P a r t 5

"Tapi begitu sampai di Puskesmas, seharusnya kamu langsung ke bagian apotek, langsung ambil obat kontrasepsi agar kamu nggak hamil, Kay," ujar Mariana.

"Aku juga sempat berpikiran kayak gitu, Na, tapi-,"

"Tapi apa, Kay?"

"Kamu kan tau, gimana kondisi Puskesmas saat itu? Boro-boro aku bisa ke apotek saat itu juga. Begitu sampai di sana aja pasien sudah membludak. Gara-gara kecelakaan itu.

"Iya sih, waktu itu aku juga ada di di sana, ikut tangani pasien. Emang keadaannya saat itu kacau banget, akibat pasien yang terlalu banyak,"

Aku langsung menidurkan kembali bayiku di tempat semula. Dengan sangat hati-hati aku meletakkan tubuh mungilnya.

"Tapi aku salut lho, sama kamu dan bayi ini,"

"Salut, apa maksudnya?"

"Kamu bisa menyembunyikan kehamilan ini sampai akhir. Sampai bayi ini bisa lahir ke dunia,"

"Ya untungnya,  aku masih bisa tetap aktif bekerja seperti biasanya. Sewaktu bayi ini di perut. Emang, nggak rewel ini anak, nggak minta macam-macam, "

"Kayaknya aku juga nggak pernah lihat kamu morning sickness?"

"Sempat ngalamin kok, tapi cuma sebentar, dan emang kalau soal makanan nggak pernah minta yang macam-macam. Semua makanan apa aja, aku makan. Asal bukan makanan haram," jelasku dan disambut gelak tawa Mariana, tapi langsung menutup mulut karena takut mengusik kenyamanan Si bayi.

"Lalu, bagaimana dengan Windy?

"Entahlah, sampai sekarang aku nggak pernah kontak atau bahkan bertemu lagi dengan perempuan itu," jawabku seraya mengendikan bahu.

"Aku kok merasa bahwa apa yang kamu ceritakan ini, ada kaitannya dengan Windy. Seperti semuanya ini telah dia direncanakan?"

"Aku juga sempat berpikiran kayak gitu. Waktu Si Bapak biologis bayi ini masih rajin menghubungiku lewat telepon, meski sebenarnya aku malas menanggapinya. Dia juga bilang kayak itu,"

"Sampai akhirnya sesuatu itu terjadi, Na. Sesuatu yang aku takuti. Aku hamil. Semula aku berniat menggugurkannya, tapi naluriku sebagai dokter dan seorang wanita. Membuatku mengurungkan niat jahat itu,"

"Tapi bukannya Andra sudah berjanji akan bertanggung jawab, bila terjadi sesuatu padamu, Kay,"

"Soal itu, aku juga udah bilang tentang keadaan kehamilan ini sama dia dan dia juga udah janji mau menemuiku di sini. kita sudah atur semua rencana soal masa depan bayi yang kukandung ini, tapi sampai hari H pertemuan bahkan sampai hari ini. Dia menghilang bak ditelan bumi, Na,"

Aku kembali meneteskan air mata, rasanya sakit sekali hingga ke ulu hati. Bila mengingat semua kejadian yang aku alami sendirian. Fase-fase berat selama kehamilan, menyembunyikannya dari orang-orang, sampai tadi aku melahirkan. Rasanya begitu berat sampai hampir menyerah.

"Terus, kamu nggak mencoba menghubunginya?"

"Udah, Na. Malah berkali-kali, tapi ponselnya nggak aktif. Sepertinya dia memang sengaja menghindar dari tanggung jawab ini,"

"Dasar cowok emang rata-rata semua bangkek, bedebah banget. Minta di slepet," umpat Mariana.

Sedangkan aku yang mendengar umpatannya, hanya bisa tersenyum getir. Seorang Mariana yang terlihat kalem dan lembut bisa berkata demikian untuk melampiaskan semua emosinya atas apa yang aku alami ini.

"By the way, aku mau minta maaf sama kamu, Kay?"

"Minta maaf, soal apa?" potongku seraya mengernyitkan dahi.

"Soal aku yang sering menyelinap ke kamar ini,"

"Kamu menyelinap, bagaimana bisa?" tanyaku heran.

Kepala Mariana mengangguk lalu tersenyum sembari menutup mulutnya.

"Kok kamu malah ketawa, sih?"

"Aku menyelinap ke kamar ini, karena aku ingin memeriksa keadaanmu. Sebagai seorang bidan, jelas aku tau tentang perubahan tubuh kamu ini. Meski kamu selalu menyembunyikannya dariku. Aku memang sengaja tidak bertanya tentang hal ini. Toh aku pikir suatu hari nanti, kamu pasti mau cerita tentang kehamilan ini, tapi nyatanya baru hari ini kamu mau menceritakan ini semua. Itu pun setelah kamu melahirkan,"

"Sejujurnya, aku malu, Na. Mau bercerita tentang keadaan Ini sama kamu. Ini aib buat aku. Sejak malam kelam itu sampai akhirnya aku mengetahui bila aku hamil. Kehidupanku ini jadi kacau, hancur, dan berantakan. Tapi aku masih bersyukur karena bayi ini ternyata lebih kuat, sehat, dari apa yang aku kira,"

Setelah mengetahui bila Mariana juga peduli dengan keadaanku. Patut rasanya untuk aku terima kasih atas semuanya. Atas apa yang ia lakukan selama ini tanpa aku mengetahuinya.

"Lalu, bagaimana caramu menyelinap ke kamar ini?'

Mariana tersenyum lalu berbisik padaku.

"Salah sendiri, kenapa kamu kalau tidur kayak kebo dan ceroboh? Sering lupa tutup pintu apa lagi dikunci. Sampai aku bisa masuk memeriksa kondisi perutmu sembari menyingkap daster yang kamu pakai, pelan-pelan untuk memeriksakan kehamilanmu. Itu aja kayaknya kamu juga nggak tau,"

Aku menggeleng seraya mengulas senyum sekaligus terharu mendengar penjelasan dari Mariana. Rekan satu kerja dan satu rumah yang selama ini sangat baik, peduli, dan tak pernah ingin tahu atau ikut campur dalam urusan temannya. Sekali pun sebenarnya ia menginginkan itu.

"Lalu, bagaimana kamu bisa kenal dengan Nurbaiti, lalu apa yang akan kamu lakukan bersama dengannya?"

"Nurbaiti itu pasien yang pernah dirawat di Puskesmas. Ia pernah mengalami depresi. Hampir saja ia bunuh diri. Akibat dua kali kehilangan anaknya karena terlahir prematur,"

"Aku tau itu dari cerita suaminya. Maka dari itu, aku berencana memberikan bayi ini, agar diasuh oleh Nurbaiti dan suaminya, untuk mereka jadikan anak angkatnya," imbuhku sembari meletakkan bayiku yang sudah kususui itu di kasur.

"Apa kamu yakin, Kay? Bayi ini anakmu, lho, baru juga sebentar kamu bersamanya, apa benar-benar kamu nggak ada rasa sayang sama dia meski bayi ini nggak kamu harapkan,"

"Aku sayang banget sama dia, Na. Apa lagi setelah tadi aku menjalani persalinan yang berat. Bekas jahitannya juga masih sakit banget ini, tapi sebentar lagi aku mau pulang ke Jakarta dan berkumpul bersama keluarga. Mau bagaimana aku menjelaskan tentang anak ini pada keluarga? Apa lagi Ibu aku mempunyai riwayat jantung lemah,"

Mariana tak kuasa melihat kesedihanku, dengan spontan ia memeluk serta mengusap-usap punggungku. Aku dan Mariana akhirnya menangis bersama lagi. Mariana meminta padaku, agar jangan diberikan dulu bayi ini pada Nurbaiti dan suaminya. Selama aku masih bertugas di desa ini biarlah bayi itu tinggal bersamaku apa lagi ia masih sangat perlu asi ekslusif untuk pertumbuhannya selama enam bulan ke depan.

Sementara Nurbaiti akan dijadikan pengasuh bayi selama aku bekerja dan akan kuberikan upah setiap bulannya. Hal itu tentu saja disambut baik oleh Nurbaiti dan suami yang telah siap menjadi orang tua angkat bayi yang belum diberikan nama olehku.

Aku sebagai ibu juga masih bisa merawatnya. Selama sembilan bulan lebih, aku mengandungnya. Selama itu juga aku menyembunyikan kehamilan ini. Jujur berat sekali rasanya melewati fase ini, tetapi aku bersyukur karena memiliki badan yang kecil dan tinggi. Sehingga perutku yang membesar tidaklah kentara apa lagi biasanya aku menggunakan baju yang longgar sehingga perutku bisa tersamarkan selama masa kehamilan.

Bersambung...

Hai, semua yang baca cerita ini. salam kenal, maaf ya, kalau di tulisan ini masih terdapat typo. semoga kalian dapat memaklumi dan membaca ceritanya sampai nanti tamat, ya. terima kasih, salam Ember Kuning 🙏

Terpopuler

Comments

Bianca Garcia Torres

Bianca Garcia Torres

Ayo thor, jangan bikin pembaca kecewa, update sekarang!

2023-08-15

1

Febrianto Ajun

Febrianto Ajun

Aku merasa seperti menjadi karakter dalam cerita ini

2023-08-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!