...Segala sesuatu yang terjadi sudah menjadi ketetapannya. Kadang kala ada hal yang tidka kita ketahui karena itu merupakan rahasia untuk masa depan. Rahasia masa depan cuma Allah yang tahu. Kejadian yang terjadi saat ini pasti akan menunjukkan masa depan kita. Untuk itu, jangan menyesali apa yang terjadi. Akan tetapi, cobalah memahami apa saja yang sudah terjadi pasti memiliki tujuan kelak di masa depan....
Kata-kata itu terus bergaung di telinga Papi Ali dan Gading saat ini. Kata-kata peringat yang selalu almarhum Papi Gilang gaungkan padanya dan mami Kinara hingga ia turunkan pada Gading saat ini.
Keduanya sedang dalam perjalanan pulang setelah masalah pelecehan itu mendapatkan titik muaranya. Para pelaku bersedia di tahan dan di hukum sesuai dengan UUD. Ketiganya masih pelajar.
Bagi pelaku yang melakukan penyiksaan sek*sual dapat dipidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300 juta, sesuai aturan Pasal 11 UU TPKS. Menurut Pasal 14 UU TPKS, pelaku kekerasan sek*sual berbasis elektronik dapat dipidana penjara maksimal 4 tahun dan denda paling banyak Rp200 juta.
Ketiganya sudah remaja saat ini. Sudah kelas tiga awal belum lagu ujian akhir. Jadi, sesuai UU Sistem Peradilan Pidana Anak, anak dibawah umur bisa dijerat hukum. Maka dari itu, anak di bawah umur tetap harus diawasi dan diedukasi.
Sebagai kesimpulan, anak dapat dipidana apabila anak tersebut berumur 14 (empat belas) tahun sampai umur 18 (delapan belas) tahun dan digunakan sebagai upaya akhir. Bagi anak yang berumur belum berumur 14 (empat belas) tahun hanya dapat dijatuhi tindakan. Artinya, anak di bawah umur akan mendapat pidana penjara dengan maksimal 7,5 tahun.
Sumber : Google
Ketiga anak muda itu dijatuhi hukuman penjara setelah persidangan dua hari akan datang. Kedua orangtua mereka begitu menyesalinya. Gading ingin meringankan hukuman itu karena mereka masih harus sekolah. Akan tetapi, hukum tetaplah hukum. Hukum keadilan harus di tegakkan sekali pun itu di bawah umur.
Bagas begitu menyesali perbuatannya. Ia, bahkan sampai memeluk kaki Gading untuk memohon maaf penolong kakaknya itu. Namun, apalah daya, hukum lebih berhak padanya saat ini.
Walau Bagas bersujud di kaki Gading, tetap ketiganya tidak akan bebas begitu saja. Hukum sudah berjalan saat ini.
Rio hanya bisa mengucapkan kata maaf berulang kali pada Gading yang ditanggapi dengan tulus oleh pemuda itu. Begitu juga dengan Dion. Ia berjanji, akan mencari abangnya itu dan ikut serta bersamanya di balik jerusi besi untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya yang sudah menodai Liliana dan juga kasus pembunuhan, yaitu Damian akan di penjara karena menyuruh Liliana untuk menggugurkan kandungan itu yang berujung fatal untuk sang janin dan juga Liliana sendiri.
Semuanya sudah selesai saat ini. Yang tersisa hanya penyesalan. Penyesalan yang begitu dalam menelusup ke relung hati kedua pemuda berbeda usia itu.
Gading hanya duduk melamun menatap keluar jendela mobil sang papi yang fokus membawa mobilnya. Papi Ali hanya bisa menguatkan Gading agar tidak berlarut dalam penyesalan.
Musibah itu datang karena memiliki tujuan untuk masa depan. Untuk itu, Gading harus bersabar dan berusaha kuat menjalani hari walau sangat sulit setelah tahu, kenyataan pahit yang ia lakukan demi kebaikan, menolong orang, malah berujung petaka untuknya. Terutama bagi gadis kecil kesayangannya.
Mengingat Al, buliran bening itu terus mengalir di pipi halusnya. Gading menangis dalam diam. Sakit sekali hatinya mengetahui fakta ini. Walau tadi, ia sudah menebak kemana arah Bagas berbicara, tetap saja. Kenyataan dan fakta yang begitu menyakitkan menghantam jiwanya saat ini.
Al terluka dan dianiaya itu karena perbuatannya yang ingin berbuat baik demi menolong rekan kuliahnya itu. Al masih dalam masa penyembuhan walau baru sedikit mengalami kemajuan.
Abi Prince dan Mami Tania, berusaha sekuat yang mereka bisa demi bisa menyembuhkan keponakan mereka itu.
Gading tersentak kala papi Ali memukul pelan pundaknya. Ia gelagapan kala buliran bening di pipinya terus mengalir di hadapan sang papi yang kini menatap nanar dan sendu padanya.
Secepat mungkin Gading menyeka air mata itu dan turun dari mobil. Diikuti oleh papi Ali di belakangnya. Waktu masih menunjukkan pukul sepuluh lewat empat puluh sembilan malam, tetapi cahaya lampu di kamar Al masih menyala.
Gading masuk menggunakan kunci cadangan yang ia bawa tadi. Papi Ali pun menyusulnya hingga menuju ke kamar Al. Setibanya di sana, Mami Kinara sedang menangis melihat Al yang meringkuk di sudut lemari tanpa ingin ia dekati.
Keduanya yang cemas segera masuk ke dalam kamar itu. Gading mendekati Al yang sedang meringkuk di sana dengan kepala tenggelam di kedua sisi tangannya yang terlipat.
Isakan lirih itu begitu jelas terdengar dan begitu menyayat harti Gading. Air mata yang tadinya sudah mengering karena ia paksa, kini kembali berlinangan membasahai pipinya saat melihat adik kesayangan sekaligus istrinya itu kini meringkuk karena ketakutan.
Pluk.
"Nggak! Ja-jangan!! Pergi!! Aku nggak mau!! Mami! Papi!! Bang Gading! Tolong!! Aarght ...," sahutan yang memekakakkan telinga itu mengguncang dan menikam jantung Gading karena ikut merasakan sakit yang istrinya rasakan saat ini.
Gading merengkuh tubuh istrinya yang berkeringat dingin. Ia segera memeluknya dengan erat. Gading menjerit sekuat yang ia bisa untuk meluapkan rasa penyesalan yang kini menghantam jiwanya.
Mami Kinara memeluk Papi Ali saat melihat putra sulungnya itu begitu terluka saat ini. Ya, Mami Kinara sudah tahu akan kejadian yang sebenarnya. Sebab, papi Ali sengaja menghubungkan sebuah alat yang bisa mendengarkan ucapan mereka melalui earphone yang terpasang di kancing baju Gading dan juga telinga mami Kinara.
Wanita muda itu begitu syok saat tahu penyebabnya yang bertepatan dengan Al pun ikut mengamuk kala Gading di sana juga mengamuk. Seperti memiliki kontak batin, keduanya berteriak dan menjerit bersamaan. Mami Kinara begitu kasihan melihatnya. Setelah Gading terdiam, Al pun berhenti dan meringkuk di sudut lemari pakaiannya sendiri.
"Hiks.. ma-maaf.. ma-maaf.. ma-maaf.. ma-maafkan abang, Sa-sayang.. Abang sa-salah," lirih Gading tersendat-sendat masih dengan isakan di bibirnya dan memeluk tubuh Al yang juga ikut menangis bersamanya.
Sakit sekali melihat kedua anak itu menderita karena dendam salah sasaran. Papi Ali hanya bisa memeluk mami Kinara untuk menenangkan ratunya itu. Bukannya hanya kedua anaknya saja yang terluka, dirinya pun tak kalah terlukanya. Ayah mana yang sanggup melihat kehancuran putrinya sendiri hingga terpuruk seperti itu?
Beliau mengurai pelukannya dan membujuk Gading untuk beristirahat karena waktu sudah semakin larut. Gading menurut. Ia hanya membuka sepatunya saja. Selebihnya, ia biarkan dan masih memeluk Al yang sudah terlelap walau masih terdengar sesegukan di sana.
...****************...
Bagi kamu yang baru mampir, jangan lupa like karya othor ini! kalian nggak akan rugi kalua pencet like untuk karya ini. Jangan jadi pembaca ghoib!
Banyak yang baca, like cuma 5 doang! 😒
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments