Selesai dengan mengurus Alkira, Gading keluar dari kamar itu dan menemui para orangtua yang kini menunggu dirinya untuk kelanjutan masalah pelecehan Alkira dua hari yang lalu.
Gading duduk di hadapan semua keluarganya saat ini dengan menunduk. Mami Kinara mendekati putra sulungnya itu. Putra yang pernah menemaninya ketika Papi Ali menghilang saat dalam bertugas hingga enam tahun lamanya.
"Kenapa kamu menutupi ini dari kami, Dek? Kenapa kamu nggak ngomong? Udah begini baru kamu beritahu kami? Apakah kami ini bukan keluarga kamu lagi?" tuding uwak Lana yang membuat Gading menghela napasnya.
"Maafkan Gading, Wak. Bukan mami dan papi yang tidak memberitahu kalian. Tetapi, aku yang melarangnya." Balas Gading yang membuat Uwak Lana menatap dingin padanya.
"Apa hak mu melarang kami untuk tahu masalah ini? Apa hak mu untuk melarang adikku untuk memberitahukan pada kami semua? Ingat? Kamu itu hanya orang asing di dalam keluarga ini! Jadi, kamu harus sadar posisimu itu apa di dalam keluarga ini!"
Deg!
Ucapan pedas dna menusuk dari Uwak lana membuat sejumput daging di dalam hati Gading tersentil. Mami Kinara marah padanya.
"Jaga bicaramu, Bang Lana! Gading putraku! Selamanya akan menjadi putraku! Kamu tahu kenapa Gading melarang kami berdua? Huh?" sentak mami Kinara dengan tatapan tajamnya dan napas memburu.
Papi Ali mengeleng padanya. Gading memeluk maminya itu.
"Mi," tegur Gading dengan lembut serta mengegelengkan kepalanya. Mami Kinara tidka peduli.
"Biar! Biar Uwak kamu tahu kenapa kamu melarang kami! Ini dia alasannya asal Abang tahu! Abang akan memarahi putraku serta mengungkit asal usulnya! Kamu tidak tahu duduk perkaranya, tetapi langsung saja menudingnya bukan keluarga! Ingat bang Lana! Walau kamu menjagaku setiap saat, tanpa Gading mungkin aku sudah mati!"
Dduuaar!
Uwak Lana tersentak dengan ucapan adiknya itu. Begitu juga dengan yang lainnya. Mereka langsung saja menatap tajam pada Uwak lana yang kini menatap nanar pada adik kecilnya itu.
Gading memeluk erat maminya itu. "Udah, jangan ngomong begitu, Mi. Uwak benar. Abang bukan siapa-siapa di sini. Abang hanya orang lain di dalam keluarga kalian yang di kutip oleh papi karena kasihan. Mami jangan melawan Uwak. Hanya Uwak yang Mami miliki saat ini," bisik Gading di telinga Mami Kinara yang kini begitu geram pada abang sulungnya itu.
Papi Ali menghela napasnya. "Aku juga melarang Gading, Bang. Bukan salahnya saja di sini. Kami sengaja menyembunyikan fakta ini karena kami tidak ingin putriku semakin tertekan jika semua sepupunya tahu akan masalah yang saat ini ia dapatkan. Tidakkah Abang pikir, bagaimana kalau semua sepupu Al tahu tentang yang terjadi padanya? Apa Abang bisa menjamin mulut mereka agar tidak membuka aib ini? Kami memutuskan semua ini dengan pertimbanagn matang, Bang. Tidak sembarangan dalam mengambil keputusan yang berakibat fatal untuk putriku! Abang jangan lupa, Gading itu putraku!" Tegas Papi Ali pada Uwak Lana yang kini menghela napas panjang karena dirinya salah lagi.
Salah lagi!
"Kenapa ucapan Abang selalu salah pada kalian berdua? Apakah kamu masih marah perihal Tania dan Ziana? Abang sudah bilang bukan? Semua itu sudah berlalu. Lagi pula, keponakan kamu itu sudah bahagia bersama suaminya saat ini. Lantas, kenapa kalian berdua masih ketus begini? Apakah Abang ini bukan abang kalian berdua lagi?" ucapnya dengan raut wajah sendu.
Mami Annisa berdecih. "Makanya kalau punya telinga, di dengar dulu apa ucapan orang. Punya mulut itu di jaga. Jangan suka menyakiti hati orang! Ini nih, yang selalu abang lakukan! Heran aku sama abang? Udah setua ini, masih saja perilaku mu tidak berubah?" ucapan pedas Mami Annisa lontarkan untuk abang kandungnya sembari berdecih sinis padanya.
Uwak Lana terdiam mendengar ucapan adik kecilnya itu.
"Sudah, jangan berdebat dulu. Tinggalkan pembahasan itu! Ingat? Kita sedang membahas masalah Alkira saat ini. Untuk masalah sekolah Alkira udan ditentukan di mana? Apakah masih lanjut di sana?" Uwak Ira melerai keduanya untuk tidak bertengkar dulu.
Lagi pula, masalah Alkira lebih penting saat ini dibandingkan dengan masalah perdebatan keduanya. Mami Annisa mencibir abang kandungnya itu. Sedangkan mami Kinara mendengkus melihat abang kandung seibu dengannya itu.
Gading menatap lekat pada Uwak Ira yang kini juga menatap padanya. "Untuk sekarang dna selanjutnya, Alkira harus pindah sekolah, Wak." balas Gading dengan tatapan seriusnya.
"Apa tidak masalah? Bukannya Al sebentar lagi lulus, ya?" balas Uwak Ira yang diangguki oleh Gading.
Mami Kinara dan Papi Ali tidak bisa ikut campur dalam masalah sekolah Alkira. Sebab Gading lebih paham dengan kondisi sekolah itu untuk putrinya.
"benar. Akan tetapi, alangkah baiknya Al harus kita pindahkan, Wak. Awal mula kejadian itu di sekolah itu. Tepat di dalam kelas Al sendiri. Jika aku terlambat sedikit saja untuk menjemputnya, Al pasti sudah tiada saat ini karena di lecehkan oleh tiga orang laki-laki kakak kelasnya sendiri," ujar Gading dengan tangan mengepal erat saat mengingat kejadian dua hari lalu itu.
Uwak Ira tercenung dengan ucapan Gading baru saja. "Lantas, sekolah mana yang akan kamu cari untuk menempatkan Alkira? Uwak rasa.. Selagi trauma Al sendiri belum pulih, maka Al akan sulit untuk bersekolah kembali."
Gading diam. Benar apa kata Uwak Ira. Yang terpenting saat ini kondisi Alkira sendiri. Alkira harus sembuh dulu dari rasa takut dan traumanya itu. Jika untuk sekolah, bisa di pikirkan nanti.
"Uwak kamu benar, Nak. Lebih baik, Al di obati dulu sampai sembuh. Untuk sementara, biarlah Al homescoling aja di rumah. Itu lebih baik untuk menjaga mentalnya. Untuk segala pr atau pelajaran sekolahnya, Al bisa daring dengan guru di sekolahnya. Kamu harus menutupi ini dari semua orang termasuk teman Al sendiri, jika ingin Al cepat sembuh. Uwak bisa melihat, betapa traumanya Al saat ini akibat pelecehan itu," tutur Uwak Raga memberikan saran pada Gading tentang situasi dan kondisi untuk Alkira bisa sekolah lagi atau tidak.
Semuanya terdiam setelah mendengarkan ucapan Uwak Raga yang memang benar adanya. Gading terdiam cukup lama menimbang dan memutuskan semua masalah ini dengan bijak. Sebab dirinya lah pemilik Alkira yang sesungguhnya saat ini.
Mami Kinara dan Papi Ali percaya pada keputusan putra sulungnya itu. Sedari dulu, apapun yang Gading sarankan untuk Alkira, keduanya pasti manut saja. Terkecuali keputusan Al yanng ingin sekolah di sekolah umum itu. Awalnya Gading menolak dan menentangnya. Akan tetapi, Al merengek dan merajuk tetap keukeuh pada keinginannya waktu itu hingga Gading terpaksa mengalah.
"Bagaimana, Nak? Apa keputusanmu saat ini untuk istrimu?" tanya Mami Annisa setelah begitu lama terdiam kini ia kembali buka suara.
Gading mengehla napasnya. "Uwak benar. Al harus tetap di rumah dulu sampai traumanya itu sembuh. Tidka mudah untuk kembali bergaul di dalam sekolah yang sama di mana para pemuda pelaku pelecehan itu masih berkeliaran di sana. Hanya satu yang tertangkap. Sedang dua lagi? Hingga saat ini belum aku temukan. Baik, Al tetap akan sekoalh di sana. Akan tetapi, melalui darinng saja. Aku akan datang ke sekolah untuk menyampaikan hal ini. Kesehatan Al lebih penting saat ini." Imbuh Gading yang diangguki oleh mereka semua.
Papi Ali dna Mami Kinatra mengusap lembut puncak kepala pria dewasa berusia dua puluh empat tahun itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Siti Khoiriyah
enak banget kalau ngomongnya...coba aja sendirinya ngalamin bisa gak dengan entengnya bilang gitu
2024-09-25
0