Lama keduanya terdiam setelah ucapan Gading yang terakhir kalinya. Rio pun tidak tahu harus berkata apa lagi pada abang wanita yang ia cintai ini.
Cinta pada pandangan pertama sejak pertama kali bertemu membuatnya khilaf dan salah jalan seperti ini. Bosan dan lelah karena terus menerus di tolak oleh Al, ia mengambil jalan ini. Jalan salah yang di bisikkan oleh kedua temannya demi bisa mendapatkan Al seutuhnya.
Di saat dirinya akan menodai Al, ia sempat terpaku melihat wajah putih mulus tanpa cela itu memohon untuk tidak di sentuh. Akan tetapi, bisikan setan dari kedua sahabatnya waktu itu, membuatnya kalap hingga terpaksa merobek selaput dara yang di jaga Al khusus untuk suaminya kelak ia paksa dengan pusat tubuhnya.
Akan tetapi, semua itu tidaklah mulus seperti yang ia kira. Saat ingin melesakkan habis senjata tumpul miliknya itu, dirinya di kagetkan dengan pintu ruangan itu terbuka hingga terlepas dari tempatnya. Spontan saja Rio mematung melihat siapa orang itu.
Ia tidak sadar ketika tubuhnya terhempas dan terpelanting akibat amukan Gading padanya waktu itu. Rio menangis pilu mengingat kejadian itu. Ia menyesal. Benar-benar menyesal. Selama seminggu ini, dirinya terus dihantui suara Al yang meminta tolong untuk tidak menyentuhnya. Untuk tidak menjamah tubuhnya. Untuk tidak menodainya bersama kedua sahabatnya.
Rio sampai imsomnia selama lima hari. Ia tidak bisa tidur karena terus dihantui rasa bersalah itu pada Al. Dan hari ini, ia beranikan diri untuk berbicara pada Gading. Seseorang yang telah menyelamatkan Al pada saat kejadian nahas itu.
Maksud hati ingin mengurangi rasa bersalah dan sesak di hati, eh, malah Rio mendapatkan amukan Gading kembali. Tangan Gading tidak bergerak menyentuh tubuhnya. Akan tetapi, kata-kata yang Gading katakan padanya, begitu menggores relung batinnya.
Rio tersiksa dengan keadaan ini. Rio sakit. Ia merasa begitu bersalah pada pujaan hatinya itu. Benar kata Gading, jika cinta harus menjaga, bukan malah merusaknya.
Rio terisak dalam kesendiriannya. Gading tetap melihat lelaki kecil bertubuh tegap sama dengannya jika sudah dewasa nanti. Paras yang tampan membuat semua wanita lajang akan terpikat pada pesonanya. Akan tetapi, karena hal buruk yang baru saja ia lakukan, menambah minus dirinya saat ini.
Buat apa tampan kalau tidak memiliki hati nurani dan juga kelakuan yang baik? Otak pintar pun percuma, jika pikirannya di kendalikan oleh napsu saja. Gading menghela napas panjang melihat Rio menyesali perbuatannya.
Bukankah sudah seharusnya? Ia menyesal dengan perbuatannya itu. Kenapa baru sekarang di saat semuanya sudah menjadi bubur? Kenapa tidak saat ia berusaha merusak wanita yang ia cintai itu? Memikirkan Rio mencintai Al, darah Gading berdesir hebat.
Ia berulangkali menghela napas panjang dan begitu berat. Rio tahu itu.
"Dengar, Rio. Kamu laki-laki yang baik yang salah jalan saja. Kamu kalap karena mendengar hasutan kedua sahabatmu. Kamu baik, dan kamu pintar. Hanya saja, karena cinta, kamu tega melakukan hal ini pada adikku. Apapun itu, kamu tetap bersalah Rio. Abang bisa mengurangi hukumanmu di sini, tetapi bagaimana dengan hukumanmu di akhirat kelak? Apakah Allah tidak akan menghukummu sesuai dengan perbuatanmu?"
"Tidak Rio. Allah itu Tuhan yang adil. Dia akan menghukum orang-orang yang telah berbuat demikian. Bagi pendosa, mereka akan mendapatkan hukuman yang setimpal. Tidak di dunia, di akhirat kelak pun kamu dapatkan hukumannya. Jangan lagi kamu mengulangi hal ini, Rio. Sebab apapun yang kamu lakukan pada Al, semua itu merugikannya sebagai seorang perempuan."
"Kita laki-laki tidak akan cacat jika sudah tidak perjaka. Tetapi, perempuan? Mereka akan dihina dan dicemooh jika sudah tidak perawan lagi. Beruntungnya Al mendapatkan suami dan ibu mertua yang baik, bagaimana jika sebaliknya? Akankah dia diterima di dalam keluarga itu?"
"Benar, jika saling mencintai ikhlas karena Allah, tidak perlu ada perawan atau kesucian. Hanya saja, pemikiran dalam masyarakta kita ini sudah berkembang terlalu jauh. Mereka berpikiran kolot. Jika tanpa perawan, maka rumah tangga anak mereka tidak akan bahagia, padahal tidak."
"Sebuah rumah tangga yang bahagia bukan di ukur dengan keperawanan dari seorang wanita atau istri. Rumah tangga itu akan bahagia karena kita yang membuatnya. Mencintai dirinya apa adanya dan menyayanginya setulus hati, akan membuat hati kita bahagia. Kamu masih muda jadi, kamu belum paham dengan apa yang abang katakan. Intinya, jangan lagi berbuat hal yang merugikan perempuan."
"Kamu harus berubah menjadi lebih baik lagi. Lupakan Al. Dia bukan jodohmu. Seandainya kamu memiliki jalan seperti membujuk Allah untuk memintanya menjadi milikmu, maka Al pasti menjadi milikmu. Akan tetapi, dengan kejadian ini, jangankan Allah mengabulkan permintaanmu, Allah pun murka padamu! Kamu merusak seorang wanita yang sama seperti ibu, kakak dan adikmu. Tidakkah kamu berpikir sedikit saja, saat kamu merusak Al, apa yang akan terjadi jika tiga wanita yang abang sebut tadi merasakan hal yang seperti Al rasakan? Bisakah kamu mengembalikan keceriaan yang sudah terenggut itu?"
"Akankah kebahagiaan menghampirinya setelah kejadian nahas itu? Bagimu mudah mengatasinya dengan uang. Tetapi, kami tidak. Kami tidak memikirkan uang Rio. Yang kami pikirkan, putri kami! Dia terluka. Terluka begitu parah akibat perbuatanmu. Abang tidak yakin Al akan sembuh dalam waktu dekat ini. Takutnya, Al akan bertambah parah jika kamu bebas dan menemuinya nanti."
"Satu pesan abang, Rio. Jika kamu sudah berhasil membawa kedua sahabatmu dan kalian di hukum bersama serta bertaubat tidak melakukan hal ini lagi, maka jangan pernah temui Al di mana pun dia berada. Jika kamu berpapasan dengannya, pergilah menjauh! Menghindar lebih baik daripada melukainya kembali. Dan apa yang kamu pinta tadi, abang tidak bisa mengabulkannya. Al sudah menjadi milik pria lain. Pria yang bisa menuntun, menjaga, serta menyayanginya tanpa mengharapkan balasan."
"Dia yang akan menjadi imam dunia dan akhiratnya. Untuk itu, kamu tidak perlu bertanggung jawab padanya. Jika kamu ingin bertanggung jawab, maka berikan keadilan padanya dengan cara menjalani hukuman ini. Ini lebih baik daripada memaksa untuk menikahinya yang berujung terluka dan gila nantinya. Abang pulang, Rio. Ingat kata-kata abang tadi," imbuh Gading dengan segera berlalu karena pihak kepolisian sudah memberi kode padanya waktu sudah habis sedari tadi untuk berbicara dengan Rio.
Setelah Gading berlalu, tinggallah Rio yang bergeming kala seorang polisi ingin membawanya masuk kembali ke dalam penjara sementara sebelum kedua sahabatnya di temukan.
Rio merenungi semua ucapan Gading padanya. Ia menyerap tiap kata dan nasehat yang Gading katakan padanya. Rio bertekad akan berubah dan menjadi lebih baik lagi. Ia bertaubat melakukan hal itu. Cukup sekali seumur hidup! Sebelum itu, ia akan memancing kedua sahabatnya dan menjalani hukuman bertiga di dalam penjara nan dingin itu.
Hukuman itu lebih pantas untuk ketiganya di bandingkan hukuman yang Gading katakan dulunya ingin membunuh mereka bertiga setelah ketiganya berkumpul di dalam penjara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments