Hanan mendapatkan kabar jika kakaknya telah melahirkan. Perasaan senang dan bahagia menjadi satu, dirinya kini menjadi seorang paman.
Hanan menatap arlojinya yang kini telah menunjukkan pukul 12 siang. "Kebetulan sekali, aku bisa ke rumah sakit sekaligus makan siang di sana!"
Hanan meraih kunci mobil di atas meja dan keluar dari ruangan tak lupa memberikan pesan kepada Inka kalau dirinya tidak akan kembali ke kantor.
Inka mengiyakan perkataan atasannya, tak lupa dirinya menitipkan salam kepada Hana. Dia juga berjanji akan datang menjenguk bersama suaminya.
Hanan berjalan melalui pintu masuk depan gedung. Beberapa wartawan telah berkumpul di sana, Hanan tanpa rasa curiga melewatinya.
Salah satu wartawan berkata dengan lantang dan mengarahkan jari telunjuknya kepada Hanan, "Dia pria yang bersama Nadine kemarin malam!"
Hanan yang diteriaki tampak bingung, apalagi mereka berlari mendekatinya.
"Tuan, apa benar kalian memiliki hubungan?"
"Sejak kapan kalian menjalin hubungan?"
"Apa benar Tuan yang menemani Nadine di sebuah hotel?"
Hanan yang tak biasa berhadapan dengan sorot kamera berkali-kali telapak tangannya diangkatnya menutupi matanya.
Beberapa penjaga keamanan dan pengawal gegas mendekati Hanan serta melindungi pemuda itu dari para wartawan. Mereka sangat yakin, jika putra atasannya tak nyaman dengan kehadiran para pencari berita.
Hanan dengan cepat masuk dan mobil meninggalkan gedung.
Hanan yang duduk di bangku belakang penumpang mengucek matanya. Lampu sorot kamera membuat pandangannya tak seperti biasanya.
Hanan merasa pusing karena kejadian tadi sehingga memilih menyandarkan kepalanya di bangku.
"Apa Tuan baik-baik saja?" tanya sopir pribadinya.
Hanan menjawabnya dengan anggukan.
Sesampainya di rumah sakit, Hanan turun meskipun sedikit pusing. Hanan berjalan dengan cepat menuju kamar inap kakak kandungnya.
Baru saja naik ke lift, seorang gadis mendekatinya dan melemparkan senyumnya. "Tuan, di sini juga!"
Hanan melihat dalang penyebab dirinya pusing ada di depannya lantas mencengkram tangan Nadine dan menariknya ke dalam lift.
Hanan membenturkan Nadine ke dinding lift, "Ini semua gara-gara kamu!" mendekatkan wajahnya.
Nadine mengernyitkan dahinya.
Hanan merasa pandangannya semakin gelap tiba-tiba jatuh ke pelukan gadis di depannya.
"Tuan!" Nadine menahan tubuh Hanan yang terkulai tak berdaya dalam dekapannya.
Pintu lift terbuka.
Nadine segera berteriak meminta tolong.
Beberapa perawat membantu membopong tubuh Hanan ke brankar.
Biom yang kebetulan sedang melintas bersama putranya lantas bertanya, "Apa yang terjadi dengan Tuan Hanan, Nona?"
"Saya tidak tahu, Paman. Tiba-tiba dia saja pingsan di dalam lift?" jawab Nadine gemetaran.
Hanan segera mendapatkan perawatan di ruang kamar inap khusus VVIP.
Nadine beranjak dari tempat duduknya ketika melihat manajer dan asistennya menghampirinya.
"Kami mencarimu ternyata di sini, kenapa tidak menjawab telepon dari aku?" tanya manajer Nadine.
"Aku tidak mendengarnya," jawab Nadine.
Kedua wanita itu melihat Nadine bersama orang-orang penting di perusahaan Abraham, lantas menarik tangan Nadine menjauh dari kursinya.
"Kenapa kamu berada bersama mereka? Memangnya siapa yang sakit?" tanya asisten Nadine.
"Tuan Hanan yang sedang di rawat."
"Sakit apa?" tanya manajer.
"Nanti aku jelasin, sekarang ku mau pamit dengan salah satu keluarganya."
Kedua wanita itu mengangguk.
Nadine mendekati Bryan.
Pemuda tampan itu mendongakkan kepalanya.
"Tuan, saya pamit mau pulang."
"Iya, Nona Nadine. Terima kasih, ya!" kata Bryan.
Nadine tersenyum mengiyakan.
Setelah mendapatkan izin pulang, Nadine dengan cepat pergi dari lantai ruangan yang merawat Hanan.
Di dalam lift, Nadine menceritakan semuanya kenapa Hanan harus di rawat.
Hanan membuka matanya lalu mencari keberadaan Nadine dan berkata, "Di mana dia?"
"Dia siapa, Nan?" tanya Anaya.
"Ibu!" Hanan lantas bangkit dari tidurnya.
"Kamu lagi cari siapa?" tanya Anaya.
"Kenapa aku di sini, Bu, Yah?" tanya Hanan kepada kedua orang tuanya.
"Justru, kami yang mau bertanya padamu. Kenapa kamu pingsan?" Harsya balik bertanya.
"Aku pingsan, Yah?"
"Iya, Nadine yang membantumu. Katanya kamu pingsan di dalam lift," jelas Harsya.
Hanan ingat jika dirinya satu lift dengan gadis itu.
"Tak biasanya kamu pingsan. Apa pekerjaan kantor terlalu berat sehingga membuatmu lelah begini?" tanya Harsya.
"Ayah boleh tidak aku dipindahkan ke perusahaan lain. Aku tak mau di Cantika Fashion," jawab Hanan.
"Sayang, itu perusahaan milik Oma Madya. Kamu harus meneruskannya," ujar Anaya.
"Biarkan Kak Hana saja yang mengurusnya. Aku benar-benar tidak sanggup, Bu, Yah." Rengek Hanan.
"Makanya kamu harus mencintai pekerjaanmu biar tidak pusing dan menjadi beban," kata Harsya.
"Ini semua karena dia, Yah!" gumamnya.
"Dia siapa?" tanya Anaya yang sungguh penasaran putranya selalu menyebut kata 'dia'.
"Aku tidak mau bertemu dengan Nadine, Yah, Bu." Kata Hanan.
"Memangnya salah Nadine apa?" tanya Harsya.
"Karena dia, aku jadi begini. Ayah tahu jika para wartawan mengejarku dari pintu masuk gedung kantor," jawab Hanan.
"Jadi kamu pingsan karena begitu terkejut dikerumuni wartawan?" Dayna tiba-tiba muncul.
Hanan mengangguk pelan.
Dayna tertawa mengetahuinya.
"Bagaimana jika kamu memiliki kekasih seorang artis kalau bertemu wartawan saja pingsan?" sindir Anaya.
"Hanan tidak boleh memiliki kekasih atau istri dari kalangan artis," kata Harsya tegas.
Anaya, Hanan dan Dayna mengarahkan pandangannya kepada Harsya.
"Kenapa memangnya suamiku?" tanya Anaya.
"Kamu lihat saja, Hanan pingsan karena diserbu wartawan. Bagaimana jika para penggemarnya yang ikutan mengejar dia? Pasti takkan fokus mengurus perusahaan karena sibuk berhadapan dengan mereka," jawab Harsya.
"Aku juga tidak mau memiliki kekasih seorang artis, Yah. Menurutku sangat repot, kemana-mana seperti orang ketakutan dan harus di kawal bodyguard," Hanan menyetujui ucapan ayahnya.
"Ibu setuju saja kamu dengan siapapun yang penting dia menyayangimu dan mencintaimu tulus," sahut Anaya.
"Bagaimana jika itu terjadi Paman?" tanya Dayna.
"Dia harus segera mengakhiri hubungannya!" jawab Harsya.
"Aku tidak akan memiliki kekasih seorang artis, Day. Jadi, jangan berharap berlebih," ucap Hanan.
"Jangan bilang kalau kamu belum dapat melupakan Aira, 'kan!" celetuk Dayna membuat Hanan menyipitkan matanya.
Dayna tersenyum nyengir.
"Kamu menyukai istri orang, Nan?" tanya Anaya.
"Tidak, Bu. Mulut Dayna saja yang asal!" jawab Hanan.
-
Kini Hanan telah sehat, ia berjalan menuju kamar Hana dan bayinya. Di ruangan itu lagi-lagi dia mendapatkan bulan-bulanan dari sang kakak.
"Harusnya kamu ke sini menjenguk Kakak, bukan malah di rawat. Apalagi pingsan karena bertemu wartawan!" ledek Hana.
"Kakak tidak pernah tahu 'kan jika dikejar-kejar begitu," Hanan tampak sewot.
"Kamu harus terbiasa, apalagi berita kamu dan Nadine sudah di mana-mana!" celetuk Hana.
"Aku dan dia tidak memiliki hubungan apa-apa. Wartawan saja yang suka menulis berita bukan faktanya," ujar Hanan.
"Sayang, sudahlah. Jangan memojokkan Hanan begitu, lagian dia mungkin pingsan karena kelelahan. Kamu tahu 'kan akhir-akhir ini pekerjaan di Cantika Fashion sangat padat," jelas Dennis.
"Nah, Kak Dennis saja mengerti dan paham mengenai aku. Ini Kakak sendiri bukannya pengertian malah sebaliknya."
"Iya, ya, Kakak minta maaf. Sini peluk aku!" Hana merentangkan tangannya meskipun terduduk di atas ranjang.
Hanan lantas memeluk kakaknya dan mengucapkan selamat atas kelahiran putra pertamanya.
Dennis tersenyum haru melihat istri dan adik iparnya begitu akrab.
"Sepertinya aku harus berterima kasih kepada Kak Dennis karena berhasil menjinakkan Kak Hana," ucap Hanan.
Hana mendengus mendengarnya.
"Aku ingin menyapa keponakanku. Apakah dia lebih tampan dariku atau tidak," Hanan lantas berdiri dan melangkah ke boks bayi.
"Pastinya dia sangat tampan seperti ayahnya," Hana melirik suaminya sembari tersenyum.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semoga Kalian Suka Dengan Cerita Kali Ini, Ya.
Semoga Tidak Bosan Membacanya.
Selamat Berakhir Pekan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Ibad Moulay
Pingsan...
2023-10-22
1
Ibad Moulay
Kabar
2023-10-22
1