuk mencegah agar ia tidak jadi membopongku

"Bangunkan saja dan biarkan dia melangkah ke rumahnya dengan tubuhnya sendiri," titahnya dari arah belakang yang tentu saja membuat Andra dan aku yang baru setengah sadar langsung kaget dan berteriak.

"Erwin!"

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!