Gading sedang menyisir rambut Alkira setelah mami Annisa tadi pulang. Ia cukup lama berbicara dengan mami Annisa. Papi Tama banyak memberi wejangan padanya. Gading menuruti ucapan papinya itu yang seharusnya ia panggil uwak. Akan tetapi, karena beliau menikah dengan mami Annisa, adik kecil dari Uwak Lana dan Uwak Ira, maka panggilan papilah untuknya dari semua keponakan mami Annisa.
"Bang,"
"Hem? Sayang butuh apa? Biar abang ambilkan!" jawab Gading cepat yang dibalas gelengan oleh Alkira.
Al berbalik dan menghadap padanya yang kini sudah selesai menyisir rambut hitam legam dan ikal miliknya. Ikal akibat sering di kepang oleh Gading sedari kecil hingga ia remaja seperti saat ini.
Al menatap lekat pada abangnya itu. Gading pun demikian. Keduanya menatap lekat sama-sama.
Gading tersenyum teduh padanya. "Kenapa? Apa yang kamu inginkan, Sayang? Jangan takut untuk mengatakannya. Selagi abang bisa dan sanggup, maka abang akan melakukannya untukmu." Ucap Gading memberi semangat pada Al yang kini menatap sendu padanya.
Ala maju dan duduk dipangkuan Gading yang sedang duduk bersila dengan posisi tubuh saling menghadap. Gading memeluk tubuh itu. Ia mengusap punggung Al yang dibaluti piyama tipis kesukaannya. Baju pemberian Gading saat suaminya itu baru saja gajian dari swalyan sang mami.
"Kenapa? Ngomong, Sayang. Kalau kamu nggak ngomong, gimana abang tahu apa yang menjadi kemauanmu? Abang bukan cenayang yang mengerti semua isi hati dan pikiranmu!" tukas Gading dengan tegas dan lembut pada Al yang kini semakin mengeratkan tubuhnya di tubuh Gading.
Rasa nyaman dan hangat itu menusuk relung kalbunya. Al terpejam dengan napas teratur. dalam mata terpejam, ia mengingat akan kejadian satu minggu yang lalu menimpa dirinya.
Saat itu, ia akan pulang bersama teman sekelasnya. Temannya yang bernama Dista sudah menunggu di parkiran, sesuai arahan dari Al sendiri. Al yang masih sibuk dengan buku catatannya tidak sadar jika suasana di luar berubah menjadi mendung. Saking sibuknya dengan soal, ia sampai lupa dengan waktu.
Pada saat ia melihat ke pintu, dirinya terkejut bukan main melihat tiga orang kakak kelasnya berdiri dengan menatap lekat padanya. Kedua pemuda itu menyeringai melihat padanya. Sementara yang satu lagi, menatap datar padanya.
Ketiga orang itu mendekati Al yang kini ketakutan, tetapi sekuat tenaga ia bersikap tenang. Sekujur tubuhnya mengeluarkan keringat dingin. Dirinya seorang diri di sana. Sedang bersamanya, ada tiga orang laki-laki. Apa yang akan ia lakukan demi melindungi dirinya?
Al bergeming kala dua pemuda itu duduk di sampingnya.
"Hai Al, pulang bareng, yuk?" sapa salah satu kakak kelas Al yang kini duduk di samping kirinya.
Al tersenyum ramah, "Terima kasih, Kak. Maaf sebelumnya, aku bisa pulang sendiri. Dista udah nunggu aku di luar, duluan, ya, Kak?" balas Alkira dengan segera bangkit dan menuju ke arah pintu yang sudah tertutup itu.
Keringat dingin terus membasahi tubuhnya. Sekuat tenaga ia bersikap tenang walau hatinya gundah gulana saat ini.
Bang Gading.. Tolong adek..
Batinnya berharap Gading mendengarkan rintihan dan panggilan hatinya saat ini. Tubuh Al bergetar kala tangannya di sentuh oleh pemuda yang berdiri di depan mejanya tadi.
"Mau kemana, hem? Di luar masih hujan, loh. Duduk dulu di sini," bujuknya sembari mencekal pergelangan kecil Al dan membawanya kembali duduk di hadapan pemuda yang satu lagi. Pemuda yang selalu menatapnya dengan dingin dan datar tanpa ekspresi.
Al menepis tangan keduanya saat dagunya di sentuh. Keduanya tertawa.
"Apa yang kamu inginkan dariku, Kak Rio? Bukankah semuanya sudah jelas? Jika kamu menginginkan aku, maka datanglah pada kedua orangtuaku. Bicarakan baik-baik maksud dan tujuanmu. Abangku tidak seburuk yang kamu kira, Kak!" Ucap Al membujuk pemuda yang bernama Rio yang kini duduk di hadapannya.
"Ck. Kami tidak ingin meminta restu atau apapun pada orangtuamu, Al. Tetapi kami?"
"Kami ingin menikmati tubuhmu secara bergilir! Hahahaha.."
Dduuaar!
Suara gemuruh di langit sana membuat Al tersentak dari lamunan panjang itu. Tangan Al mencekik Gading tanpa sadar.
"Tidak! Aku tidak mau di paksa! Kamu berani menyentuhku? Maka tanganmu ini akan patah oleh abangku! Minggir! Lepas! Jahannam! Jangan mentang-mentang kamu anak pemilik sekolah ini, kamu bisa melakukan hal ini seenaknya padaku! Argghgtt.. Sakitttt!! Bang Gading!!!!!" teriak Alkira semakin kuat mencekik leher Gading yang kini memerah wajahnya.
Gading merasakan napasnya tertahan hingga begitu sesak. Ia memegang tangan Alkira yang begitu kuat mencekiknya. Sekuat yang ia bisa, ia kecup putik ranum yang kini Al gigit hingga berdarah.
Cup!
Tersentak tubuh itu. Bukannya berhenti. Al semakin meronta-ronta hingga cekalan tangan di leher Gading terlepas seketika. Gading menghela napas panjang. Ia memeluk tubuh Al dan terjatuh di ranjang keduanya dengan saling berpelukan.
Al terus berteriak sekuat yang ia bisa. Suara raungan dan rintihannya itu mengundang langkah kaki yang baru tiba itu berlari seketika hingga mendorong pintu kamar Al dan Gading begitu kuat hingga engsel pintu itu terlepas satu.
Napas kedua orang itu memburu melihat Gading yang kini memeluk erat tubuh Al yang terus meronta-ronta tidak jelas. Mami Tania dan abi Prince tertegun melihat itu.
Gading masih membujuknya dengan susah payah. Hingga sentakan Gading membuat tubuh kuyu itu terjingkat kaget begitu pun dengan kedua orang yang kini berdiri mematung di depan pintu kamar keduanya.
"Al! Ini abang! Lihat! Buka matamu! Abang bukan Rio, Sayang!" ucap Gading dengan hati dan tubuh yang benar-benar sakit melihat Al seperti itu.
Al membuka kedua matanya. Manik mata legam itu menatap manik mata legam keabuan milik Gading yang kini tersenyum dengan bibirnya membengkak karena ulahnya baru saja.
Bibir Al bergetar lagi. Ia mengecup semua wajah Gading serta bibir yang terluka itu berulang kali dengan air mata yang terus berlinangan.
"M-maaf, a-aku hiks.. Maaf, Bang. M-maaf, m-maaf, m-maaf..." lirihnya segera memeluk Gading kembali yang kini juga memeluknya dengan erat.
Kedua orang yang mematung itu saling pandang dan menghela napas panjang.
"Pengobatan kita mulai sekarang, Kak! Al kita sangat parah saat ini! Gading yang akan menjadi tameng kita saat ia mengamuk nanti!" ucap Abi Prince yang diangguki oleh mami Tania.
...****************...
Othor mohon pada kalian semua, jangan timbun bab ye? Baca setiap kali othor update agar kalian terbaca oleh sistem!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments