Nadine datang ke perusahaan Hanan bukan untuk menemui pria itu melainkan asisten pribadinya yang kini menjadi temannya meskipun baru sehari bertemu dan mengobrol.
Nadine dengan gaya modis, mendekati Andra yang sedang bersama Hanan.
Nadine melambaikan tangannya menyapa Andra. "Pagi, An!"
"Pagi juga, Nona Nadine!"
"Kenapa kamu ke sini? Apa ada jadwal pemotretan hari ini?" Hanan menatap gadis di sampingnya.
"Tidak, Tuan. Saya kemari ingin mengajak Andra makan siang bersama," jawab Nadine yang selalu tersenyum.
"Andra akan makan siang bersama saya," ucap Hanan.
"Biasanya Tuan makan siang bareng dengan Tuan Bryan dan Tuan Ryder," kata Nadine.
"Hari ini dia bersama saya!"
"Hemm, bagaimana kalau Tuan Hanan makan siang dengan kami juga? Saya yang akan mentraktirnya," Nadine menawarkan diri.
"Tidak, terima kasih!" tolak Hanan dengan sopan.
"Ayolah, Tuan. Ini tanda syukur kemenangan saya," ucap Nadine.
"Saya tidak mau makan siang dengan kamu!"
Deg..
Hati Nadine terasa sakit mendengar penolakan Hanan.
"Nona Nadine lain waktu saja kita makan bersama. Saya janji akan mentraktirnya," ujar Andra.
"Baiklah, begitu juga boleh." Nadine tersenyum setuju dengan saran Andra.
Nadine kemudian pamit, karena ia akan memboyong para kru menikmati makan siang.
"Baru menang penghargaan begitu sudah sombong!" Hanan menggerutu.
"Nona Nadine tidak sombong, dia hanya..."
"Jangan membicarakan dia lagi!" larang Hanan.
Andra mengangguk paham.
Di lift Nadine terus menggumam, "Dia itu kenapa sih'? Tak pernah ada lembutnya sedikit denganku. Memangnya aku melakukan kesalahan apa, jika melihatku ingin marah-marah saja?"
***
Hanan mendapatkan kabar jika syuting dibatalkan karena Nadine sedang sakit. Tentunya membuatnya menjadi tambah kesal.
Sepekan ini gadis itu selalu izin padahal mereka harus memenuhi target sementara video iklan belum juga selesai.
"Di mana dia di rawat?"
Andra menyebut nama salah satu rumah sakit.
"Kita ke sana sekarang!"
Andra mengiyakan.
Sesampainya di sana, Hanan meminta seluruh berhubungan dengan Nadine keluar ruangan karena ada beberapa hal yang ingin ia bicarakan.
Semuanya mengangguk paham dan meninggalkan keduanya.
Nadine setengah berbaring di ranjang, tampak ketakutan. Dirinya sudah menebak akan dimarahi oleh Hanan.
"Sakit apa?"
"Hanya kelelahan saja, Tuan."
"Memangnya tidak ada jadwal pekerjaan dan makan kamu?"
"Ada, Tuan."
"Kenapa bisa jatuh sakit?"
"Saya tidak tahu, Tuan."
"Kamu sengaja mengulur waktu pembuatan iklan 'kan?" tuding Hanan.
"Saya tidak mengulur waktu, Tuan. Hanya saja kondisi tubuh tidak terlalu sehat."
"Alasan saja!"
"Saya berkata jujur, Tuan."
"Saya tahu kamu itu sangat licik. Kamu ingin balas dendam dengan saya 'kan?"
"Saya tidak memiliki dendam apapun dengan Tuan. Jika sehat, saya janji akan menyelesaikan semuanya," kata Nadine.
"Memang seharusnya kamu selesaikan semuanya. Percuma saya bayar kamu mahal!"
tukasnya.
"Maaf, Tuan. Jika sikap saya tidak membuat Tuan senang."
"Karena kamu selalu membuat masalah makanya saya tidak suka!"
Nadine hanya dapat menunduk.
Tanpa berpamitan, Hanan gegas meninggalkan kamar inap VVIP Nadine.
Selepas Hanan pergi, orang-orang yang sebelumnya di kamar Nadine masuk dan bertanya tentang isi pembicaraan dirinya dengan Hanan. Namun, Nadine tak memberitahunya.
Sore ini Nadine memutuskan untuk pulang ke apartemennya karena tempat ternyaman di sana.
"Kakak, bagaimana kondisi mama?" tanya Nadine pada manajernya.
"Mama kamu berangsur pulih," jawabnya.
"Sudah dua hari ini aku tidak menjenguknya," ucap Nadine.
"Kamu tidak perlu khawatir, ada keluargamu yang mengurusnya."
"Jika urusan dengan HS Group telah selesai, aku akan fokus merawat mama, Kak."
"Kamu tidak boleh meninggalkan panggung hiburan. Biaya pengobatan Bibi Arin sangat besar."
"Aku lelah jika berlama-lama di dalam naungan perusahaan itu, Kak."
"Lepas dari sana, kamu boleh mengambil pekerjaan yang tidak terlalu beresiko tinggi," saran manajer.
Nadine mengiyakan.
***
Meskipun belum terlalu pulih dan harus memerlukan 2- 3 hari lagi beristirahat tetapi Nadine telah kembali bekerja.
Dia tak ingin mengecewakan Hana yang telah memilih dirinya menjadi brand ambassador.
"Nona Nadine, yakin kita melakukan syuting?"
Nadine mengiyakan.
"Resikonya sangat besar, Nona. Anda belum terlalu pulih, kita tunda saja syutingnya," ucap asisten sutradara.
"Tidak, Tuan. Kita harus segera menyelesaikan syuting ini, karena sangat mendesak," ujar Nadine.
"Baiklah, kalau begitu memang mau Nona," ucapnya.
Kabar Nadine telah kembali syuting sampai di telinga Hanan. Tanggapan pria itu sangat biasa, dia hanya menggerakkan dagunya pelan ketika Andra memberitahunya.
"Tuan tidak ingin melihatnya?"
Hanan menggelengkan kepalanya.
Andra pun pamit dari ruangan kerja atasannya itu.
Malam harinya, ketika Hanan menikmati makan bersama keluarganya ponselnya berdering. Hanan hanya melirik si penelepon.
Kedua orang tuanya, Hana dan Dennis mengarahkan pandangannya kepada Hanan.
"Kenapa tidak dijawab?" tanya Anaya.
"Nanti saja aku telepon balik, Bu."
Anaya manggut-manggut paham Begitu dengan lainnya.
Selesai makan, Hanan menghubungi Andra. "Halo, ada apa?"
Andra menjelaskan syuting sudah selesai sejam lalu tanpa ada kendala tetapi ketika semua berakhir Nadine dikabarkan pingsan.
Hanan menghela napas panjang.
"Tuan, apa kita terlalu memaksanya?"
"Itu sudah menjadi resikonya, besok juga dia pasti sehat."
Hanan mengakhiri percakapan dengan asistennya lalu bersiap berangkat ke kafe langganannya.
Sepanjang mendengar obrolan dari teman masa kecilnya, Hanan lebih banyak diam. Pikirannya terpusat kepada Nadine yang terbaring lemah di rumah sakit.
"Nan..." panggil Ryder.
"Hmm, ya."
"Kenapa dari tadi diam? Apa ada masalah?" tanya Ryder.
"Tidak ada."
"Jika memang ada masalah cerita pada kami, siapa tahu dapat membantu," ujar Bryan.
"Tidak ada, kalian tenang saja."
Ponsel Hanan berdering tertera nama Andra. Dia pun segera menjawabnya. "Halo!"
"Tuan Hanan, mama dari Nona Nadine meninggal dunia. Saya mendapatkan kabar dari manajernya," ucap Andra.
"Lalu bagaimana dengan kondisi Nadine?"
"Nona Nadine masih belum sadar."
"Dia tahu jika ibunya meninggal?"
"Sepertinya belum, Tuan."
Andra menjelaskan jika mama Nadine akan di semayamkan di rumah miliknya.
"Saya akan ke sana!" kata Hanan dengan cepat.
Hanan menutup teleponnya.
"Siapa yang meninggal, Nan?" tanya Bryan.
"Ibunya Nadine."
"Kita gerak ke sana sekarang!" ajak Elra.
"Kabari juga Kak Dennis dan Alvan!" pinta Ryder.
"Biar aku yang kabari mereka," ucap Bryan.
Mobil Hanan kini dikemudikan Ryder karena Hanan yang memintanya.
Sesampainya di sana, Nadine belum juga tampak di antara para pelayat.
Sepuluh menit kemudian, Nadine keluar dari mobil dipapah 2 orang wanita kanan dan kirinya. Nadine masih sangat lemas tampak dari wajahnya yang pucat tanpa make up.
Nadine tak hentinya terus menangis meraung di depan jasad ibunya. "Mama, aku sekarang sendiri!"
"Jangan pergi tinggalkan aku, semua telah aku lakukan untuk kesembuhanmu!" isak Nadine.
Tangisan Nadine membuat sebagian pelayat ikut turut mengeluarkan air mata.
Tatapan Hanan tak berpaling dari wajah Nadine. Dia dapat merasakan duka yang dirasakan oleh artis perusahannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Ibad Moulay
Kenapa...
2023-10-22
1
Ibad Moulay
Berduka..
2023-10-22
1