Bab 18 - Aku Tidak Menyukainya

Hanan baru saja selesai mandi, ia pun keluar dari kamar karena ingin sarapan pagi walaupun telat. Melihat ibu dan kakaknya bersamaan memasuki rumah, dirinya lantas bertanya, " Dari mana, Bu?"

"Dari rumah sakit, jenguk Nadine," jawab Anaya.

"Kenapa tidak memberitahu aku kalau ke sana?" tanya Hanan.

"Kenapa harus melapor kamu?" Anaya balik bertanya.

"Ya, aku tidak mau saja Ibu bicara yang aneh-aneh mengenaiku kepada Nadine," jawab Hanan.

Anaya tertawa kecil.

"Ibu hanya ingin lebih dekat dengan calon mantu," celetuk Hana.

"Ibu!" Hanan memanyunkan bibirnya.

"Sudah sana temui dia!" perintah Anaya.

"Malas, Bu. Lagian nanti sore atau besok pagi dia juga sudah pulang," ujar Hanan.

"Nan, kasihan Nadine. Kamu tidak mau meringankan bebannya," ucap Anaya.

"Adikku tersayang, turuti saja permintaan Ibu. Kakak yakin pilihan orang tua takkan pernah salah, buktinya hubungan kami," kata Hana mendekati sang suami yang sedang menggendong putranya.

"Nah, benar itu!" timpal Anaya.

"Kak Dennis sudah kita kenal dari kecil. Sedangkan dia? Wanita asing yang kebetulan saja bekerja sama di perusahaan kita," tutur Hanan.

"Ibu dan ayah juga dulu tak saling kenal, kami menikah kemudian langgeng sampai sekarang," ungkap Anaya.

"Aku tidak mau dijodohkan dengannya. Titik!" Hanan berkata tegas.

"Lupakan tentang perjodohan, tapi tolong kamu datang ke rumah sakit. Tepati janji Ibu pada Nadine," ujar Anaya.

Hanan menghembuskan napas kasar.

-

Dua jam kemudian, Hanan tiba di rumah sakit dengan wajah datar dan dingin. Menyerahkan sebuket bunga mawar dan sekeranjang kecil buah-buahan kepada Nadine yang tak hentinya tersenyum.

"Terima kasih, Tuan."

"Hemm."

"Apa yang diucapkan Bibi Anaya ternyata benar kalau Tuan akan datang menjenguk saya," ucap Nadine.

"Sekarang, kamu puas 'kan?"

Nadine mengernyitkan dahinya.

"Saya ke sini karena permintaan ibu, kalau tidak malas harus bolak balik ke sini!" kata Hanan jujur.

"Kalau begitu, saya harus berterima kasih kepada bibi karena sudah menyuruh Tuan kemari."

"Tak perlu berbasa-basi lagi atau berusaha merebut hati ibu dan kakak saya!"

"Tuan, saya memang mencintai anda!"

"Setelah kontrak berakhir, menjauhlah dari kehidupan saya selamanya!"

"Kalau saya tidak mau, bagaimana?" tanya Nadine dengan wajah menggoda.

"Saya yang akan melakukannya!" jawab Hanan dengan nada dingin.

Nadine menelan salivanya, ia dapat melihat jika Hanan sangat begitu marah.

***

Dua bulan berlalu....

Nadine telah sehat dan kembali beraktivitas 7 minggu lalu karena dirinya sempat di rawat di rumah sakit dan harus bolak balik ke kantor polisi jadi pekerjaannya sempat tertunda.

Meskipun Nadine sangat sibuk dirinya menyempatkan waktu untuk memasak dan mengirimkan makanan kepada Hanan walaupun berakhir di tempat sampah.

Hanan sama sekali tidak pernah menyentuh makanan pemberian Nadine.

Hari ini kontrak kerja Nadine dan perusahaan yang dipimpin oleh Hanan berakhir. Raut wajah terpancar dari keduanya berbeda.

Nadine begitu sedih jika harus berpisah dari Hanan tapi sebaliknya pria itu sangat bahagia. Ia tak lagi melihat wajah wanita yang sangat menyebalkan dan tak ada menariknya baginya.

"Kenapa tidak memperpanjang kontrak untuknya lagi?"

Tiba-tiba pintu ruangan kerja terbuka, Hanan lantas menoleh, "Kak Hana?"

"Ibu sangat marah kamu melakukan ini, Nan!"

"Sudahlah, Kak. Aku tak suka dijodohkan dengan dia, aku sangat membencinya lebih baik ia pergi dari perusahaan ini. Masih banyak artis yang berpotensi selain dia!"

"Ibu sangat menyukainya, Nan!"

"Kenapa tidak menjadikannya anak saja?"

Hana menghela napas.

"Aku belum siap menikah dalam waktu dekat. Jadi, jangan paksa!"

"Baiklah, jika memang itu mau kamu!"

-

-

Anaya duduk menatap langit di atas balkon tanpa ditemani suaminya. Dirinya sangat kecewa karena putranya tak mau menuruti permintaannya, belum lagi sang suami bukannya mendukungnya malah sebaliknya.

"Ibu, kenapa di sini?"

"Ibu sedang marah kepadamu."

"Masalah dia lagi?"

"Iya."

"Aku tak suka pilihan ibu." Hanan berkata terus terang.

"Kalau begitu, wanita seperti apa yang kamu mau?"

"Pastinya dia lembut dan sopan. Bukan tak aturan seperti dia, apalagi dunia hiburan sangat dekat dengan para pria nakal!"

"Memangnya kamu pernah lihat dia menggoda pria beristri atau sedang berciuman dengan teman prianya?"

Hanan terdiam.

"Jangan pernah lihat dari luarnya, Nan. Nadine itu sangat rapuh, kehilangan ibunya dan ingin mengakhiri hidupnya. Apa kamu mau mendengar kematiannya?"

Hanan bergeming.

Anaya menghela napas kasar.

"Bu.."

"Jika kamu memiliki kekasih, perkenalkan dia kepada kami!"

"Aku belum memiliki kekasih, Bu. Dan belum menemukannya." Kata Hanan pelan.

"Ibu akan turuti keinginan kamu asal dirimu bahagia!"

Hanan tersenyum mendengarnya. "Terima kasih, Bu!"

"Hemm.."

Anaya kemudian berlalu.

-

Malam harinya, Nadine menghabiskan waktu di sebuah klub malam seorang diri tanpa sepengetahuan Nay dan Wuri. Menenggak segelas minuman alkohol, membuat kepalanya hampir terasa pusing.

Masih terngiang di telinganya obrolan antara Hanan dan Hana. Terdengar jelas, jika pria itu mengatakan sangat membenci dirinya.

"Kenapa aku sangat bodoh sekali?" gumamnya.

"Dia tak menyukai aku, kenapa terus memaksa, hah! Dasar tidak tahu malu!" Nadine terus mengoceh tanpa sadar.

"Hei, aku ini sangat cantik dan seksi. Apa kurangnya? Kenapa dia tak mencintaiku? Aku tak mengincar hartanya meskipun dia sangat kaya raya!"

Semua yang keluar dari mulut Nadine tak di dengar karena sebagian pengunjung klub juga sama dengannya apalagi dentuman musik memekak telinga.

'Tuan, Nona Nadine mabuk.'

Pesan yang masuk ke ponsel Hanan dari seorang pria.

'Awasi dia!' balas Hanan.

'Baik, Tuan.'

Meskipun bibir menolak mentah-mentah Nadine, tapi hati kecilnya takut jika gadis itu berbuat nekad.

Hanan menjadi gusar apalagi orang suruhannya mengatakan kalau Nadine didekati seorang pria paruh baya.

Rasa khawatir semakin besar karena Nadine datang tanpa ditemani siapapun. Hanan akhirnya pergi ke tempat hiburan malam tersebut.

Sesampainya di sana, ia mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Nadine. Hanan lantas mendekat.

Dua orang wanita yang juga merupakan pengawal pribadi keluarganya Hanan menyerahkan Nadine kepada majikannya.

Nadine berjalan dipapah. Mengangkat wajahnya dengan pandangan samar, ia menatap pemuda yang menuntunnya.

"Astaga, kenapa cepat sekali dia ke sini? Padahal aku tidak meneleponnya," kata Nadine merancau, tangan kirinya memukul kepalanya.

"Apa aku terlalu banyak minum?" tanya Nadine pada Hanan.

Hanan tidak menjawab.

"Hei, kenapa tidak dijawab? Kamu tidak punya mulut, hah!" bentak Nadine.

Hanan lalu menyerahkan Nadine kepada Nay dan Wuri.

Kedua wanita itu pun merangkul tubuh Nadine yang terlihat lemas.

"Kenapa kalian membiarkan dia di tempat ini?"

"Maafkan kami, Tuan. Karena tak tahu jika Nadine kemari," jelas Nay.

"Jangan biarkan hal ini terjadi lagi!"

Nay dan Wuri mengangguk mengiyakan.

"Kenapa dia cerewet sekali?" Nadine mengangkat wajahnya.

"Ayo bawa dia!" ucap Nay ketika melihat tangan Hanan berkibas tanda untuk segera pergi.

Wuri membuka pintu dan membantu Nay memasukkan Nadine ke dalam mobil.

Nay dan Wuri kemudian pamit.

Terpopuler

Comments

Ibad Moulay

Ibad Moulay

Calon Menantu...

2023-10-23

1

Ibad Moulay

Ibad Moulay

Kenapa Harus...

2023-10-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!