Kantor Polisi

Keesokan paginya.

Setelah Al merasa tenang dan kembali menulis semua pelajaran yang sedang ia ikuti melalui daring, Gading berpamitan pada mami Kinara. Papi Ali sedang ke swalayan menggantikan Gading hari ini. Sebab Gading harus ke kantor polisi demi memenuhi keinginan pelaku yang ingin bertemu langsung dengannya.

Gading menurutinya. Tanpa mengatakan kepada Al kemana tujuannya, ia segera melajukan mobil milik mami Kinara menuju ke kantor polisi. Dengan menggunakan kaca mata putih seperti kacamata dokter khusus untuk minus, pakaian casual kemeja putih, celana jeans biru serta sepatu kets putih, ia melenggang memasuki kawasan kantor polisi setelah memarkirkan mobil milik sang mami di tempatnya.

Para Polwan muda di sana menatap terpesona pada Gading yang saat ini masuk dengan wajah datarnya. Rambut hitam legam dengan belahan di samping kirinya dan tersisir rapi menambah kadar ketampanan yang di miliki oleh Gading. Sekilas terlihat Gading seperti aktor korea, Kim Tae oh.

Mata sipit hidung macung dan matanya itu keabuan menambah daya tarik tersendiri untuknya. Entah dari mana Gading mendapatkan warna mata seperti itu, Gading pun tidak tahu. Semua itu berubah setelah dirinya memegang komputer milik papi Ali yang waktu itu rusak.

Sempat Gading mengeluhkan sakit matanya hingga di rawat selama satu minggu, tapi setelah itu ia kembali sehat lagi. Ia tidak ingin mendengarkan perkataan dokter tentang matanya. Hanya mami Kinara yang mengetahui tentang matanya itu. Gading tidak ingin tahu dan takut untuk tahu tentang matanya itu.

Biarlah saat ini ia melihat sepuas yang ia mau. Jika tiba waktunya, Gading akan pasrah.

Gading masuk kesana di temani seorang petugas kepolisian. Beliau berdiri tidak jauh dari tempat Gading kini duduk menunggu kedatangan Rio, kakak kelas yang sudah melecehkan Al.

Rio datang dengan kepala menunduk. Tidak berani melihat wajah Gading yang terlihat dingin dan tajam padanya.

"Ada apa kamu ingin menemuiku?" ucap Gading langsung pada intinya.

Belum lagi Rio duduk, Gading sudah menyerangnya. Rio tergagu di tempatnya berdiri.

Ia menoleh pada dua polisi itu, dan keduanya keluar dari ruangan temu itu. Gading menaikkan satu alisnya melihat itu. Ia berdecih sinis melihat keadaan di sekitarnya mendadak sepi karena ulah anak pejabat yang satu ini.

"Kamu ingin membalasku, Rio? Belum cukup hukuman untukmu ini? Masih kurang?" ledek Gading pada Rio yang kini menatap nanar padanya.

"Maafkan kelancanganku memanggil Abang kesini,"

"Oh, jelas! Kamu sudah lancang menyuruhku kesini! Ada apa? Apa yang kamu inginkan dariku, Rio?" balas Gading pada Rio yang tercekat melihat Abang Alkira ini begitu marah padanya.

Masih teringat olehnya satu minggu yang lalu. Jika bukan karena tangisan Al yang memeluk tubuhnya dalam keadaan polos, maka Rio sudah mati di tangan Gading waktu itu.

Rio menatap sendu pada Gading. "Izinkan aku bertanggung jawab dengan Al, Bang. Aku tahu aku salah. Aku ingin mempertanggung jawabkan semua perbuatanku padanya. Aku yang memulainya, maka aku juga yang mengakhirinya. Aku melakukan ini karena menyayanginya dan lelah terus di tolak olehnya. Al selalu mengatakan jika kamu baik dan akan menerimaku menjadi suaminya. Maka dari itu, aku ingin minta padamu. Nikahkan aku dengan Al, adikmu!" katanya pada Gading yang kini menaikkan satu alisnya tinggi-tinggi.

Rio menatap nanar dan sendu pada Gading. Secuil rasa bersalah itu terus menghantuinya selama seminggu ini. Lama keduanya terdiam hingga Gading terkekeh teringat ucapan Rio tadi, pemuda yang sudah jatuh cinta pada Al, istrinya.

"Kamu tahu? kamu itu sangat bodoh sebagai laki-laki! Jika kamu sayang dan mencintainya, tidak mungkin kamu menodainya dan melecehkan bersama kedua temanmu! Jika kamu meninginginkannya, datang ke rumah kami! Bicarakan dengan baik-baik! Bukan dengan cara menodainya! Jika kamu mencintainya seharusnya, kamu menjaganya! Menjaga kehormatannya! Bukan malah merusaknya! Paham kamu?" ketus Gading dengan nada dinginnya yang benar-benar menusuk hati Rio saat ini.

Rio menunduk dan terisak di sana.

"Jika kamu mencintainya, tidak perlu melukainya hingga seperti itu! Kamu, sudah melakukan hal nista padanya! Jika saja aku tidak mendengar rengekannya yang memintaku untuk melepaskanmu, maka aku sudah menghabisimu waktu itu! Kamu itu gila atau apa, sih, Rio? Tidak terpikirkah olehmu, bahwa perbuatanmu ini merugikannya? Masa depannya? Tidak takut kamu dengan azab dari Allah? Azab akan terus menyertaimu selagi kamu berbuat demikian. Tidak denganmu, dengan adikmu, kakakmu atau bisa saja istrimu kelak! Berpikirlah sebelum bertindak Rio!"

"Kamu sudah keterlaluan sebagai pelajar yang punya otak pintar! Punya otak, tetapi tidak bisa di gunakan dengan baik! Jika kamu pintar, tentunya kamu tidak akan membawa temanmu untuk menodai apa yang akan menjadi milikmu, bukan?"

Rio menunduk lagi. Ia membenarkan ucapan Gading baru saja.

"Bodoh! Benar-benar bodoh kamu! Kamu bukan cinta padanya, tetapi kamu terobsesi karena kecantikan yang dimiliki olehnya! Kamu laki-laki, bocah ingusan, kurang ajar yang pernah aku temui! Aku yang abang angkatnya saja tidak berani melecehkannya! Lantas kamu? Lelaki asing yang baru saja masuk ke dalam kehidupannya kemudian merusaknya?"

"Gila kamu!"

Deg!

"Psikopat kamu!"

Deg!

"Tidak punya otak kamu! Sekiranya kamu memiliki otak, kamu pasti bisa berpikir dengan baik dan jernih. Menginginkan seseorang harus dengan cara baik dan luluhkan hatinya melalui doa! Bukan dengan cara merusaknya! Dan sekarang? Di saat ia sudah rusak dan terluka, kamu datang untuk memberi perlindungan padanya? Begitu?"

"Heh, Bulshitt! Pembohong ulung kamu! Apa tujuanmu menemuiku, cepat katakan!" seru Gading dengan suara naik satu oktaf karena kemarahannya berada di ubun-ubun saat ini. Rio terjingkat mendengar seruan Gading baru saja.

Astaghfirullahal'adhim, ya, Allah..

Gading terus beristighfar dalam hati untuk meredakan rasa amarah yang kini ingin menyembur dan melahap Rio yang kini tergugu duduk dengan menunduk di hadapannya.

"Tak perlu kau bertanggung jawab padanya. Cukup kami saja yang bertanggung jawab padanya. Jika kamu menginginkan tanggung jawab, maka jalani hukumanmu. Tunjukkan padaku dua temanmu yang kini kabur. Pancing keduanya untuk bisa menemuimu. Dengan begitu, aku akan mengurangi hukumanmu!" lanjut Gading yang membuat Rio mendongak dan melihat padanya.

"Maksud A-abang?" tanyanya sedikit tergagap karena melihat wajah dingin Gading saat ini.

Bulu kuduknya berdiri. Sekuat tenaga ia bertahan dari tatapan intimidasi itu padanya.

"Lakukan sesuatu untuk memancing kedua temanmu itu, maka aku berjanji akan mengurangi hukuman kalian bertiga. Hukuman kalian tidaklah berat karena masih di bawah umur. Akan tetapi, karena aku yang memintanya, pihak kepolisian mau melakukannya. Masalah adikku, kamu tidak perlu memikirkannya. Dia tanggung jawabku dunia dan akhirat. Pikirkan saja nasibmu setelah ini."

"Apakah kamu tidak ingin lanjut sekolah lagi, Rio? Apakah kamu tidak ingin membuat orangtua bangga denganmu?"

Rio menundukkan kepalanya lagi. Ia kembali terisak.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!