Saksi bisu

Gading tercenung seorang diri di belakang tumpukan kotak itu. Kedua pasangan lak nat itu masih saja melakukan aktivitas haram mereka. Telinga Gading seakan tuli mendengarkan alunan hina dari keduanya.

Gading masih tercenung memikirkan tentang Ftria Karisma. Gadis kecil yang dulu begitu memuja dan selalu ingin dekat dengannya, tetapi ia abaikan. Fitria Karisma merupakan adik kelas Gading saat ia duduk di bangkus SMP. Tentang kebakaran itu, Gading masih mengingatnya hingga saat ini.

Kejadian itu begitu cepat terjadi. Gading tidak tahu darimana asal api itu hingga melahap semua bangunan sekolah yang waktu itu ada Al di sana. Adik kecilnya itu ngotot ingin menunggunya bersama supir mereka. Mami Kinara pun tahu itu.

Saat itu, Gading terkejut karena salah satu siswa mengatakan jika ada seorang anak kecil berusia tujuh tahun tidak bisa keluar dari toilet di dalam ruangan yang terbakar itu. Gading yang ingin tahu, segera mendekati toilet yang sudah di lahap api itu.

Gading histeris saat tahu jika Al-nya di dalam sana setelah supir mereka mengatakan jika Al pamit akan ke toilet. Gading mengamuk saat itu. Ia panik. Ia yang kelabakan tidak tahu harus melakukan apa.

Saat Gading ingin masuk ke dalam sana, ia di tahan oleh dewan guru. Gading meronta. Hingga tanpa sadar ia menendang seorang guru yang berusaha menghalanginya untuk menyelamatkan adiknya.

Gading tidak peduli dengan panasnya api, yang penting adik kesayangannya. Gading berusaha sendiri membuka pintu toilet itu di bantu seorang adik kelasnya yang sering mengganggunya saat istirahat tiba.

Gadis kecil itu rela terbakar api tubuh dan wajahnya demi bisa menolong Gading. Gading senang melihat ada yang membantunya. Setelah bersusah payah berusaha, Gading bisa menyelamatkan Al yang waktu itu sudah tidak sadarkan diri.

Ia keluar bersama supirnya dari sekolahnya langsung menuju ke rumah sakit. Meninggalkan gadis yang tadi menatap nanar padanya setelah ia menolongnya. Gadis itu ambruk dengan dinding papan di toilet itu menimpa wajahnya hingga terbakar.

Setelah itu, Gading tidak tahu apapun lagi. Baginya, Al-nya. Bukan gadis itu. Gading melupakan Gadis yang menolongnya itu hingga saat ini.

Gading memejamkan kedua matanya dan beristighfar berulang kali dengan air mata berjatuhan di pipinya. Gading menangis dalam diam menyesali perbuatannya yang mengabaikan adik kecil penolongnya itu hingga sekali pun ia tidak pernah bertanya pada pihak sekolah.

Pantas saja, kedua orangtua Fitria sempat menyindirnya dengan kata-kata pedas yang Gading sendiri tidak paham saat hari kelulusannya.

Astaghfirullahal'adhim... Astaghfirullahal'adhim.... Astaghfirullahal'adhim....

Gading terus menerus beristighfar hingga getaran di ponselnya membuatnya terkejut dan melihat ponselnya itu. Gading menatap nanar pada ponselnya itu yang ternyata, istrinya lah yang menghubunginya.

'Abang di mana? kenapa belum pulang? Sibuk banget, ya, sama kerjaan di swalayan cabang? Perlu adek kirimkan makanan kesana? Papi sama mami sedari tadi begitu khawatir sama abang. Kalau udah selesai, abang pulang, ya?'

Gading memeluk ponselnya itu sambil menangis dalam diam. Cukup lama ia menangisi nasib yang tidak baik menimpanya saat ini. Sadar, jika dirinya sedang merekam kedua manusia itu, Gading segera menghapus air matanya.

Gading tidak peduli lagi dengan kegiatan keduanya. Ia sengaja memasang headseat di kedua telinganya yang ia samarakan dengan suara murotal Al Qur'an yang membuatnya tenang.

Gading mengambil jam tangannya dan menekan sesuatu di sana. Ia sengaja meletakkan jam itu di tempat yang tersembuyi. Jam tangan itu sudah ia desain khusus untuk merekam video dan ucapan jika jam itu berfungsi.

Gading sengaja mengirim pesan video itu pada papi Ali. Gading menyuruh papi Ali untuk menyerahkannya pada pihak kepolisian. Gading akan menunggu mereka di sana.

Malam ini, ia tidak akan pulang. Ia berencana akan menunggu polisi datang kesana dan menangkap kedua pelaku itu besok pagi. Untuk masalah bawahan Gading yang bekerja di swalayan, ia sudah mengirimkan pesan singkat untuk mereka semua.

Mereka paham dan patuh. Gading masih butuh banyak bukti tentang keduanya agar menghukum kedua manusia laknat itu sesuai dengan hukum yang berlaku.

Jika menyangkut masalah Fitria, Gading sudah memiliki jalan keluarnya. Malam ini, di dalam gudang yang di penuhi dengan tumpukan kotak dan juga nyamuk yang lumayan banyak, Gading bertahan di sana demi mengumpulkan sebuah bukti.

Gudang di tempatnya berdiam diri saat ini. Ia menjadi saksi bisu bagaimana keduanya melakukan perbuatan haram hanya demi membalas Gading yang tidak tahu apapun tentang perasaan gadis itu.

Sementara di kediaman mami Kinara, Papi Ali segera bertolak ke kantor polisi dengan membawa bukti baru tentang target yang sedang mereka cari saat ini.

Setibanya di sana, Komandam Sam pun baru saja keluar dari sana untuk mengurus sesuatu. Akan tetapi, ketika melihat papi Ali yang masuk dengan tergesa, ia terpaksa beralih masuk ke dalam dan mengikuti papi Ali.

Pihak kepolisian begitu terkejut melihat bukti itu.

"Anda yakin, ini benar Tuan Ali? Ini kongkrit?" tanya salah satu petugas kepolisian yang tidak percaya dengan ucapan papi Ali beserta bukti itu.

Wajah papi Ali yang tadinya begitu berharap banyak, kini berubah datar dan dingin seketika.

"Baik, Anda berarti tidak mau mengusut kasus ini, bukan? Baik! Saya akan melakukan eksekusi ini sendiri! Saya akan membuktikan pada Anda, jika bukti ini asli, bukan palsu seperti yang Anda kira! Saya tahu siapa Anda, Pak Jatmoko! Baik, kita tunggu laporan dari Komandan Arya Wisesa tentang Anda dan juga rekan Anda yang menolak untuk menangani kasus ini! Lebih baik saya cari kantor polisi lain yang mau dan berkompeten akan mengusut kejahatan walau itu malam buta!"

Dduuaar!

Aparat polisi yang bernama Jatmoko itu tersentak kala nama komandan yang begitu mereka takuti, papi Ali sebut. Mereka semua gelagapan. Komandan Sam menatap datar dan dingin pada mereka semua.

"Kalian akan mendapatkan balasannya! Tunggu saja!" tukasnya dingin dengan segera berlalu mengejar papi Ali dan menghubungi pihak kepolisian di tempat lain untuk membantu rekannya itu.

Aparat polisi yang di tinggal itu kini panik setengah mati memikirkan nasib pekerjaan mereka.

"Arrgghhtt! Sial! Kenapa kita harus berurusan lagi dengan Komandan Arya?!" teriaknya kesal pada semua anggotanya yang kini pun ketakutan sama sepertinya.

Papi Ali segera menghubungi Uwak Lana dan beberapa temannya yang seangkatan dulu dengannya. Salah satunya, rekan setianya Fathir. Seseorang yang dulu pernah menolong dan juga mendoakannya hingga mereka kembali ke tanah air dengan selamat.

Papi Ali segera memacukan mobilnya menuju ke swalayan miliknya yang akan menjadi milik Gading nantinya. Tiba di sana, para anggota yang ia hubungi sudah tiba. Termasuk uwak Lana dan Fathir. Mereka segera mengepung tempat itu dengan banyaknya aparat TNI yang berjaga.

Warga sekitar di buat panik dengan itu. Namun, mereka tidak berani bertanya. Fathir yang bertugas untuk ke gudang, segera mendobrak paksa pintu gudang hingga membuat ketiga anak manusia yang sedang terlelap itu spontan saja berdiri.

"Astaghfirullah, ya, Allah! Apa yang kalian lakukan di tempat saya?!" teriak papi Ali begitu menggelegar di dalam gudang itu yang membuat kedua pasangan hina itu terkesiap saat melihat wajah Papi Ali dan uwak Lana ada di sana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!