Bab 13 - Nadine Hilang Sebentar, Hanan Khawatir

Tiga hari sudah mereka berada di negara Eropa bagian barat. Pemotretan telah selesai di lakukan Nadine.

Dirinya harus pura-pura menikmati kopi di salah satu kafe dan fotografer diam-diam mengambil gambarnya.

Nadine juga seakan-akan sedang mengayuh sepeda padahal tak pernah jalan karena tidak mampu mengendarainya.

Hanan menolak fotografer mengambil foto Nadine ketika berada di kolam renang. Entah kenapa dirinya tak suka jika bagian paha dan belahan dada sang model terekspos.

Hari ini mereka akan jalan-jalan mengelilingi kota untuk refreshing sejenak dari aktifitas bekerja.

Hanan berada paling depan bersama 3 orang karyawannya. Sementara Nay, Nadine dan seorang karyawati Hanan di belakang.

Nay dan karyawati Hanan sibuk dengan kamera ponselnya. Keduanya tampak tertawa kecil melihat hasilnya.

Sedangkan Nadine hanya berjalan sesekali melirik ke kanan kirinya dan melihat tingkah konyol manajer dan karyawati Hanan.

Nadine menundukkan kepalanya dan melihat tali sepatunya terlepas, ia lantas jongkok lalu mengikatnya.

Ketika berdiri Nadine kehilangan lainnya, karena banyaknya pejalan kaki yang melintas dirinya tak melihat salah satunya.

Nadine tampak kebingungan, dia memutar tubuhnya untuk mencari rombongannya.

Nadine membuka tasnya tapi tak menemukan ponselnya. "Astaga, aku meninggalkannya di hotel lagi!"

Sementara itu rombongan Hanan berhenti ketika berada di persimpangan penyeberangan. Hanan menoleh ke belakang, namun tak melihat Nadine.

Hanan mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya, tapi gadis itu tak dilihatnya. Hanan lalu bertanya, "Di mana dia?"

"Dia siapa, Tuan?" tanya Nay.

"Artis kamu!" jawab Hanan.

Nay dan karyawati Hanan baru sadar jika Nadine tak ada di dekat mereka.

Nay mulai panik. Ia lalu menghubungi ponsel Nadine namun tak dijawab.

"Bagaimana?" tanya Hanan.

"Dia tak mengangkatnya, Tuan." Jawab Nay.

"Kalian ini bagaimana, 'sih?" omel Hanan.

"Maaf, Tuan. Kami tidak tahu kalau Nona Nadine ketinggalan," jawab karyawatinya.

"Harusnya kalian peka, jangan asyik sendiri!" kesal Hanan.

Dua wanita itu menunduk karena bersalah.

"Cari dia!" titah Hanan.

"Kita bagi tugas, titik kumpulnya di sini. Jangan sampai dia ketemu kalian yang gantian menghilang!" ucap Hanan.

"Baik, Tuan!" ucap kelimanya serentak.

Mereka membagi tugas menjadi 3 arah, Hanan melakukan pencarian sendiri karena dirinya sangat hapal dengan tempat yang dikunjunginya. Beberapa kali ia datang ke negara ini.

Hanan melewati jalan yang dilaluinya tadi, sambil mengedarkan pandangannya.

Tak sampai 10 menit pencarian, Hanan tersenyum lega karena Nadine sedang duduk dengan wajah menunduk.

"Ternyata kamu di sini!"

Nadine mendongakkan kepalanya dan tersenyum.

"Kalau tidak tahu jalan, jangan meninggalkan rombongan!" omel Hanan.

"Saya tidak ke mana-mana, Tuan. Saya hanya mengikat sepatu, saat berdiri saya kehilangan jejak kalian."

"Kenapa tidak mengangkat telepon dari manajer kamu?"

"Ponselnya ketinggalan."

Hanan menghela.

"Saya senang Tuan yang menemukannya," Nadine pun berdiri.

"Ayo cepat!" Hanan menarik tangan Nadine. "Saya tidak mau kamu hilang lagi!" lanjutnya.

"Tuan, takut kalau saya menghilang?" tanya Nadine.

"Iya. Saya tidak mau repot menemui wartawan dan dicecar pertanyaan oleh pihak berwajib," jawab Hanan. "Ingat, selama di sini kamu adalah tanggung jawab saya!" lanjutnya.

"Sebenarnya saya ingin sekali menghilang, Tuan. Kalau bisa," ucap Nadine dengan nada tertawa tipis.

"Kenapa kamu mau menghilang?"

"Bosan saja."

"Pekerjaan kamu masih banyak, kontrak saja belum selesai."

"Tak ada mama, itu alasan saya menghilang," Nadine terus berbicara meskipun tangannya terus digenggam Hanan.

"Apakah kamu tidak memiliki seseorang yang menginginkanmu?"

"Tidak, Tuan."

Hanan menghentikan langkahnya, lalu menatap Nadine dan menyentil keningnya.

"Auww, sakit!" pekiknya.

Hanan dengan lembut menggosok kening Nadine, "Maaf!"

Nadine tersenyum.

"Jangan berpikir untuk menghilang sebelum menyelesaikan kontrak!"

Senyum Nadine memudar.

"Jangan banyak mengoceh!" Hanan menggenggam tangan Nadine membuat gadis itu kembali tersenyum.

Hanan menghampiri lainnya yang telah berdiri di titik tepat mereka akan menyeberang.

Nay begitu senang dan lega, Nadine telah ditemui.

Tatapan mereka kini ke arah tangan Hanan.

"Kenapa kalian melihat saya seperti itu?" tanyanya.

"Tidak ada, Tuan!" jawab mereka serentak kemudian berbalik arah.

"Tuan, sampai kapan terus menggenggam tangan saya?" bisik Nadine.

Hanan pun melihat ke arah tangannya, gegas ia melepaskannya.

Pipi Nadine memerah.

"Ayo jalan!" Hanan memimpin langkah pertama.

Mereka pun mengikutinya.

Nay menggenggam tangan artisnya.

"Kak, aku bukan anak kecil!" lirih Nadine.

"Aku tidak mau Tuan Hanan memarahi kita!" ucap Nay pelan.

Mereka tiba di salah satu kafe di kota itu, Nadine duduk di sebelah Hanan menikmati kopi dan semilir angin di sore hari.

Mereka saling mengobrol dan bercanda, Nadine memilih banyak diam karena segan dekat Hanan. Sementara Hanan sendiri sibuk dengan ponselnya.

Ditengah obrolan mereka, Nadine berdiri. Sontak, semua mata ke arahnya.

"Saya mau ke toilet," ucap Nadine.

Mereka pun manggut-manggut.

"Saya akan mengikuti kamu!" kata Hanan.

"Hah!" Nadine dan lainnya terperangah.

"Saya mau ke toilet juga, makanya sekalian jaga-jaga agar dia tak menyasar lagi!" Hanan beralasan.

Mereka manggut-manggut sembari tersenyum tipis.

Nadine dan Hanan berjalan bersamaan.

Sesampainya Hanan mengikuti langkah Nadine.

"Tuan, ini toilet wanita," kata Nadine.

"Saya mau bilang, jangan pergi ke mana-mana sebelum saya keluar dari toilet!" ucap Hanan.

"Iya, Tuan."

Beberapa menit kemudian Hanan pun keluar dari toilet, ia melihat Nadine tersenyum dengan pria asing yang juga turis dari luar.

"Heem.."

Nadine menoleh.

"Ayo!" ajak Hanan.

"Dia siapa?" tanya pria itu kepada Nadine dengan bahasa asing.

"Pimpinan saya," jawab Nadine dengan bahasa yang sama.

Pria itu manggut-manggut.

"Sampai jumpa!" Nadine melambaikan tangan kemudian mendekati Hanan.

Pria itu melemparkan senyuman kepada Hanan dan Nadine lalu pergi.

"Jangan sembarangan berbicara dengan orang asing!"

"Iya."

"Kamu di sini bekerja, bukan mencari pria!"

"Iya, Tuan Hanan. Terima kasih atas nasehatnya," ucap Nadine.

Sejam berada di kafe mereka pun pulang, karena begitu banyak orang yang berlalu lalang membuat iringan langkah mereka sempat berjarak.

Hanan takut Nadine kembali menghilang, memegang tangannya dengan erat.

"Tuan, senang sekali memegang tangan saya."

"Jangan terlalu percaya diri! Saya melakukan ini karena tak ingin kamu nyasar. Saya dan mereka yang juga repot mencarimu!"

"Tapi saya senang di perhatikan seperti ini," ucap Nadine tersenyum.

"Saya akan melakukan hal yang sama kepada lainnya," ujar Hanan.

"Saya harap hanya saja, Tuan."

"Terserah kamu saja!"

"Tuan, seperti ini sangat begitu manis," goda Nadine.

"Saya tidak tertarik dengan pujian kamu!"

"Kalau begitu saya akan puji pria lain," ujar Nadine.

Hanan berhenti lalu menatap tajam Nadine seakan ingin memangsanya.

Nadine malah tersenyum nyengir.

...----------------...

Mohon Like, Komen, Hadiah atau Vote agar aku semangat menulisnya. Terima kasih yang masih setia membaca cerita Hanan dan Nadine walaupun jarang update..

Jangan Lupa Juga Membaca Cerita Orang Tuanya Hanan beserta Orang-orang Kepercayaannya Harsya. Serta Kisah Cinta Hana dan Dennis.

Terpopuler

Comments

Ibad Moulay

Ibad Moulay

Menolak...

2023-10-22

1

Ibad Moulay

Ibad Moulay

Hilang...

2023-10-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!