Nadine yang belum tidur melihat ke kanan dan kirinya. Dua wanita tersebut telah terlelap, menatap jam dinding masih pukul 9 malam.
Nadine turun dari ranjang dan keluar kamar, melangkah ke kamar Hanan. Nadine lalu mengetuk pintu.
Tak menunggu lama pintu terbuka.
"Ada apa?" tanya Hanan yang masih menggunakan handuk kimono.
"Jalan-jalan yuk, Tuan!"
"Hah, apa? Jalan-jalan? Kamu mengajak saya?" tanya Hanan.
"Iya. Hanya Tuan Hanan yang paham kota ini," jawab Nadine.
"Tidak. Aku sangat mengantuk!"
"Kalau begitu, saya pergi sendiri saja!" Nadine membalikkan badannya.
Hanan menghela.
Nadine maju selangkah.
"Tunggu!"
Nadine memutar balik tubuhnya.
"Saya akan menemani kamu. Tunggu sebentar!"
Nadine tersenyum mendengarnya.
Hanan menutup pintu kamarnya kembali, gegas memakai pakaiannya.
Nadine menunggunya di luar dengan bersandar di dinding.
Tak berselang lama, Hanan keluar dan mengunci kamarnya.
Kini keduanya telah berada di luar hotel. Nadine dengan nakal menggenggam tangan Hanan membuat pria itu menoleh.
"Udara malam sangat dingin dan saya takut nyasar," Nadine memberi alasan.
Hanan pun membiarkan tangan gadis itu menggenggamnya.
Karena lelah terus berjalan, keduanya singgah di sebuah kafe.
"Tuan, dari beberapa waktu lalu saya ingin bertanya," ucap Nadine.
"Tanya apa?"
"Nona Aira siapanya Tuan?"
"Dia temanku."
"Spesial?"
"Tidak."
"Apa dia sudah menikah?"
"Sudah."
Nadine manggut-manggut.
"Kenapa kamu ingin tahu tentang dia?"
"Saya penasaran saja kenapa wajah Tuan Hanan begitu bahagia ketika bersama dengan Nona Aira."
Hanan hanya tertawa getir.
"Apa Tuan dulu menyukainya?" tebak Nadine.
"Bisa dikatakan begitu," ujar Hanan.
"Apa dia menolak cintanya Tuan?"
"Tidak juga. Saya belum mengungkapkannya."
"Oh."
"Sudah larut malam. Ayo pulang!" Hanan lantas berdiri.
Nadine juga melakukan hal yang sama.
Hanan lebih dahulu melangkah, Nadine berjalan di sampingnya.
"Jika ada seorang gadis mengatakan cinta. Apa Tuan mau menerimanya?"
"Tergantung. Jika saya menyukainya maka akan menerimanya."
"Bagaimana dia tahu kalau Tuan menyukainya?"
Hanan diam.
"Sebenarnya siapa yang ingin mengatakan cinta pada saya?" tanya Hanan.
"Saya, Tuan."
Hanan malah tertawa sinis, ia lanjut melangkah.
"Saya serius, Tuan."
"Saya tidak suka cara bercanda kamu."
"Saya memang serius. Saya menyukai Tuan!"
Hanan menghentikan langkahnya membuat Nadine yang dibelakang menabrak tubuhnya sehingga hampir terjatuh.
Hanan memutar balik tubuhnya dan bertanya, "Apa alasan kamu menyukai saya?"
"Apa orang jatuh cinta memiliki alasan?"
"Ya. Kamu harus memberikan alasannya."
"Tuan sangat tampan dan dingin makanya saya tertarik."
"Kamu bukan selera saya!"
"Memangnya seperti apa selera Tuan?"
"Saya sedang tidak berminat melayani hati seorang perempuan."
"Apa karena Tuan masih mencintai Nona Aira?"
Hanan terdiam.
"Tuan masih berharap kesempatan kedua bersamanya, 'kan?"
"Jangan sok tahu dengan urusan saya!" Hanan membalikkan badannya.
Nadine yang benar-benar telah jatuh hati tak memperdulikan rasa malu, ia memeluk pria itu dari belakang.
Hanan tampak terkejut dirinya menurunkan pandangannya menatap tangan Nadine memeluk perutnya.
"Saya sangat mencintai Tuan. Tolong berikan kesempatan itu!" pinta Nadine meletakkan kepalanya di punggung Hanan.
Menarik napas, menurunkan tangannya Nadine lalu membalikkan badan dan mendorong pelan tubuh Nadine. "Saya tak mencintaimu, cari pria yang benar-benar menyayangimu!"
"Tuan tidak mau menerima hati saya?"
Hanan menggelengkan kepalanya.
Nadine menundukkan kepalanya, wajahnya mendadak sendu.
Hanan balik badan dan lanjut melangkah.
"Bagaimana caranya agar Tuan mau menerima saya?"
"Tidak perlu memakai cara apapun karena hati tak dapat dipaksakan!"
"Jika saya berjuang mendapatkan hati Tuan apa diizinkan?"
"Aku tidak mau kamu terluka karena melakukan hal bodoh itu!"
"Saya siap terluka, Tuan. Berikan kesempatan itu!" mohon Nadine.
"Terserah kamu, tapi jangan salah 'kan saya jika hatinya tidak mau menerimamu!"
Nadine sambil tersenyum manggut-manggut.
***
Beberapa hari kemudian, Hanan dan rombongan telah kembali dari luar negeri. Mereka lanjutkan aktivitas sehari-hari seperti biasanya.
Nadine yang bertekad bulat akan menaklukkan hati Hanan meskipun dilarang Wuri dan Nay dirinya tak berniat mundur.
Siang ini kebetulan jadwalnya sedang kosong, Nadine datang ke rumah orang tuanya Hanan tujuannya adalah mendekati ibunya Hanan.
Banyak orang yang mengatakan jika ingin mengambil hati anaknya maka dekati keluarganya.
Nadine datang dengan membawa kue dari sebuah toko terkenal mahal dan lezat. Mengendarai mobilnya seorang diri. Ia melesat ke rumah orang tuanya Hanan.
Tak sulit untuk masuk ke rumah itu lagi karena pengawal telah mengenal sosoknya.
Nadine menenteng paper bag dengan senyum ceria masuk ke istana mewah itu. Tampak juga Hana duduk di dekat ibunya.
Kedua wanita itu menoleh ketika mendengar suara Nadine menyapa.
"Nadine!" balas Anaya berdiri.
Hana juga tersenyum melihatnya.
Nadine memeluk wanita paruh baya itu dan bertanya, "Apa kabar Bibi?" Sembari menyerahkan buah tangannya.
"Bibi baik-baik saja, senang kita bertemu lagi," jawab Anaya.
Hana juga berdiri dan menyambut dirinya.
Nadine memeluk Hana. "Apa kabar Nona?"
"Baik, Nadine. Bagaimana liburan kemarin?" tanya Hana.
"Sangat menyenangkan, Nona." Jawab Nadine.
"Syukurlah, semoga dengan kepergian kalian liburan kemarin menambah angka penjualan," ucap Hana.
"Semoga saja, Nona." Nadine tersenyum.
"Mari duduk, kami akan bersiap makan siang!" ajak Anaya.
"Apa Tuan Besar dan Tuan Dennis tidak berada di rumah?" tanya Nadine. Ia sangat segan jika 2 pria itu sedang di rumah.
"Ayah dan suamiku lagi di kantor. Kamu tidak perlu khawatir dan canggung," jawab Hana.
Nadine tersenyum senang mendengarnya.
"Silahkan duduk!" kata Anaya.
Nadine menarik kursi lalu duduk dihadapan kedua wanita itu.
Mereka saling mengobrol sesekali terdengar suara tawa.
"Hanan di sana tidak merepotkan kamu, 'kan?" tanya Hana.
"Tidak, Nona." Jawab Nadine.
"Karena biasanya Hanan akan pergi dengan teman semasa kecilnya, tapi dia pernah sekolah di luar negeri juga," ucap Anaya sambil menyebut nama negaranya.
"Hubungan mereka sangat dekat 'ya, Nona, Bibi." Kata Nadine.
"Benar banget, bahkan Dayna dan Alvan juga teman kecil termasuk aku dan suami," ujar Hana.
"Jadi jodohnya adalah teman dekat," ucap Nadine.
"Aku dan suami bukan teman dekat, kami malah seperti musuhan karena sangat membencinya akhirnya malah sayang banget dengannya," ujar Hana.
Nadine manggut-manggut.
"Kalau begitu, kamu sudah punya kekasih?" tanya Hana.
"Belum, Nona."
"Kamu dan Hanan sepertinya sangat cocok," celetuk Anaya.
"Iya. Wajah kalian hampir mirip, kata orang-orang mungkin berjodoh," timpal Hana.
"Ibu, Kak Hana!"
Ketiga wanita menoleh ke arah suara.
Hanan mendekati meja makan lalu melihat ke arah Nadine yang menunduk.
"Kenapa kamu pulang? Bukankah ini masih siang?" tanya Anaya.
"Aku sedang tidak enak badan, Bu." Jawab Hanan. Lalu kemudian bertanya, "Kenapa dia di sini?"
"Dia sedang tidak sibuk makanya mampir kemari. Lagian Ibu senang jika Nadine di sini ada teman kami mengobrol," jelas Anaya.
"Oh."
"Pergilah ke kamar, biar Ibu buatkan sop ayam," ucap Anaya.
"Iya, Bu." Hanan kemudian melangkah ke kamarnya, dirinya sempat melirik Nadine juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Ibad Moulay
Apa ???
2023-10-22
1
Ibad Moulay
Ada Apa ???
2023-10-22
1