Di cabang swalayan

Satu malaman sepasang anak muda berbeda usia itu menangis bersama. Menangis akan hal yang satu muaranya. Jika Gading menangisi penyesalannya akibat menolong orang malah berujung petaka, maka Al menangis karena rasa trauma yang di sebabkan oleh petaka itu kembali lagi tadi malam setelah sekian lama ia di obati.

Entah apa yang terjadi, Al pun tidak tahu. Sekiranya Al tahu, ia pasti akan menanganinya dengan baik seperti kata Mami Tania dan Abi Prince dulunya.

"Rasa trauma itu akan balik jika kamu terus takut dan menjauh darinya. Akan tetapi, jika kamu menghadapinya dengan tenang dan menerima kenyataan yang terjadi pada dirimu itu adalah musibah, maka kamu tidak perlu tertekan akan masalah itu. Cobalah hilangkan rasa tertekan dan rasa takutmu akan hal itu. Hanya kamu yang bisa mengendalikan rasa takut itu. Bukan mami, Abi dan juga abangmu, Gading."

Ucapan Abi Prince terus terngiang di pikirannya. Akan tetapi, tadi malam saat dadanya merasa sesak karena mengingat Gading, entah kenapa pikiran takut, kalut dan juga dihantui oleh kejadian itu membuat Al kembali mengamuk dan berteriak histeris lagi seperti pertama kali kejadian itu terjadi padanya.

Pagi ini Gading sudah bersiap dan duduk di meja makan.

"Apa nggak istirahat aja dulu, Nak? Mata kamu masih sangat sembab, loh. Belum lagi, kepala kamu katanya subuh tadi masih pusing? Nggak usah ke cabang dulu, ya?" ucap Mami Kinara yang membuat Gading tersenyum teduh padanya walau dengan mata bengkak.

"Tak apa, Mi. Papi aja udah ke swalayan. Abang ini yang kesiangan? Mana udah pukul delapan lebih lagi!" jawab Gading pura-pura menggerutu.

Mami Kinara tahu itu. Beliau hanya bisa menghela napasnya, pasrah. Itulah yang beliau lakukan saat ini.

"Ya, sudah, kamu hati-hati, ya? Kalau udah nggak sanggup, istirahat aja dulu di sana. Tak usah pulang. Di dalam ruangan itu ada kamarnya, kok." Ucap Mami Kinara lagi yang semakin pasrah dengan putra sulungnya itu.

Gading tersenyum dan mengangguk sambil terus mengunyah. Selesai sarapan, ia berpamitan dengan mami Kinara dan langsung menunju ke swalayan cabang yang sudah di buka melalui dirinya.

Cabang usaha mami Kinara yang kelak akan ia wariskan untuknya kelak. Hal ini Gading belum mengetahuinya. Sebab Mami Kinara dan Papi Ali sengaja merahasiakan semua itu darinya.

Pukul sembilan lebih tiga puluh, Gading tiba di sana. Ia mengernyitkan dahinya saat masuk ke dalam swalayan di mana seorang kasir sedang berbicara sambil tertawa dengan seorang pemuda yang begitu ia kenal dari postur tegap tubuhnya itu.

Ia masuk tanpa menggubris sapaan pegawai swalayan miliknya itu. Saat tiba di belakang kedua orang yang tidak menyadari kedatangannya itu, Gading berdiri mematung kala mendengar ucapan dari seorang pemuda yang begitu di kenalnya, bahkan masih buron.

"Hihihi.. Abang bisa aja, deh! Terus, kita main di mana nanti malam? Udah kangen akunya sama goyangan hot kamu!" kata Gadis kasir itu.

Laki-laki yang berdiri di hadapannya itu tergelak keras dengan kepala mendongak ke atas.

"Segitunya, ya? Apa nggak kebalik, tuh? Abang, loh yang ketagihan dengan goyangan kamu?" godanya pada gadis itu yang tersipu malu karena ulahnya.

Tanpa rasa takut dan rasa malu, laki-laki itu sengaja mere mas buah sintal yang lumayan besar itu dengan lembut yang membuat mata gadis kasir itu terpejam seketika saat merasakan sensasi dari remasan di buah sintal miliknya.

Gading mengepalkan kedua tangannya saat melihat kedua orang yang tidak tahu diri dan tahu tempat itu. Ingin dirinya melabrak keduanya, tetapi ia tidak bisa gegabah. Gading butuh bukti untuk di serahkan pada pihak kepolisian. Sebab target yang mereka cari tanpa di duga menunjukkan dirinya di hadapan Gading.

"Ssstt.. Ah," lenguh gadis itu kala pertahanan tubuhnya roboh kala tangan besar itu terus mere mat buah sintal miliknya.

Gading semakin mengeratkan rahangnya.

Cih! Dasar biadab! Tidak tahu adab! Ingin berbuat kotor di tempat usaha mamiku?! Heh?! Tunggu saja kau Mila! Dasar murahan!

Geram Gading dengan tangan terus terkepal erat. Sedangkan pemuda itu semakin menikmati wajah dari rekan mainnya itu dengan senyum simpul menghiasi wajahnya. Ia sangat menikmati wajah gadis perawan yang sudah ia renggut dengan paksa itu.

"Hem, sebaiknya kamu izin saja. Kita harus bersenang-senang. Abang udah nggak tahan," lirihnya menggoda sembari tangannya itu mengelus senjatanya yang sudah menonjol dibalik celana jeans yang ia kenakan.

Mata gadis kasir yang sudah berubah menjadi wanita itu melirik sekilas kemana tangan pemuda itu. Ia menggigit bibir bawahnya hingga membuat pemuda itu semakin kuat mere mat buah sintal miliknya.

"Ugh, Bang! Ba-basah.." keluhnya dengan nada menggoda.

Gading melototkan matanya saat melihat teman kampus serta target yang sedang buron itu ingin berdiri dan menuju ke arah kasir.

Gading dengan cepat berbalik dan berjalan cepat ke belakang rak yang tersedia di sana. Ia ingin mengamati kemana keduanya akan pergi. Gading ingin mengambil rekaman keduanya saat melakukan tindakan asusila sebagai barang bukti yang akan ia laporkan ke polisi nantinya.

Kedua orang itu segera menuju ke belakang setelah meminta izin pada salah seorang yang akan menggantikannya sebagai kasir. Gading mengikutinya dengan jari telunjuk terletak di bibirnya pertand asmeua karyawan yang tahu harus diam.

Mereka semua patuh walau keringat dingin saat ini mengucur di tubuh mereka.

Gading mengikuti kedunaya hingga menuju ke gudang stok barang. Setibanya di sana, Gading tidak melihat keduanya. Ia berjalan perlahan masuk ke dalam gudang itu hingga menuju sebuah ruangan kecil berdekatan dengan toilet.

Ia semakin mempercepat langkahnya kala mendengar suara aneh dari dalam ruangan yang terletak di samping toilet itu. Kaki Gading semakin mendekati tempat itu hingga dirinya terpaku saat melihat adegan dewasa di hadapannya saat ini.

Matanya membulat sempurna saat melihat apa yang keduanya lakukan tanpa sehelai benang pun. Gading segera menyingkir ke tepi dinding yang tertutup dengan banyak kotak di sana. Ia mengeluarkan ponselnya dan meletakkannya di samping dinding itu dengan kamera mengarah pada keduanya.

Tubuh Gading merinding kala mendengar lenguhan dan desahaan dari gadis kasir itu. Ia terpaksa tetap di sana demi sebuah bukti yang akan ia tunjukkan pada pihak polisi, jika Damian merupakan seorang player sejati dalam hal begituan.

Gading tidak menyangka, jika Damian melakukan hal itu di luar batas sedangkan dirinya belumlah menikah hingga saat ini.

"Tidak cukupkah bersama Liliana saja? Kenapa semua wanita muda terpesona oleh ketampanannya yang tidak seberapa? Apa hebatnya dengan Damian. Nilai kurikulumnya saja banyak yang di manipulasi karena dirinya begitu lihai menyogok seorang dosen dengan senjatanya itu! Hiii.." Gading bergidik ngeri kala membayangkan berapa banyak wanita yang Damian cicipi hanya untuk memuluskan rencananya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!