Hanan tampak terkejut dengan pertanyaan dari ibunya. "Dia menangis bukan karena aku, Bu!" sangkalnya.
"Lalu kenapa kalian berpelukan? Tadi dia juga bertanya apa kamu mencintainya? Apa sebenarnya...." Ucapan Anaya terjeda.
"Kami tidak ada hubungan apa-apa, Bu!" Hanan segera memotong ucapan sang ibu.
"Kenapa kalian satu ruangan? Jelaskan pada Ayah, apa kamu menyukainya?" tanya Harsya.
"Aku tidak menyukainya, Yah. Ini semua hanya salah paham saja," jelas Hanan.
Nadine mengarahkan pandangannya kepada Hanan. "Tadi dia mengatakan menyukai aku, artinya dia membohongiku?" batinnya.
"Ayah tidak suka kalian menjalin sebuah hubungan," ucap Harsya.
Nadine segera menunduk. Keputusannya untuk mengundurkan diri dari proyek ini memang sudah tepat.
"Nadine, saya sudah mengingatkan kamu untuk tidak dekat dengan Hanan. Kenapa masih saja melakukannya?" tanya Harsya.
"Maaf, Tuan Besar. Saya kemari bukan menjadi penggoda Tuan Hanan, kedatangan saya hanya ingin mengajukan pengunduran diri menjadi brand ambassador Cantika Fashion," jawab Nadine.
Pernyataan Nadine membuat Harsya dan istrinya saling pandang.
"Kenapa kamu mengundurkan diri?" tanya Harsya.
"Tuan Besar tidak ingin jika Tuan Hanan terlibat skandal dengan saya 'kan? Lebih baik saya mengundurkan diri biar tidak ada yang dirugikan. Saya sudah terlalu lelah menghadapi orang-orang yang menganggap saya adalah biang masalah," ungkap Nadine.
"Mungkin pengunduran diri ini adalah cara yang tepat," lanjutnya.
"Aku tidak terima kamu mengundurkan diri!" sahut Hanan.
"Kenapa?" tanya Nadine.
"Karena perusahaan sangat diuntungkan dengan kehadiran kamu yang menjadi brand ambassador," jawab Hanan.
"Ibu pusing mendengar penjelasan kalian. Kenapa Nadine sampai harus mengundurkan diri? Apa sikap Hanan membuatnya tidak betah?" cecar Anaya.
"Benar, Nyonya Besar. Saya tidak sanggup dengan sikap putra anda yang selalu menganggap saya sumber masalah. Saya tidak tahu kenapa beliau begitu ketus berhadapan dengan saya," tutur Nadine.
"Apa yang telah dilakukan Nadine sehingga kamu tidak dapat bersikap profesional?" tanya Anaya kepada putranya.
Hanan tak tahu harus menjawab apa.
"Ibu tetap ingin Nadine menjadi model di Cantika Fashion. Bagaimana jika Hana mengetahui kalau artis pilihannya mendapatkan perlakuan buruk dari kamu?" ujar Anaya.
"Bu...."
"Tapi saya tetap ingin mengundurkan diri, Nyonya Besar." Kata Nadine.
"Apa kamu tahu jika berani melanggar kontrak maka denda tiga kali lipat," ujar Harsya.
"Saya siap membayar denda tersebut, Tuan Besar." Kata Nadine lagi.
Anaya mendekati Nadine lalu meraih kedua tangan gadis itu berkata, "Saya tahu kalau kamu sedang gundah dan resah. Apalagi setelah mama kamu pergi. Tolong jangan gegabah mengambil keputusan, jika Hanan menyakiti hatimu beritahu saya."
Nadine menundukkan wajahnya dan mulai menangis.
Anaya lantas memeluknya dan mengelus rambutnya dengan lembut. "Menangislah sampai dirimu lega. Anggap saya sebagai ibumu!"
Nadine membalas pelukan hangat Anaya. "Saya rindu dengan Mama, Nyonya Besar."
"Saya tahu jika hatimu belum kuat, kalau ingin bercerita saya siap mendengarnya," ucap Anaya.
Nadine mengangguk mengiyakan dalam dekapan.
Anaya melepaskan pelukannya lalu menangkup wajah Nadine dengan lembut kemudian berucap, "Jangan pergi dari perusahaan ini karena Hana sangat menginginkan kamu menjadi bintang di setiap produknya. Sekarang kamu pulang, tenangkan dirimu!"
Nadine manggut-manggut.
"Hanan, sekarang kamu antar dia pulang!" titah Anaya.
"Kenapa harus aku, Bu? Dia kemari datang sendiri," tolak Hanan.
"Kamu ke sini dengan sopir?" tanya Anaya pada Nadine.
"Saya menyetir sendiri, Nyonya Besar."
"Kamu dengarkan kalau dia menyetir sendiri, lebih baik antar pulang," ujar Anaya.
Hanan menghela napas pasrah.
"Mobil biarkan sopir kamu yang mengambilnya," saran Anaya.
Nadine mengangguk mengiyakan.
"Nadine, panggil saja saya Bibi. Kamu adalah putri kami juga," kata Anaya.
Nadine tersenyum mendengarnya lalu memeluk Anaya lagi. "Terima kasih, Bibi!"
Anaya menjawabnya dengan mengusap lembut punggung Nadine.
Hanan lalu mengajak Nadine untuk pulang.
Harsya mendekati istrinya lalu bertanya, "Kenapa kamu membiarkan Hanan pergi dengannya?"
"Nadine masih dalam hati berduka, dia stress juga karena anakmu. Maka, biarkan Hanan bertanggung jawab."
"Memangnya apa yang dilakukan Hanan?"
"Kamu dengarkan kalau selama ini Hanan selalu menyalahkan dia. Memang salahnya dia apa?"
"Karena dia, Hanan selalu muncul di media."
"Ya, wajarlah. Namanya juga seorang artis."
"Aku tidak suka saja."
"Suamiku, lagian tudingan di media tak benar. Apa yang harus ditakutkan?"
Harsya terdiam.
"Kamu tuh selalu ketakutan jika berhubungan dengan Hanan."
"Bukan dengan Hanan saja, tapi aku juga takut kalau terjadi sesuatu dengan kamu."
Anaya tersenyum bahagia mendengarnya.
Sementara itu, Hanan dan Nadine sudah berada di dalam mobil.
"Jika bukan karena perintah Ibu aku tidak mau mengantarkanmu."
"Jika bukan karena bibi yang memaksa saya untuk bertahan. Hari ini juga surat pengunduran diri akan saya layangkan."
"Kamu menggertak saya?"
"Tidak."
"Lalu tadi?"
"Jangan pikir karena anda mau mengantarkan saya pulang, seenaknya menindas!"
"Saya tidak menindas kamu!"
"Kalau Tuan memang menyukai saya katakan saja, sebelum pria lain yang lebih dahulu mengatakannya," ucap Nadine.
"Siapa juga yang menyukaimu?"
"Yang di kantor tadi apa?"
"Saya hanya menyukai kemampuan akting kamu."
"Alasan saja, padahal jujur dalam hati menyukai saya, 'kan?" Nadine menatap Hanan yang salah tingkah.
"Jangan terlalu percaya diri!"
"Hmm, baiklah. Maaf, kalau saya terlalu berlebihan menganggap kebaikan anda sebagai rasa suka."
"Nah, kamu sadarkan!"
Nadine mengangguk.
Tatapan kini ke arah jendela dan menatap jalanan, matanya kembali berair.
Hanan sempat melirik Nadine yang bahunya bergetar.
"Butuh tisu?" tawar Hanan.
Nadine tidak menjawab.
Hanan pun membiarkannya.
Sesampainya di apartemen, Nadine keluar dari mobilnya Hanan dengan sempoyongan. Merasa khawatir Hanan gegas menyusulnya.
Nadine memegang badan mobil Hanan sembari tangan kirinya memegang kepala.
Hanan mendekati Nadine dan memapahnya.
Nadine yang sangat kelelahan akhirnya jatuh pingsan di pelukan Hanan.
"Nadine, bangunlah!" Hanan menoleh ke kanan dan kirinya tak ada satupun orang yang melintas.
Karena panik, Hanan memasukkan Nadine ke dalam mobil dan membawanya ke rumah sakit terdekat.
Sesampainya di rumah sakit, dirinya menggendong tubuh Nadine dan meletakkannya ke brankar.
Hanan terlihat begitu khawatir, ia lalu menghubungi Andra agar mengabari manajernya.
Selepas menelepon asisten pribadinya, Hanan melihat kondisi Nadine yang kini sudah di pasang selang infus. Wajahnya sangat pucat.
Salah satu dokter menyampaikan jika Nadine masih syok sehingga tubuhnya lemas apalagi katanya Nadine beberapa hari ini hanya mengisi perutnya dengan sedikit makanan.
Hanan mengucapkan terima kasih penjelasan dokter mengenai kondisi Nadine.
Hanan kini mendatangi kamar VVIP tempat Nadine di rawat.
"Terima kasih sudah mengantarkan saya ke rumah sakit," ucap Nadine lemas.
Hanan tersenyum singkat.
"Kenapa kamu lemah sekali?"
Nadine tak menjawab.
"Sampai kapan kamu terus larut dalam kesedihan?" tanya Hanan.
"Entahlah, Tuan."
"Kamu harus banyak istirahat karena banyak pekerjaan yang telah menunggumu."
"Jika Tuan mau bekerja sama baik dengan saya, pasti pekerjaan akan terasa ringan."
"Saya 'kan memang sudah bekerja sama dengan kamu."
"Tapi Tuan terlalu cuek dengan saya," celetuk Nadine.
"Baiklah, saya akan bersikap seperti sahabat dengan kamu."
Nadine tersenyum lalu mengulurkan jari kelingkingnya.
Hanan menatap heran.
"Sebagai tanda kita adalah teman!"
Hanan pun menautkan jari kelingkingnya juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Ibad Moulay
Lalu...
2023-10-22
1
Ibad Moulay
Meluluhkan Hati...
2023-10-22
1