Esok sore harinya, Hanan datang seorang diri ke rumah sakit. Begitu sampai, manajer Nadine membiarkan keduanya mengobrol di dalam ruangan.
Hanan membawa buket bunga mawar lalu diberikannya kepada Nadine yang masih berbaring di ranjang.
Buah tangan yang dibawa Hanan karena saran dari Dayna. Kebetulan bertemu dengan wanita itu di ketika hendak keluar dari gedung.
Nadine menerima pemberian Hanan dan mengucapkan terima kasih.
"Bagaimana kabarmu hari ini?"
"Lumayan membaik."
"Syukurlah, aku senang mendengarnya."
Nadine tersenyum bahagia jika Hanan bisa bersikap baik dan ramah.
"Aku berharap setelah ini kamu tidak pernah sakit lagi. Karena pekerjaan sangat menumpuk, jadi tetap jaga kesehatanmu," ujar Hanan.
"Tuan, kenapa setiap kita bertemu selalu bahas pekerjaan?"
"Mau kamu bahas apa? Bukankah hubungan kita hanya antara bisnis saja?"
"Tuan, kenapa begitu menyebalkan?" Nadine memasang wajah manjanya.
Hanan tertawa kecil.
"Tuan, sangat tampan kalau selalu tertawa," puji Nadine.
Wajah Hanan seketika berubah dingin.
"Tuan, maaf!" Nadine menarik telinga dengan kedua tangannya.
Bibir Hanan kembali mengembang.
"Saya tidak menyangka kalau Tuan Hanan seromantis ini," ujar Nadine.
"Ya, karena aku bingung harus membawa apa," jelas Hanan.
"Tapi saya senang kalau Tuan mau menjenguk meskipun tidak membawa apapun," ujar Nadine.
"Lain kali aku akan datang tanpa membawa apa-apa," ucap Hanan.
"Jangan merajuk begitu, Tuan."
"Aku tidak merajuk," kata Hanan.
Hening....
Sedetik..
Lima detik..
Sepuluh detik..
"Tuan, saya haus. Bisakah tolong ambilkan minum?" pinta Nadine.
Hanan bangkit dari kursinya melangkah ke nakas dan mengambil gelas berisi air putih. Hanan mendekati Nadine lalu menyodorkannya.
"Tolong pegang!" mohon Nadine.
Hanan memegang gelas, Nadine lalu meminum memegang sedotan.
"Terima kasih, Tuan!" ucap Nadine mengakhiri minumnya.
Hanan meletakkan gelas ke dalam nakas.
"Aku harus pulang, maaf tidak dapat berlama-lama," kata Hanan.
"Tidak apa-apa yang penting tiap hari!" celetuk Nadine.
Hanan mengernyitkan keningnya.
"Kalau tiap hari dikunjungi Tuan Hanan saya juga tidak ada masalah," ujar Nadine.
"Kamu bicara apa?"
"Lupakan saja, Tuan. Terima kasih bunganya, seringlah mengirimkan ini pasti saya akan cepat sehat."
Hanan hanya diam dan manggut-manggut.
Malam harinya, selepas makan. Pintu Nadine terbuka seorang perawat wanita membawa sebuket bunga Lili.
"Buat Nona Nadine dari Tuan Hanan!"
"Terima kasih, Sus."
"Sama-sama, Nona." Perawat wanita itu pun berlalu.
Nadine tersenyum senang karena ucapan canda dirinya ternyata di respon oleh Hanan.
"Jangan terlalu berharap lebih, ini semua karena Tuan Hanan ingin kamu semangat," ucap sang manajer.
"Iya, Kak."
***
Esok paginya, Nadine lagi-lagi mendapatkan kiriman bunga dari Hanan hal itu membuat dirinya semakin bersemangat ingin sehat dan bertemu dengannya.
"Kakak kapan aku boleh pulang?"
"Jika dokter mengizinkannya maka kamu akan pulang."
"Jam berapa dokter datang memeriksa kesehatan aku?"
Sang manajer melihat arlojinya lalu berkata, "Mungkin sejam lagi."
Nadine manggut-manggut paham.
Jam 11 siang, Hanan datang menjemput Nadine ke rumah sakit tentunya membuat sang artis menjadi salah tingkah dan berbahagia.
"Kebetulan tidak ada pekerjaan, aku menyempatkan waktu menjemput kamu. Tidak ada masalah 'kan," ucap Hanan.
Nadine dengan cepat menggeleng.
"Ayo aku antar pulang!" ajak Hanan.
"Bagaimana dengan...." ucap Nadine terjeda.
"Biar kami yang mengantarkannya ke apartemen," sambung sang manajer.
"Terima kasih, Kak." Kata Nadine.
Keduanya lalu bersama-sama menuju mobil, Hanan membuka pintu penumpang bagian depan.
Sepanjang jalan, Nadine tak hentinya tersenyum meskipun wajahnya pucat.
"Sepertinya kamu sudah sangat sehat, dari tadi aku lihat selalu tersenyum," ujar Hanan.
"Ini semua karena Tuan Hanan yang selalu mengirimkan bunga dan menjemput khusus saya," ungkap Nadine.
"Kamu ingin aku selalu perhatian, sekarang sudah dilakukan. Bukankah kita teman?"
Nadine tersenyum kemudian memberikan jawaban dengan anggukan pelan.
Sesampainya di apartemen, Hanan dengan penuh perhatian membuka pintu mobil. Mengulurkan tangannya agar dapat di genggam Nadine.
Dengan wajah sumringah, Nadine menyambut uluran tangan Hanan. Keduanya melangkah bersama menuju unit apartemen.
Hanan juga membukakan pintu untuk Nadine, membantunya duduk di ruang tamu.
"Sebentar lagi Kak Nay datang," ucap Nadine agar Hanan tak gelisah karena mereka hanya berdua di dalam unit.
"Tuan ingin minum apa?"
"Tidak usah, kamu duduk saja. Jika haus aku akan mengambilnya."
Nadine pun mengangguk.
Selang 15 menit kemudian, Manajer Nadine datang membawa makanan dan diletakkannya di atas meja.
"Tuan, mari makan bersama kami!" ajaknya.
"Iya, Tuan. Makan dengan kami saja!" timpal Nadine.
Hanan mengiyakan.
Nadine duduk di sebelah Hanan, mereka menikmati makan siang bersama walaupun tidak berdua tentunya membuat Nadine begitu senang dapat semeja bareng pimpinan perusahaan.
***
Sebulan berlalu...
Nadine kini kembali aktif di dunia hiburan, pekerjaan yang sempat tertunda satu persatu ia kerjakan.
Hari ini, Nadine melakukan pemotretan di atas gedung mall. Tentunya dirinya bertambah semangat karena kehadiran Hanan yang datang membawa sebuket bunga mawar.
Sebulan ini Hanan hampir tiap hari mengirimkan Nadine bunga. Bukan karena suka dan mengangumi wanita itu melainkan agar keduanya semakin akrab dan mempermudah urusan pekerjaan.
Nadine merasa senang dengan sikap Hanan, dirinya berharap jika sang Presdir benar-benar jatuh cinta padanya. Namun, sang manajer selalu mengingatkan dirinya agar tidak mudah menyerahkan hatinya takutnya terluka.
Nadine menerima buket bunga dari Hanan, "Terima kasih, Tuan!"
"Sama-sama."
"Saya pikir Tuan masih berada di luar negeri."
"Saya sudah kembali dari kemarin sore."
"Pasti Andra yang memberitahu kalau pemotretan di lakukan di sini," ujar Nadine.
"Tentunya, dia 'kan asisten aku."
"Hmm, Tuan nanti malam apa memiliki waktu kosong?"
"Sepertinya ada."
"Bagaimana kalau kita mengobrol sekaligus makan malam di restoran dekat kafe Melodi?" ajak Nadine.
"Boleh juga."
"Baiklah, saya tunggu jam tujuh malam," ucap Nadine.
Hanan mengiyakan.
-
Tepat jam 7 malam, Nadine sudah berada di restoran. Dirinya memesan ruang VIP yang berada di lantai 7 dengan pemandangan lampu-lampu gedung ibukota.
Nadine tampak tak sabar menunggu kedatangan Hanan. Dia tak ingin membuang kesempatan berduaan dengan pria yang disukainya itu.
Malam ini rencananya Nadine akan mengungkapkan perasaannya. Urusan diterima atau tidak, dirinya tak peduli.
Jarum jam di ponselnya menunjukkan pukul 7 lewat 10 menit, Hanan belum juga tiba. Perasaan cemas mulai menghantuinya.
"Mungkin dia terjebak macet," gumamnya.
Perut Nadine mulai terasa lapar, pelan-pelan dirinya memakan hidangan yang dipesannya. Sembari makan, dirinya berkali-kali melihat jam di ponselnya.
Sudah 30 menit berlalu dari jadwal yang dijanjikan, makanan di piring telah habis separuh namun Hanan tak kunjung datang.
Meletakkan sendok dan garpu, Nadine lalu menghubungi Hanan. Kontak ponsel yang didapatkannya dari Andra beberapa hari lalu.
"Halo, Tuan!"
"Halo, ini siapa?"
"Saya Nadine."
"Nadine?" Hanan tampak terkejut.
"Aku minta maaf, karena tadi harus menjemput seseorang di bandara. Aku ingin menghubungi kamu tapi tidak memiliki nomor ponselmu. Nadine, aku benar-benar minta maaf tak mengabari kamu."
"Tidak apa-apa, Tuan." Kata Nadine dengan nada getir.
"Nadine, kamu tidak marah 'kan?"
"Tidak, Tuan."
"Terima kasih, aku tutup teleponnya 'ya. Selamat malam!" Hanan mengakhiri panggilan Nadine.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Ibad Moulay
Perhatian...
2023-10-22
1
Ibad Moulay
Bagaimana ???
2023-10-22
1